Jika saja mereka, misalnya, memperoleh akomodasi yang baik tapi diurus terpisah dari jamaah haji kuota, rasa nyeri itu juga mungkin tak terasa dalam.
Tapi bukan itu yang terjadi. Yang terjadi adalah mereka datang melenggang belakangan di depan mata jamaah kuota dan mendapatkan akomodasi yang sama.Tanpa antri. Tanpa orang lain pernah tahu secara terang benderang bagaimana cara memperoleh hal itu. Dan tanpa malu mengatakan mereka baru tiba, datang dengan visa khusus undangan kerajaan.
Itu sebabnya kukatakan dalam tulisanku kemarin, jika hal tersebut memang bisa dilakukan, ada visa khusus semacam itu, umumkan saja bagaimana cara mendapatkannya. Jangan sebagian orang bisa, sebagian lain tak bisa. Sebagian antri, tapi ada yang tidak. Sebagian orang menanggung resiko terkatung- katung, sebagian nyaman- nyaman saja.
Ada banyak orang yang memiliki keluasan hati tak terbatas yang bisa tak merasa nyeri melihat hal semacam itu. Tapi hatiku mungkin memang tak seluas itu, sebab rasa nyeri itu nyata terasa.
[caption id="attachment_345381" align="aligncenter" width="640" caption="Jam berapapun, selalu ada antrian dan kepadatan di pintu- pintu masuk Masjidil Haram (dok. Rumah Kayu)"]
***
Seperti dalam banyak kesempatan lain sepanjang pernikahan kami, kujadikan suamiku teman bicara.
Begitu pula kali ini, tentang sikap para pejabat itu.
Kutumpahkan keresahanku. Sekedar agar membuat hati lega. Dan, agar aku bisa memperoleh sudut pandang lain.
Kukenal suamiku dengan baik, seperti dia juga mengenalku dengan baik. Dalam banyak saat sepanjang pernikahan kami, kami melihat dan mengalami hal yang sama, dan reaksi yang timbul berbeda.
Kubagikan disini apa yang dikatakan suamiku padaku. Sebab aku menghargai apa yang dikatakannya, dan pada prinsipnya sebetulnya menyepakati dasar pemikirannya.