Beragam rasa dalam hatiku muncul campur aduk. Rasa yang telah ada sejak beberapa hari sebelumnya ketika pertama kali tiba di Mina, rasa yang muncul di hari- hari setelah itu, bergabung dengan rasa yang menyeruak di pagi itu...
***
Tidak bisa tidak, aku bersyukur atas segala karunia, kelancaran, kemudahan yang kuterima dan kualami selama menjalankan ibadah haji di musim haji tahun ini.
Tapi tak bisa tidak pula, ada banyak rasa lain yang muncul selain rasa syukur itu.
Sejak masih di Mekah, di Masjidil Haram, telah kusaksikan pemandangan itu. Pemandangan di pagi buta, ketika banyak orang beristirahat di tempat terbuka, dimana saja di sekitar Masjidil Haram. Pemandangan yang menyentuh, sekaligus menohok hati.
Lalu kusaksikan lagi dalam jumlah lebih banyak pemandangan serupa ketika kami tiba di Mina. Banyak orang bermalam dalam kondisi seadanya di Mina. Baik karena memang tak memiliki tempat berteduh lain, atau banyak juga yang karena letak tendanya terlalu jauh dari tempat melempar jumroh lalu memutuskan untuk bermalam dalam kondisi seadanya saja di tempat dekat lokasi melempar jumroh.
Dan hatiku tersergap rasa malu dan 'bersalah'. Rasa syukur atas karunia itu tetap ada, tentu. Tapi rasa malu dan merasa agak bersalah itu muncul tak terhindarkan.
Tenda kami di Mina terletak sangat dekat dengan tempat melempar jumroh. Mungkin jaraknya hanya 100 - 150 meter saja. Fakta yang sejak awal kuterima dengan gembira. Sebab itu suatu kemudahan tak terkira.
Tapi aku tak bisa membutakan mata. Dalam hitungan jam sudah kulihat pemandangan itu. Dan rasa iba menyeruak.