Sayangnya Jokowi bukan Arkeolog, terlintas begitu saja pada saat muncul gagasan untuk menulis tentang fenomena pelestarian cagar budaya di Indonesia. Jadi apa yang saya tuliskan disini bukan tentang sosok Jokowi tapi mengenai cagar budaya, lalu apa hubungannya dengan judul "Sayangnya Jokowi bukan Arkeolog" ? silakan simpulkan setelah membaca tulisan ini.Â
Pada dasarnya, kegiatan pelestarian termasuk pelestarian cagar budaya merupakan suatu proses budaya yang hampir selalu dilakukan oleh manusia, baik secara pribadi maupun sebagai anggota komunitas tertentu. Upaya pelestarian ini muncul karena dorongan manusia untuk mempertahankan milik atau unsur budaya yang dianggap masih memiliki nilai tertentu dalam kehidupan.
Karena itu, pada hakekatnya pelestarian adalah upaya agar suatu karya budaya (baik itu berupa gagasan, tindakan atau perilaku, maupun budaya bendawi) agar berada dalam sistem budaya yang masih berlaku. Seringkali, karya budaya yang hendak dilestarikan pernah terbuang atau ditinggalkan, tetapi kemudian ditemukan kembali.
Selanjutnya, karena nilai-nilai karya budaya itu dianggap penting maka karya budaya itu dimasukkan kembali dalam sistem budaya yang berlaku saat ini. Proses pelestarian karya budaya yang pernah hilang atau hampir hilang untuk dimanfaatkan kembali oleh masyarakat dalam konteks budaya saat ini seringkali disebut sebagai revitalisasi.
Misalnya, candi atau benteng yang sudah ditinggalkan, kemudian digali kembali sebagai benda tinggalan sejarah yang mempunyai nilai penting untuk membangkitkan semangat dan kebanggaan masyarakat masa kini, atau juga sebagai tujuan wisata. Dengan demikian, pelestarian pada dasarnya tidak bersifat statis, tetapi dinamis.Â
Pada dasarnya, kegiatan pelestarian harus memberi peluang pada perubahan secara terkendali. Selain itu, ada kesan bahwa pelestarian selalu dipandang sebagai usaha untuk mempertahankan keberadaan wujud benda budaya-nya saja.
Padahal, sesungguhnya upaya pelestarian yang tidak kalah penting justru adalah melestarikan nilai-nilai yang terkandung dibalik benda-benda itu. Karena nilai-nilai penting tinggalan bendawi itu tidak disajikan dengan baik, maka seringkali banyak pihak tidak menghargai tinggalan yang tampaknya "tidak berharga".
Ada beberapa pemahaman dan pengertian mengenai konservasi (conservation), adalah tindakan untuk memelihara sebanyak mungkin secara utuh dari bangunan bersejarah yang ada, salah satunya dengan cara perbaikan tradisional, dengan sambungan baja, dan atau dengan bahan-bahan sintetis.
Pendapat lain mengenai konservasi: adalah, upaya untuk melestarikan bangunan, mengefisienkan penggunaan dan mengatur arah perkembangan di masa mendatang. Dari Piagam Burra, pengertian konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dan dapat pula mencakup: preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi.Â
Pelestarian seringkali menimbulkan masalah karena adanya pandangan yang mempertentangkan antara pelestarian dan pembangunan. Seakan-akan, pelestarian selalu menghambat dan menghalangi pembangunan atau pengembangan suatu area yang mengandung tinggalan sejarah dan purbakala, atau cagar budaya pada umumnya.
Sesungguhnya proses pelestarian dan pembangunan harus dapat berjalan searah dan bahkan dapat saling mendukung. Situasi sinergis ini akan terjadi apabila perencanaan pelestarian dan pengembangan di area yang mengandung cagar budaya dapat dilakukan secara terpadu dan terkoordinasikan. Bahkan, pembangunan dan pengembangan area dapat menjadi faktor pendukung penyajian dan pelestarian nilai-nilai penting dari cagar budaya yang ada di sekitarnya.