Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saatnya Jokowi Menjadi Presiden "Yang Sebenarnya"

14 Januari 2015   16:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421201431612279215

[caption id="attachment_364395" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Joko Widodo (kompas.com)"][/caption]

KISRUH seputar pencalonan Komjen (Pol)  Budi Gunawan sebagai Kapolri dan ditetapkannya yang bersangkutan menjadi tersangka oleh KPK membuka fakta seputar keputusan yang diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini. Bahwa ternyata, memang ada pihak yang menjadi "pembisik". Bahwa mereka yang menjadi "pembisik" ini begitu kuatnya sehingga Jokowi, yang notabene adalah presiden, tak bisa mengatakan tidak.

Jika melihat rekam jejak semenjak dicalonkan sebagai presiden, Jokowi memang termasuk sosok yang mengandalkan kerjasama tim. Ketika debat calon presiden misalnya. Argumen yang dipaparkan Jokowi sangat kuat, runtut dan logis, sekalipun untuk itu Jokowi terkadang perlu melihat contekan. Artinya, menjelang debat Jokowi memang menyiapkan diri dengan serius bersama beberapa orang yang dipercaya.

Saat debat dalam beberapa kali putaran, Jokowi sangat menguasai materi yang sudah disiapkan, dan terkadang terkesan gagap ketika disinggung Prabowo seputar isu yang tak disiapkan.

Beberapa saat setelah ditetapkan sebagai pemenang pilpres, Jokowi membentuk apa yang disebut sebagai Tim Transisi. Tim ini menggodok berbagai isu dan program yang bakal dijadikan acuan kerja kabinet Jokowi. Tim ini berhasil menelurkan apa yang kemudian dikenal sebagai Nawa Cita, semacam "garis besar haluan negara", cetak biru program yang akan dilakukan Jokowi guna memajukan Indonesia dalam lima tahun pemerintahannya. Kelak, sebagian besar personil inti di Tim Transisi dilantik menjadi menteri.

Karena sudah terbiasa menggunakan jasa tim, bisa dipahami jika setelah menjadi presiden, Jokowi punya apa yang kemudian disebut sebagai 'Tim Pembisik". Ini merupakan hal yang wajar dan lumrah. Juga wajar jika tim pembisik ini merupakan perwakilan partai.

Namun menjadi tidak wajar jika tim pembisik ini lebih menekankan pada kepentingan politis partai. Tidak wajar jika tim ini, menekan Jokowi untuk urusan yang sangat krusial, seperti penentuan figur tertentu di posisi strategis. termasuk, Kapolri.

Tim profesional

Penetapan tersangka oleh KPK kepada calon tunggal yang diajukan presiden sebagai kapolri memang cukup memalukan, dan seharusnya itu tidak terulang di masa yang akan datang. Karena itu, yang perlu dilakukan Jokowi, sebagaimana yang disarankan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens seperti dilansir kompas, Jokowi harus berani mengatakan "tidak" kepada orang kuat di sekitarnya. Kepada para pembisik. Apalagi jika para pembisik itu memang berniat memanfaatkan Jokowi untuk melanggengkan kekuatan partai politik.

Selain berani mengatakan TIDAK kepada pembisik parpol, sudah saatnya Jokowi merombak "tim pembisik'. Tim pemikir yang memberi nasihat kepada Jokowi itu sebaiknya figur profesional. Yakni akademisi, pengamat militer, pengamat atau pelaku ekonomi yang benar-benar profesional. Yang cerdas, menguasai bidang, dan (yang paling penting) harus steril dari kepentingan politik.

Jokowi harus membentuk tim baru yang murni memikirkan kepentingan rakyat. Bukan yang sibuk memikirkan bagaimana 'kader politik" bisa menempati posisi strategis dan posisi "basah" di pemerintahan.

Jokowi harus berani memutuskan rantai ketergantungan kepada para pembisik parpol pendukung.

Resiko tetap ada

Memang, tetap ada resiko jika Jokowi berani menggunakan tenaga profesional murni dan meninggalkan para pembisik parpol. Dukungan parpol di parlemen, dalam hal ini Koalisi Indonesia Hebat (KIH), bisa surut. Atau turun.

Namun, menurut saya, justru di situlah ujian sebenarnya bagi parpol pendukung Jokowi. Apakah mereka mendukung Jokowi demi rakyat, atau mendukung Jokowi demi kekuasaan?

Jika parpol di KIH tetap mendukung Jokowi, sekalipun para pembisiknya "dipangkas", berarti parpol-parpol itu memang murni memikirkan rakyat. Jika parpol di KIH memutuskan dukungannya hanya karena akses menjadi pembisik dihilangkan, berarti parpol di KIH itu jauh lebih buruk dibanding pesaingnya di Koalisi Merah Putih!!

Jadi,  ditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK seharusnya dijadikan momentum bagi Jokowi untuk benar-benar menjadi presiden. Menjadi presiden yang sebenarnya. Bukan presiden yang tak bisa mengatakan TIDAK kepada sosok tertentu di parpol.

Karena yang dipertaruhkan Jokowi bukan semata kekuasannya. Tapi juga nasib 250 juta rakyat Indonesia yang saat ini percaya bahwa Jokowi bisa dan patut menjadi presiden!!

catatan:

Penulis adalah bagian dari tim penyusun buku Solusi Jokowi, diterbitkan Gramedia Pustaka Utama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun