Akhir minggu...
KUTI, Dee, beserta ketiga anak mereka Pradipta, dan si kembar Nareswara dan Nareswari berkunjung ke rumah nenek dan kakek di luar kota.
Menyengaja agar tak terjebak macet, mereka berangkat pagi- pagi buta dari rumah. Dan karenanya masih pagi mereka sekeluarga telah tiba di rumah nenek dan kakek, yang tentu saja amat gembira dikunjungi oleh anak, menantu dan para cucunya.
Nenek memeluk mereka. Kakek menggandeng si kembar masuk ke rumah. Pradipta mengikuti di sampingnya.
" Kalian belum sarapan, kan? " kata Nenek, " Ayo sarapan dulu... "
Dee dan Kuti tertawa. " Anak- anak belum mandi, bu, " jawab mereka.
Nenek juga tertawa, maklum. Sepagi itu telah tiba setelah menempuh jarak hampir dua ratus kilometer, bisa diduga, anak- anak itu digiring dari tempat tidur ke mobil, dimana mereka melanjutkan lagi tidurnya di perjalanan.
" Ha ha. Ayolah mandi dulu kalau begitu. Nenek siapkan air hangat, ya? " kata nenek pada Pradipta serta si kembar Nareswara dan Nareswari, " Barusan nenek menggodok air di dapur. "
" Oh, biar saya yang mengangkat air panasnya ke kamar mandi, bu, " kata Kuti segera. Diambilnya sebuah ember, dituangkannya air panas di dapur dan diangkatnya ke kamar mandi. Lalu ditambahkannya air dingin ke dalam ember itu.
" Siapa mau mandi duluan? " tanyanya. " Dipta, ayo mandi, nanti setelah ini adik- adik mandi... "
Pradipta mengangguk, masuk ke dalam kamar mandi. Seusai itu, adik kembarnya dimandikan oleh Dee.
Dan...
Tentu saja, nenek tak akan membiarkan mereka selesai mandi tanpa segera menawarkan sarapan.
" Ayo makan, " ajak nenek pada mereka semua.
Tak ada yang menampik. Nenek pandai memasak, dan setiap kali tahu bahwa mereka sekeluarga akan datang, nenek akan menyuguhkan banyak ragam masakan di rumahnya.
" Ayo... ini baru matang, " kata nenek, menyuguhkan ayam panggang yang tampak sangat lezat.
Ayam panggang itu menyebarkan harum, dan sepertinya masih hangat, baru keluar dari panggangan.
Selain ayam yang disuguhkan pada mereka, Dee melihat ada beberapa ekor ayam panggang serupa di dalam pinggan lain di atas meja.
" Masaknya banyak sekali, bu, " komentar Dee.
" Oh itu, " jawab ibunya, " Itu nanti untuk dikirim ke tetangga, Dee. Untuk tante Seno satu, untuk tante Jocelyn satu, lalu buat tante Nababan satu... "
" Ooooo, kiriman Natal, " mendengar nama- nama yang disebutkan, Dee langsung memahami. Itu para tetangga mereka yang merayakan Natal. Tetangga yang telah berpuluh tahun tinggal saling berdekatan.
Dee tumbuh besar bersama anak- anak tetangga yang rumahnya berdekatan, termasuk anak- anak tante Seno, tante Jocelyn dan tante Nababan yang disebutkan tadi. Mereka main bersama ketika masih kecil. Para anak lelaki, bermain kelereng. Anak perempuan, bermain boneka dan masak- masakan. Juga main petak umpet. Lalu, mereka juga berangkat remaja bersama, dan saling berbagi 'rahasia kecil', saling bercerita ketika mereka mulai naksir teman sekelas ( yang ketika itu hanya berani mereka lirik tanpa berani menunjukkan lebih dari itu, ha ha ! ).
[caption id="attachment_361001" align="aligncenter" width="540" caption="Gambar: https://give.it/"][/caption]
Dan begitulah, bertahun kemudian, para anak- anak dalam keluarga itu berangkat dewasa dan banyak yang tinggal di luar kota. Tapi para orang tua tetap tinggal di rumah mereka yang dulu. Tetap masih saling bertetangga. Dan menjaga tradisi yang telah mereka jalankan selama berpuluh tahun.
Di saat- saat lebaran, ke rumah nenek dan kakek akan banyak tetangga yang tak merayakan lebaran mengirimkan kue dan penganan lain. Sebaliknyapun, menjelang Natal, nenek dan kakek akan mengirimkan sesuatu pada para tetangga itu.
Bentuknya bisa beragam. Apapun itu. Kadangkala berupa barang, misalnya pada suatu hari nenek mengirimkan taplak berwarna kombinasi merah dan hijau. Kali lain, dikirimkannya sekotak kue bolu buatan sendiri. Kali lain lagi, sekeranjang buah- buahan. Tahun ini, rupanya nenek membuat ayam panggang untuk hantaran Natal pada para tetangga.
Tak ada 'pakem' atau aturan baku tentang apa yang akan dikirimkan, memang. Setiap tahun, hantarannya bisa berbeda- beda. Tapi Dee memahami, esensinya tetap sama. Mereka menjaga silaturahmi dan persahabatan antar tetangga yang telah dijalin begitu lama.
Apa yang dikirimkan, tak selalu berharga mahal. Tapi perhatian yang diberikan, itu makna utamanya.
" Ini ayamnya mau dimasukkan kotak, bu? " tanya Dee pada nenek.
Nenek mengangguk, " Mau bantu, Dee ? "
Dee menjawabnya dengan anggukan juga, " Iya. "
Nenek menyodorkan beberapa buah kotak, juga pita berwarna merah dan hijau.
Dee memasukkan ayam panggang hantaran Natal itu satu persatu ke dalam kotak. Lalu diberinya kotak itu pita- pita sebagai pemanis.Â
Dee bersenandung pelan. Hatinya terasa riang dan hangat ketika melakukan hal itu...
p.s.
Teriring ucapan Selamat Hari Natal bagi teman- teman yang merayakannya. Selamat berbahagia bersama keluarga. Salam hangat dari kami di rumahkayu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H