Mohon tunggu...
Yadi Mulyadi
Yadi Mulyadi Mohon Tunggu... Dosen - Arkeolog

Arkeolog dari Bandung tinggal di Makassar dan mengajar di Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harta Karun, BMKT, dan Warisan Budaya Bawah Air

18 Maret 2021   13:18 Diperbarui: 18 Maret 2021   14:28 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Artinya kegiatan yang terkait dengan pencarian "harta karun" ini harus sesuai dengan prosedur pelestarian cagar budaya. Dilakukan melalui penelitian, untuk memastikan nilai penting ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaannya dapat dikaji, sehingga dapat ditentukan model pemanfaatan dan pengelolaannya yang tepat sesuai dengan amanah undang-undang cagar budaya. Jika hasil penelitian itu semakin memperkuat bahwa itu masuk dalam katagori cagar budaya, tentu "harta karun bawah laut" itu tidak boleh menjadi milik asing. Namun hal ini bukan berarti menutup peluang pemanfaatannya yang berdampak pada ekonomi. 

Pemanfaatan BMKT atau benda dan situs cagar budaya bawah air jika dilakukan sesuai dengan prinsip dan kaidah pelestarian cagar budaya tetap akan dapat memberikan manfaat ekonomi. Misalnya dimanfaatkan sebagai destinasi wisata minat khusus yang dikemas sedemikian rupa pasti akan menarik wisatawan untuk datang berkunjung, dan ekonomi pun akan bergerak secara berkelanjutan.

Satu hal yang pasti, ketika potensi Warisan Budaya Bawah laut, khususnya situs-situs kapal karam beserta muatannya selalu dipersepsikan sebagai Harta Karun maka akan berdampak pada hilangnya nilai pengetahuan yang sebenarnya tidak ternilai dengan uang. Kita harus dapat belajar dari peristiwa yang lampau terkait hal ini, yaitu pengangkatan yang dilakukan Michael Hacther si pemburu harta karun di situs kapal karam di Perairan Riau. Hasil pengangkatannya yang kemudian oleh Hatcher dilelang pada 1986, menjadikan kita tidak memiliki kesempatan untuk memahami nilai sejarah dari muatan kapal karam tersebut. Padahal itu dapat memberikan kontribusi pada penguatan identitas kita sebagai bangsa maritim.

Indonesia negara maritim besar tidak selayaknya menggantungkan pendapatan ekonomi praktis dari warisan budaya yang bernilai sejarah sejarah, termasuk BMKT. Pemerintah harus konsinten dan berkomitmen untuk menerapkan peraturan perundangan cagar budaya agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati dirinya. Upaya pelestarian pada warisan budaya bawah air merupakan kewajiban pemerintah dan kita bersama. Pengelolaan yang berwawasan pelestarian pada benda berharga asal muatan kapal tenggelam dapat memberikan kontribusi positif bagi proses pengusulan jalur rempah sebagai warisan dunia yang saat ini sementara diperjuangkan oleh pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun