Gadget sudah tak lazim lagi dikalangan masyarakat baik diwilayah perkotaan maupun perdesaan.
Disamping itu perlu kita ketahui bahwa gadget adalah suatu alat yang digunakan untuk mempermudah kita berkomunikasi pada jarak jauh dan pencarian pengetahuan melalui sinyal satelit. Contoh kecil yaitu smartphone atau biasa disebut dengan handphone pintar.
Melihat realita yang terjadi pada masa kini bahwa gadget bukan lagi sebagai kebutuhan tersier dikehidupan manusia melainkan mereka sudah menjadikan gadget sebagai kebutuhan primer.
Hal ini membuktikan bahwa gadget sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Apalagi didalam gadget itu sendiri terdapat beberapa aplikasi seperti instagram, mobile legend, dll.
Tak bisa kita pungkiri bahwa perkembangan gadget sangat pesat diera sekarang, apalagi ada istilah gadgetmania atau julukan bagi pecandu gadget.
Nah, hal ini memang harus diwaspadai baik dari pengguna itu sendiri maupun masyarakat yang peduli akan lingkungan sosial. Perlu kita ketahui seorang pecandu gadget akan sulit untuk menjalani kehidupan nyata, misalnya untuk diajak mengobrol.
Ketika kita coba untuk beristeraksi denganya maka perhatian seorang pecandu gadget hanya akan tertuju kepada dunia maya dan apabila ia dipisahkan dengan gadget, maka akan muncul perasaan gelisah.
Bahkan diperkirakan 80 persen pengguna gadget di Indonesia memiliki perilaku seperti itu.
Menurut salah satu pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dimitri Mahayana: sekitar 5-10 persen gadget mania atau pecandu gadget terbiasa menyentuh gadgetnya sebanyak 100-200 kali dalam sehari.
Jika waktu efektif manusia beraktivitas 16 jam atau 960 menit sehari, dengan demikian orang yang kecanduan gadget akan menyentuh perangkatnya itu 4,8 menit sekali.
Akibatnya, mereka tidak tahan jika harus berlama-lama berpisah dengan gadget-nya. Hanya sepuluh persen saja pengguna gadget di Indonesia yang mampu membatasi penggunaan gadget di saat- saat tertentu.
Sebagian dari kita berdalih bahwa kebutuhan mereka akan gadget berhubungan dengan keperluan pekerjaan. Argumen ini mungkin benar, karena perangkat ini memang mengandung teknologi yang memudahkan untuk memfasilitasi kehidupan manusia.
Tetapi, kita juga harus mengakui bahwa penggunaan gadget untuk kepentingan eksistensi dan pencitraan diri porsinya bisa jauh lebih besar ketimbang untuk kepentingan pekerjaan.
Salah satu psikolog berpendapat tentang efek candu yang di timbulkan gadget bisa berupa gangguan komunikasi verbal dalam berkomunikasi secara langsung di dalam masyarakat dan juga dalam tingkatan yang lebih tinggi dapat membuat individu menjadi hiperealitas.
Hiperealitas adalah kecenderungan membesarkan sebagian fakta dan sekaligus menyembunyikan fakta lain atau tanda lenyapnya realitas atau objek representasi digantikan dengan hal-hal yang bersifat fantasi, fiksi dan halusinasi. Dalam kasusnya apabila individu pengguna gadget terjerumus dalam hiperealitas, maka ia akan kehilangan makna interaksi sosial.
Interaksi sosial ialah sebuah komunikasi yang dilakukan oleh tiap individu ke indvidu lainnya ataupun antar kelompok. Nah hal ini seharusnya lebih di perhatikan, dikarenakan manusia hidup bukan untuk dirinya sendiri melainkan manusia harus hidup dengan lingkungan sosial.
Akibat dari pengaruh gadget terkadang kita lupa untuk saling berinteraksi dan hal ini membuat hubungan sosial manusia menjadi renggang.
Menurut saya, kita harus terlebih dahulu mengetahui fungsi gadget yang sebenarnya. Karena kondisi sekarang menggambarkan bahwasanya masyarakat terlalu berlebihan menggunakan gadget sehingga segala aktivitas mulai terlupakan, terlebih lagi hubungan sosial mulai renggang diakibatkan kurang komunikasi antar sesama manusia.
Akibatnya hakikat dari manusia itu sendiri mulai hilang, yang dimana setiap manusia itu sudah dikategorikan sebagai makhluk sosial. (*)
Ditulis Arif Aryanto Anggota Study Club Rumah Kata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H