Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Demo BBM vs Berpikir Kreatif

29 November 2014   02:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:34 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_356715" align="aligncenter" width="450" caption="Demo rusuh (konfrontasi.com)"][/caption]

MALAM yang basah.

Penghuni Rumah Kayu sedang bersantai di rumah. Pradipta sedang belajar. Si kembar Nareswara dan Nareswari sedang bermain balok.

Kuti sedang asyik menulis di laptop. Dee, yang baru saja mandi, memilih untuk menonton televisi.

"Eh 'yang, ternyata demo BBM ada yang meninggal ya?" tanya Dee tiba-tiba.

Kuti menghentikan aktivitasnya dan menatap istrinya. Tumben istrinya kini menjadi 'pemerhati demo'.

"Iya kabarnya memang ada yang meninggal," balas Kuti.

"Eh, menurut kamu sendiri demo BBM itu gimana? Wajar?" Kembali Dee bertanya. Sejak harga BBM dinaikkan mereka memang tak pernah mendiskusikan hal ini. Jauh-jauh hari mereka sudah menduga kalau harga BBM akan dinaikkan. Jadi mereka tak kaget ketika itu terjadi.

"Demonstrasi itu menurutku wajar aja, sebagai bagian dari demokrasi. Begitu juga dengan demo yang memrotes kenaikan harga BBM. Namun, menurut aku, apa yang dilakukan adik-adik mahasiwa itu dia-sia," ujar Kuti.

"Sia-sia? Kenapa?"

"Pertama, banyak demo ditujukan ke pemerintah daerah. Atau DPRD. Padahal kita tahu bahwa naiknya harga BBM merupakan kebijakan pemerintah pusat. Demo ke pemda itu gak akan memberi pengaruh apa-apa..."

Kuti berhenti sejenak, jemarinya menari-nari di keyboard laptop dan melanjutkan," Kedua, yang diinginkan para pendemo itu gak realistis. Mereka menuntut harga BBM diturunkan, atau harga barang diturunkan. Bahkan ada yang ingin Presiden lengser. Itu gak realistis. Pemerintah pusat memang bisa saja menurunkan harga BBM, namun kelihatannya itu bukan opsi yang bakal dipilih. Dan tentu saja tak ada alasan bagi Presiden untuk mundur hanya karena menaikkan harga BBM..."

"Tapi demo mereka kan ada dasarnya? Harga barang kini naik dan masyarakat lebih susah. Bisa saja orang tua para mahasiswa itu kini jadi lebih susah membiayai urusan perkuliahan bukan?" tanya Dee.

"Iya, betul, dampak kenaikan BBM itu sangat terasa di masyarakat. Itu fakta," kata Kuti. "Apalagi, orang tua para mahasiwa itu mungkin saja tidak termasuk daftar penerima dana konpensasi yang sekarang sedang dibagikan. Jika adik-adik mahasiwa itu prihatin dengan kondisi ekonomi keluarga, maka demo sebenarnya bukan solusi yang bijak."

"Jadi apa yang seharusnya dilakukan para mahasiwa? Kembali ke kampus dan kuliah?"

"Begini. Kamu masih ingat gak aku pernah nulis tentang filosofi yang aku lihat di sebuah film seri. Filosofinya mengatakan: Kalau tak bisa mengubah arah angin, cobalah mengubah layar. Jika kita tak bisa memaksa pemerintah menurunkan harga BBM, kita harus mencari alternatf. Dengan mengubah "layar"."

"Maksudnya?"

"Ya dengan berpikir kreatif. Jika memang kenaikan harga BBM membuat kehidupan keluarga menjadi lebih susah, gimana jika adik-adik mahasiwa berupaya membantu orang tua? Misalnya dengan 'nyambi' kerja di sela-sela kuliah. Jadi mereka yang pintar Bahasa Inggris mungkin bisa membuka jasa penerjemahan, atau memberi kursus private bahasa Inggris. Mereka yang jago Photoshop bisa buka jasa edit foto. Mereka yang jago IT bisa menjadi tenaga part time di perusahaan. Yang jago musik bisa buka les musik dan sebagainya. Jadi adik-adik mahasiwa harus berpikir kreatif, dan berupaya memaksimalkan keahlian untuk mendapat tambahan dana. Tentu saja semua 'bisnis sambilan' itu dilakukan dengan tetap mengutamakan tugas perkuliahan..."

"Oh gitu ya," kata Dee. "Soal berpikir kreatif, seharusnya tak hanya dilakukan mahasiwa bukan?"

"Iya dong. Berpikir kreatif seharusnya dilakukan seluruh rakyat. Kenaikan harga BBM jelas memengaruhi kondisi perekonomian. Okelah bagi mereka yang kaya raya, mungkin gak ngaruh. Namun untuk masyarakat kebanyakan, pasti ada pengaruhnya. Jadi masyarakat harus berpikir kreatif bagaimana menyiasati."

"Caranya?"

"Ya tentu dengan berupaya mencari tambahan penghasilan. Yang bisa nyambi, upayakan nyambi. Yang gak bisa nyambi, tentu harus bekerja lebih keras dan lebih giat. Petani yang biasa ke sawah pukul delapan pagi, mungkin harus mengubah jam kerja dan pergi jam 6 pagi, misalnya..."

Dee mengangguk. Dia hendak bicara ketika tiba-tiba ponselnya berdering.

"Sebentar," kata Dee kepada Kuti. "Prameswari nelpon."

Kuti mengangguk. Prameswari adalah saudara Dee yang tinggal di bagian lain di kota yang letaknya tak jauh dari kediamana mereka.

"Ya? Gimana Yik?" tanya Dee. 'Yik' merupakan panggilan sayang Dee pada saudaranya itu.

.....

"Hah? Tapi kalian gak apa-apa kan?"

.....

"Oke. Oke. Yang penting kalian baik-baik saja. Salam ke mas Wirya ya..." Dee menutup telepon dan menatap Kuti.

"Rumah Prameswari kebanjiran," ujar Dee kepada Kuti. "Mereka kini terpaksa mengungsi ke lantai dua..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun