Kulihat untuk pertama kalinya petugas haji tersebut saat kami mengantri menjelang masuk ke Raudhah.
Jadwal masuk ke Raudhah biasanya dibuat berdasarkan pengelompokan per negara. Kami sedang mengantri dengan banyak jamaah haji Indonesia lain ketika itu saat kulihat seseorang berompi hitam dengan tulisan 'petugas haji Indonesia' memberikan keterangan pada sekelompok orang yang duduk tak jauh dari tempatnya duduk.
Inti pesan yang diberikan adalah agar para jamaah menjaga barang bawaannya masing-masing. Sering terjadi, katanya, jamaah menaruh tasnya di lantai, di samping atau depannya, dan tas itu raib diambil orang saat pemiliknya sedang bersujud shalat dan berdoa.
Keterangan itu sejalan dengan apa yang pernah kubaca di sebuah artikel. Maka aku sendiri membawa tas bertali panjang yang kuselempangkan menyilang di badan dan posisi tas itu tetap begitu saat shalat, tak kuletakkan di lantai.
Lalu, giliran kami untuk masuk tiba. Alhamdulillah, rejeki kami bagus dan kemudahan menghampiri kami. Kami tak mengantri lama dan..mendapat tempat lapang persis di depan mimbar di Raudhah.
[caption id="attachment_343252" align="aligncenter" width="640" caption="Raudhah di Masjid Nabawi (dok. Rumah Kayu)"]
Kuperhatikan teman serombonganku rata-rata mendapat tempat cukup lapang untuk bisa bersujud, artinya, bisa melaksanakan shalat. Sebab adakalanya tempat itu begitu sempit sehingga orang hanya bisa berdiri berdoa, tak bisa shalat sebab tak ada ruang cukup untuk bersujud.
Kusyukuri keadaan itu.
Sebab sejak awal, kuniatkan untuk tak memaksakan diri. Jika kondisi tak memungkinkan, aku bahkan sudah ikhlas jika tak bisa masuk Raudhah sama sekali.
[caption id="attachment_343253" align="aligncenter" width="640" caption="Raudhah di Masjid Nabawi (dok. Rumah Kayu)"]
Sebab saat melaksanakan umrah saja, kulihat kondisi kepadatan Raudhah. Apalagi musim haji begini ketika jutaan orang bersamaan tumplek-blek berada di Masjid Nabawi, pikirku.