Sibuk itu gaya hidup yang wajib diikuti oleh sebagian masyarakat perkotaan dengan status ekonomi menengah ke atas, lintas usia tanpa pandang bulu, bahkan anak-anak pun dikondisikan oleh orang tua mereka yang rata-rata sibuk bekerja untuk mengadopsinya sejak usia dini. Maka mulailah perjalanan mereka dari mulai batita dengan mengikuti ritme playgroup lalu bersambung ke jenjang TK-SD-SMP-SMA- PT.
Andai para orangtua turun tangan sendiri mendampingi buah hati mereka, pilihan ‘menyibukkan’ anak itu mungkin takkan terlalu berdampak negatif,. Namun karena pasutri sibuk cenderung mendelegasikan tugas pengasuhan anak pada pihak kedua seperti babysitter bahkan asisten rumahtangga yang notabene tidak memiliki kapasitas mendidik anak sebaik mereka tentunya pilihan menginterupsi sebagian besar masa tumbuh-kembang anak dengan aktifitas yang dinilai edukatif harus dpertimbangkan dengan lebih seksama lagi.
Pada beberapa kesempatan seminar parenting yang diselenggarakan  oleh Yayasan Pendidikan ‘Rumah Belajar Tamansari Persada’ (RBTP) bekerjasama dengan Yayasan Kita & Buah Hati (YKBH) menyeruak fakta kian bertambahnya anak-anak usia sekolah di kota-kota besar Indonesia dengan karakteristik ‘BLAST’, kependekan dari Boring (bosan), Lonely (kesepian), Angry/ afraid (marah/takut), Stress (tertekan), dan Tired (capek). Agenda sekolah yang sekarang mulai cenderung pada full day school ditambah kegiatan ekstrakurikuler yang mulai ditata ala profesional  plus berbagai les tambahan di jam-jam tersisa betul-betul memerah stamina mental mereka yang sebenarnya belum berkembang sepenuhnya.
[caption id="attachment_361411" align="aligncenter" width="516" caption="Pastikan anak anda tidak terkena BLAST (dok RBP)"][/caption]
Istirahat plus nutrisi yang memadai bisa mengobati kelelahan fisik, namun kelelahan emosional membutuhkan dekapan yang hangat dan telinga cerdas nan bijak sabar untuk berbagi segenap tekanan yang dihadapi anak dalam keseharian edukatif mereka. Secara kodrati, anak-anak berharap orangtua dapat memberikan dukungan ruhaniah bagi mereka disamping mencukupi kebutuhan jasmaniah mereka. Figur ibulah nampaknya yang menjadi pilihan favorit mereka dan bila hal tersebut terabaikan, maka bermunculanlah anak-anak dengan karakter yang menyimpang dari norma-norma agama maupun etika-budaya.
Silahkan dicek bahwa banyak kasus anak-anak bermasalah biasanya terkait dengan buruknya hubungan mereka dengan sang ibu, meski peran ayah juga tak kalah pentingnya dalam pembimbingan anak, namun ketergantungan anak pada ‘sentuhan’ bundanya relatif jauh lebih besar. Sementara itu para ibu dalam menjalankan fungsi pengasuhan pada anak tak bisa berjalan sendiri, dia memerlukan dukungan yang akan menguatkan dan memberi inspirasi , disitulah sosok ayah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Duduk bersama-sama satu pemikiran dalam memberikan nutrisi ruhaniah bagi sang buah hati akan sangat efektif melindunginya agar tak terperangkap dalam karakter BLAST.
Di era internet seperti sekarang ini dimana segala macam konten berita, ideologi, maupun bisnis bisa dengan mudah sampai dalam genggaman tangan via aneka gadget; anak-anak BLAST adalah sasaran empuk bagi pemasaran rokok, narkoba, minuman keras, produk pornografi, dan sangat rawan terhadap bujukan-bujukan untuk melakukan aktifitas yang menyalahi norma maupun hukum. Oleh karena itu orangtua diharapkan dapat bersikap arif dalam berbagi tugas untuk melaksanakan tanggungjawab memelihara jalinan komunikasi positif dengan anak agar gejala-gejala perubahan negatif pada anak dapat segera dideteksi dan ditanggulangi . Pelihara juga jalinan komunikasi dengan Sang Khalik karena anak adalah amanah langsung dariNya dan  tidak mungkin melaksanakan tanggung jawab tersebut tanpa pertolonganNYA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H