Mohon tunggu...
Rumah Suluh
Rumah Suluh Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Inisiatif inovasi membuat demokrasi jadi kebiasaan hidup warga, produktif, inklusif dan bermakna

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalisme Desa

20 Juni 2015   10:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:43 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kita menyorongkan konsepsi jurnalisme desa, tentu hal ini bukan lantaran suatu jenis kelatahan dalam penyebutan, melainkan suatu kebutuhan. Sebagai suatu istilah, jurnalisme desa, tentu tidak memuat segi-segi yang baru. Apa yang berbeda dan terasa mendesak untuk dimajukan adalah soal substansi, soal perspektif, dan soal bagaimana menempatkan desa (dan seluruh dinamika yang ada didalamnya), dalam kerja-kerja jurnalistik.

Apa yang ada didalam benak kita ketika kata desa muncul, baik dalam tulisan atau dalam pembahasan-pembahasan, atau sekedar dalam obrolan santai? Kita masih ingat ungkapan ndeso, yang bernada nyinyir, atau mencemooh. Mereka yang diberi lebel ndeso, adalah pihak yang dipandang terbelakang, bodoh dan sejenisnya. Kenyataan ini sekedar memberikan gambar awal, bahwa desa (dan atau dengan nama lain), bukanlah arena yang diperlakukan secara “adil”. Apakah ini sekedar suatu kesan, atau sebuah proses yang sesungguhnya merepresentasikan kerja-kerja konstruksi untuk suatu kepentingan tertentu?

Apa yang belum kita lihat adalah suatu cara pandang yang menempatkan desa, dan seluruh dinamika yang ada didalamnya sebagai subyek penting. Terbitnya UU Desa (2014), yang didalamnya memuat pandangan-pandangan baru yang penting. Dalam bagian menimbang dari UU dikatakan: (a) bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan (b) bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Pada bagian lain dikatakan bahwa pengaturan desa (ps. 3) berasaskan: rekognisi; subsidiaritas; keberagaman; kebersamaan; kegotongroyongan; kekeluargaan; musyawarah; demokrasi; kemandirian; partisipasi; kesetaraan; pemberdayaan; dan keberlanjutan. Adapun tujuannya (ps. 4) adalah: (a) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; (c) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; (d) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; (e) membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; (f) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; (g) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; (h) memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan (i) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Berbagai segi pengaturan dan tujuan pengaturan tersebut, memperlihatkan dengan sangat jelas bahwa suatu cara pandang baru, cara pandang yang menempatkan desa sebagai subyek, cara pandang yang menempatkan desa sebagai bagian dari actor strategis, baik dalam kerangka mengorganisasi kehidupan mereka sendiri, maupun dalam kerangka ikut menjalankan misi negara, dalam rangka mewujudkan apa yang menjadi cita-cita proklamasi kemerdekaan. Apa yang hendak dikatakan di sini, bahwa sejak kini dan ke depan, dibutuhkan tidak saja cara pandang baru (yang dalam hal ini telah dimulai secara legal oleh kebijakan desa, UU Desa), namun juga praktek-praktek kongkrit, baik dalam konteks kerja-kerja kepembangunan di tingkat desa, maupun dalam konteks kerja-kerja jurnalistik.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pers, memiliki peran, antara lain: (a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; (b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; (d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Peran ini, jika kita kaitan dengan kebutuhan untuk menggerakkan pembangunan desa secara lebih adil, dengan menempatkan warga desa sebagai subyek, maka setidak-tidaknya ada tiga hal yang penting untuk menjadi perhatian, yakni perihal kepemerintahan desa, gerak membangun, dan upaya-upaya memperkuat partisipasi masyarakat.

Dari segi kepemerintahan, berarti membuka ruang akses yang luas kepada masyarakat, untuk dapat mengetahui secara persis apa yang sedang dikerjakan oleh pemerintah desa, dan mengetahui mengapa hal tersebut dilakukan, apa tujuan dan bagaimana operasionalisasinya. Pengetahuan yang utuh dari masyarakat tentu akan punya dampak yang berbeda, mengingat jarak geografi yang dekat, sehingga kehadiran fisik masyarakat atau warga desa, sangat dimungkinkan. Oleh sebab itulah, yang dibutuhkan adalah suatu informasi yang berkualitas, agar informasi menjadi pendorong kerja-kerja konstruktif, bukan pendorong konflik yang tidak perlu. Dengan kemajuan di bidang informasi dan komunikasi, tentu saja akan semakin terbuka ruang kesempatan warga, dan oleh sebab itu pula, pemerintah desa, perlu mendapatkan sokongan yang dibutuhkan, terutama untuk senantiasa bekerja berdasarkan mandate, aturan dan nilai-nilai keutamaan.

Dari segi pembangunan, berarti bahwa masyarakat atau warga desa, mendapatkan informasi yang memadai mengenai berbagai gerak langkah pembangunan desa, termasuk kebijakan mengenai bagaimana sumber-sumber ekonomi desa didistribusikan, atau digunakan untuk keperluan kegiatan ekonomi. Investasi yang masuk di desa, harus dilihat dari sudut pandang yang adil, baik dalam kerangka menggerakkan ekonomi desa, namun juga dari sudut menjaga lingkungan desa, agar tetap sehat dan nyaman, serta tetap berkemampuan dalam menyangga kebutuhan desa. Pembangunan infrastruktur, harus dilihat sebagai suatu langkah yang kompleks, dan oleh sebab itu, selain langkah-langkah kesegeraannya, juga perlu diperhatikan dampak-dampak ke depan, yang sejak kini perlu mendapatkan perhatian. Pada intinya adalah bahwa warga desa harus dapat melihat dengan sejelas-jelasnya, ke arah mana gerak pembangunan berpihak, dan di sisi yang lain, warga desa mendapatkan pengetahuan yang memadai, mengenai apa yang harus mereka lakukan, untuk bersama-sama membangun demi kesejahteraan bersama.

Dari segi pemberdayaan dan upaya-upaya memperkuat partisipasi warga desa, berarti bahwa warga desa dapat mengakses informasi, baik menyangkut segi-segi yang paling mungkin dilakukan, maupun dalam kerangka mengakses pengetahuan yang diproduksi oleh desa sendiri. Apa yang hendak kita katakan bahwa desa perlu mendapatkan ruang yang memadai, untuk juga menjadi bagian dari pergerakan memproduksi pengetahuan. Kehidupan desa yang kaya dan kompleks, tentu memuat berbagai jenis prakarsa dan penemuan-penemuan. Ruang bagi warga desa untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan harus dibuka seluas mungkin, sedemikian rupa sehingga berkembang berbagai jenis kreatifitas dan inovasi. Kita percaya bahwa dari desa akan banyak dihasilkan pengetahuan-pengetahuan baru, yang bukan saja dapat diandalkan, namun juga memuat kebijakan-kebijakan, yang bersumber pada kearifan lokal.

Ketiga segi tersebut, tentu hanya sebagian dari arena dan atau segi-segi yang harus menjadi perhatian, di dalam kita memperkembangkan jurnalisme desa. Tentu saja kita berharap agar konsep jurnalisme desa diperkembangkan, dan pada gilirannya menjadi “bidang baru”, dalam kerja-kerja jurnalistik. Sebagai suatu “bidang baru”, tentu perlu dikembangkan mata keahlian khusus, di luar berbagai teknik yang selama ini telah menjadi standar baku keahlian jurnalistik. Bagaimana memungkinkan hal ini? Undangan kita sampaikan kepada para pekerja media, dan semua pihak yang memiliki kepedulian dan komitmen memperkuat desa, dalam membangun jalan sejarahnya. (deje)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun