Mohon tunggu...
Humaniora

Ayah dr. Rica Bersyukur Anaknya Ditemukan

12 Januari 2016   16:30 Diperbarui: 12 Januari 2016   16:41 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Foto: Nurfahmi Budi Prasetyo"][/caption]

Suhardiyanto (59), ayah kandung Rica Tri Handayani, dokter asal Lampung Tengah yang hilang di Jogja bersyukur atas ditemukannya kembali anak dan cucunya. Ia juga menyampaikan terimakasih kepada Anggota DPR RI H. KRH. Henry Yosodiningat, SH dan Polda DIY serta Bareskrim Polri atas usaha pencariannya selama ini.

Warga Kampung Sari Bakti, Seputih Banyak, Kabupaten Lampung Tengah itu bersama istrinya Artinawati (54), aktif mencari informasi dan meminta bantuan berbagai pihak sejak anak dan cucunya Zafran Alif Wicaksono (6 bulan) dinyatakan hilang pada tanggal 30 Desember 2015 di Jogjakarta. Sebagai warga Lampung Tengah, Suhardiyanto bersama kerabatnya berinisiatif melaporkan hilangnya dr. Rica ke Rumah Aspirasi Henry Yosodiningrat, Anggota DPR RI yang berasal dari Daerah Pemilihan Lampung II yang salah satunya meliputi wilayah Lampung Tengah.

Kebetulan Suhardiyanto beberapa kali sempat bertemu dengan Henry Yoso di sela kegiatan Reses Anggota DPR. Pengurus Lembaga Education Center (LEC) Paramarta, Lampung Tengah itu menganggap Henry Yoso adalah wakil rakyat yang peduli terhadap konstituennya dan memiliki jaringan yang luas di kalangan Kepolisian. Karena itu, Suhardiyanto bersama keluarga besarnya tentu menaruh harapan besar kepada Henry Yoso yang ternyata juga satu almamater dengan dr. Rica dan suaminya, yaitu dari Kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta. Bahkan, menurut pengakuan Henry Yoso, anak dari Hermansyah Dulaimi yang merupakan adik kandungnya, juga satu angkatan dengan dr. Rica dan suami di Fakultas Kedokteran UII.

Diketahui, pada hari Kamis 7 Januari 2016, atau sekira 8 hari hilangnya dr. Rica bersama anaknya, Suhardiyanto bersama istri menyambangi kediaman Henry Yoso di bilangan Pondok Labu, Jakarta Selatan. Ia dan istri, setelah melalui penerbangan pagi dari Jogjakarta, langsung menuju rumah Henry Yoso untuk menceritakan kronologis hilangnya dr.Rica dan cucunya.

Setelah beberapa jam bercengkrama, Henry mengajak orang tua dr. Rica ke Bareskrim Polri dan bertemu dengan Direktur Tindak Pidana Umum, Brigjen Pol Carlo Tewu. Sebelum bertemu Brigjen Carlo Tewu, Henry berpapasan dengan Kabareskrim Polri, Komjen Anang Iskandar di depan lobi Bareskrim Polri.

Dalam pertemuan dengan Brigjen Pol Carlo Tewu, Henry meminta keseriusan Polri dalam mencari dr. Rica dan anaknya, mengingat kejadian hilangnya sudah memasuki hari kedelapan saat itu. Dikatakan Henry, Amerika Serikat saja mengerahkan segenap upaya dan kemampuannya dalam mencari satu orang warga negaranya yang hilang. Untuk itu, ia berharap hal yang sama dilakukan aparat penegak hukum di negara kita.

Setelah pertemuan dengan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Henry diminta untuk mengirim surat resmi agar pihaknya bisa bergerak sesuai prosedur, mengingat kasus ini masuk pada wilayah kewenangan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (POLDA DIY). Tak lama, di hari yang sama, Henry langsung berkirim surat ke Mabes Polri dan ditujukan ke KAPOLRI Jenderal Badrodin Haiti, perihal Mohon Kesungguhan dalam Mencari seorang Warga Negara Indonesia bernama dr. Rica Tri Handayani dan bayinya berusia 6 bulan yang hilang sejak tanggal 30 Desember 2015, dan hingga tanggal 7 Januari 2016 belum diketemukan.

“Orang tua kandung (ayah dan ibu) dr. Rica Tri Handayani, warga Kampung Sari Bakti, Seputih Banyak, Kab. Lampung Tengah, telah datang menemui saya sebagai WAKIL RAKYAT di DPR RI dari Daerah Pemilihan Lampung II, yang pada pokoknya mengharapkan bantuan saya untuk meminta perhatian yang sungguh-sungguh dari Kepolisian Negara RI agar dengan penuh kesungguhan disertau segenap kemampuan  untuk mencari dan menemukan anak dan cucunya tersebut,” tulis Henry Yoso dalam suratnya kepada Kapolri yang tembusannya disampaikan kepada Kabareskrim Polri dan Direktur Pidana Umum Bareskrim Polri.

Bareskrim dan Mabes Polri pun langsung bergerak cepat keesokan harinya. Bantuan peralatan canggih dan personil aparat dikerahkan membantu Polda DIY untuk mencari keberadaan dr. Rica dan anaknya.

Ditemukan di Pangkalan Bun

Diketahui,seperti yang diberitakan tempo.co, pada Senin, 11 Januari 2016, dokter asal Lampung itu ditemukan polisi di bandar udara Iskandar Pangkalan Bun Kalimantan Tengah. Dokter cantik berkerudung  itu diduga ikut eksodus Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar. Mereka dibawa Eko Purnomo, 30 tahun, dan Veni Ori Nanda, 27 tahun. Dua orang ini, menurut Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta Brigadir Jenderal Erwin Triwanto, dinyatakan sebagai calon tersangka. "Dua calon tersangka sebagai perekrut," kata Erwin Triwanto, Senin, (11/1/2016).

Eko dan Veni inilah yang membawa dokter Rica dan anaknya saat meninggalkan Yogyakarta pada 30 Desember 2015. Keduanya adalah pasangan suami-istri. Veni merupakan sepupu dokter Rica. Polisi masih menyatakan pasangan suami-istri itu sebagai calon tersangka karena masih dalam penyelidikan. Dari keterangan polisi, keduanya masih irit bicara. Saat ditanya soal organisasi itu, mereka menjawab dengan jawaban ngalor ngidul. 

Penetapan calon tersangka ini berawal dari kecurigaan Aditya Akbar Wicaksono, suami dokter Rica Tri Handayani. Aditya melaporkan Eko dan Veni ke polisi pada 5 Januari 2016. Aditya merasa ada yang tak beres dengan perilaku istrinya sejak dijemput oleh Eko dan Veni dengan mobil Avanza Veloz Putih AB-1711 di rumah Arif Rachman Hakim dan Cicih Wahyu, kakak ipar dokter Rica, di Karangsari, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, pada 30 Desember 2015 pukul 10.30. Dokter Rica pamit kepada Suyanti, pembantu di rumah Arif, dan mengatakan ia akan ke rumah suaminya, tapi tak ada kabar setelah itu. 

Suyanti melihat dokter Rica pergi. Saat itu, menurut Suyanti, kedua majikannya sedang bekerja hingga malam hari. Di rumah kerabatnya itu, dokter Rica meninggalkan surat berisi pesan kepada keluarganya. Ia ingin berjuang di jalan Allah karena melihat situasi saat ini bahwa penganut agama Islam sudah melenceng secara akidah. Aditya, yang masih menempuh studi dokter spesialis ortopedi dan sehari-hari ada di Rumah Sakit Umum Sardjito Yogyakarta, lalu melaporkan Eko dan Veni ke polisi. Polisi lalu menelusuri jejak mereka. 

Dokter Rica memang sudah ditemukan. Namun aparat penegak hukum dan pemerintah masih dihadapkan oleh pekerjaan rumah yang tidak mudah: memberangus gerakan radikal hingga ke akar-akarnya. Karena kejadian orang hilang secara misterius dan menjamurnya organisasi radikal tak bisa dianggap sepele. Ia bisa merekrut siapa saja, tak mengenal status sosial, maupun latar pendidikan. Seorang dokter yang kita anggap berpendidikan saja bisa menjadi korban perekrutan, apalagi orang awam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun