Sore itu kuterima sebuah pesan, " Sudah pulang, D ? "
Aku pahami pertanyaan itu. Yang ditanyakan adalah apakah aku sudah tiba kembali di tanah air dari perjalanan ibadah hajiku.
" Sudaaahhh... " jawabku.
Kami bertukar satu dua kalimat, sampai kemudian kukatakan hal itu, " Terimakasih ya, nasihatnya waktu itu. "
Ucapan terimakasih yang tak segera berbalas, sebab yang diterimakasihi rupanya tak segera memahami untuk apa ucapan terimakasih itu diberikan.
Walah.
Padahal terimakasihku itu tulus. Sahabatku itu menyelamatkan hatiku dari banyak keresahan di hari- hari awal perjalanan pra ibadah hajiku, ketika aku berada di Madinah.
Sabar itu memang tidak mudah, ternyata. Ada banyak hal yang tak kita sepakati tampak di depan mata, baik dari orang- orang yang tak kita kenal, atau kita temui sekilas saja, maupun dari teman serombongan. Padahal, sejak berangkat sudah kuniatkan bahwa aku tak hendak berbantah, tak hendak bertengkar atau semacamnya selama perjalanan ibadahku itu.
Sayang amat, antri begitu lama, menunggu bertahun- tahun, biayanya juga tak murah, masa' mau dilewatkan dengan berbantah- bantahan. Terlebih, aku khawatir, jika itu terjadi, hal tersebut akan merusak ibadahku.
[caption id="attachment_352879" align="aligncenter" width="740" caption="Bagian dalam Masjid Nabawi - Madinah. Dok. pribadi"]
Aku ingat satu kalimat bijak yang pernah dikatakan Mahatma Gandhi yaitu " I have noticed that nothing I have never said ever did me any harm. "