Itu sebabnya pagi itu, saat aku menyaksikan orang berjalan menuju tempat melempar jumrah di jalan di depan tenda kami, air mataku bercucuran tak tertahan.
Orang- orang ini berjalan entah berapa jauhnya. Ada yang dua kilometer, ada yang enam kilometer, atau bahkan lebih, kubayangkan kelelahan yang pasti ada. Walau tak tampak itu dalam wajah- wajah mereka. Niat untuk beribadah meredam semua kelelahan itu.
Tetap rasa haru itu tak terbendung.
Aku merasa kecil, malu dan tak berdaya. Ya Allah... pikirku, lihatlah mereka, berjuang mencapai tempat melempar jumroh. Sementara aku, mendapat tenda sedekat ini, jarak sedekat ini...
Pada saat itu kupahami apa arti 'setiap langkah mendapat pahala' jika langkah itu dilakukan untuk beribadah. Setiap langkah mendapat pahala, dan makin jauh, makin panjang jarak yang ditempuh, makin banyak langkah yang harus dilakukan, makin banyak pahala yang didapat, sebab kesulitan yang dihadapi juga makin banyak, kelelahan juga lebih terasa.
Aku tergugu.
Tak tahu harus berbuat apa.
Tak tahu bagaimana cara meringankan.
Beberapa saat setelah itu, kuingat satu hal. Ada banyak air tersedia di tendaku.
Maka aku masuk ke lingkungan tendaku, mengisi penuh- penuh satu kantong kresek dengan berbotol- botol air dan berkotak- kotak juice buah yang lalu kutawarkan dan kuberikan pada orang- orang yang lewat.
Aku tahu, apa yang kulakukan itu sangat sedikit dan mungkin hampir tak berarti. Sedikit sekali jumlah air yang bisa kubawa dalam kantong kresek itu dibandingkan dengan jumlah orang yang lewat. Tapi paling tidak, aku melakukan sesuatu. Tak sanggup rasanya berdiam diri saja.