Mohon tunggu...
Ruly Riantrisnanto
Ruly Riantrisnanto Mohon Tunggu... lainnya -

Saya lahir di Jakarta. Besar dan bersekolah dari SD hingga SMU di Bekasi. Sempat mengenyam pendidikan akademik Diploma Bahasa Asing di salah satu kampus negeri di kota Yogyakarta dari 2003 hingga tamat (2007). Selama di Yogyakarta sempat berkutat di Komunitas hobi dan minat musik Jepang. Sempat bekerja sebagai staff kecil-kecilan selama beberapa bulan. Tahun 2008 kembali ke Bekasi dan sempat melanjutkan studi di salah satu kampus STBA di Bekasi dari 2009-2010. Pengalaman berkarir dalam hal perkantoran sempat menjadi karyawan di salah satu perusahaan garmen di daerah kawasan industri di Cilincing dari 2011-2012. Keinginan saat ini sedang ingin memperdalam seni dan dunia tulis-menulis supaya karya yang tersimpan di kepala maupun manuskrip kasar di atas kertas bisa tersaji dengan baik dan bisa diketahui orang banyak. Selain itu punya minat juga di dalam dunia perfilman sebagai penulis skenario atau screen-writer. Menjadi kritikus di bidang entertainment juga menjadi cita-cita sejak sekolah.\r\n\r\nSaya putra dari salah satu pensiunan Pegawai BUMN. Saya juga Cucu dari Alm. Sukirman Singodiwiryo, salah satu bekas Ketua PNI Bekasi yang juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD pada zaman Orde Lama. Pakde saya ada yang merupakan salah satu mahasiswa yang pernah dikirim ke Rumania pada zaman Orde Lama. Sekarang beliau menjadi pensiunan ahli perminyakan di Eropa Barat-Timur, terutama di Perancis-Rumania.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tips Awal Sebelum Membuat Film Bertema Fiksi Ilmiah

5 Desember 2012   10:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:09 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Belakangan film-film di tanah air kita sudah berubah arah menjadi film bertema pesan moral yang sarat dengan unsur sosial dan budaya. Menurut saya, hal tersebut sangatlah positif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang kebanyakan mengangkat hal-hal mistik campur erotik dengan pesan dan cerita yang lemah.

Namun hingga kini, tema fiksi ilmiah masih diabaikan oleh para sineas. Entah tak peduli atau karena takut dikritisi.

Membuat film fiksi ilmiah pun tidak boleh sembarangan. Banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan agar filmnya bisa menjadi sebuah masterpiece.

Berikut tips yang saat ini ada di benak saya:

1. Perbanyak referensi film.
Ada baiknya para sineas meluangkan waktunya untuk menonton film-film fiksi ilmiah yang berkualitas. Cara menyeleksinya cukup mudah. Cari saja film-film yang ratingnya bagus seperti di Rotten Tomatoes atau Metacritics, atau yang pernah dapat penghargaan di Saturn Awards misalnya.

2. Carilah tema yang simpel dari sebuah objek benda atau makhluk.
Film yang bagus selalu menyajikan sebuah objek benda atau makhluk yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah cerita fiksi. Contoh, cincin di The Lord of The Rings (bukan film ilmiah, tapi saya jadikan contoh saja), bola kecil di Minority Report, Kubus di The Avengers, dsb.

3. Luangkan waktu untuk berkonsultasi dengan ahli fisika, kimia, dsb.
Ini mungkin adalah tahap yang cukup rumit. Dari yang pernah saya baca, beberapa sineas di sana malah selalu menyewa ahli-ahli di bidang tertentu yang berkaitan dengan tema utama film. Contoh di luar misalnya, ada ahli fisika yang khusus disewa untuk dijadikan konsultan film Iron Man.

4. Hindari membuat konsep cerita yang terlalu spektakuler.
Sudah menonton semua film Transformers? Menurut saya konsep cerita di film-filmnya itu terlampau spektakuler. Meskipun harus diakui banyak adegan yang seru dengan efek yang luar biasa, namun harus diakui juga kalau semua film Transformers anjlok dalam hal penataan cerita. Banyak adegan, akting dan beberapa pergerakan cerita menjadi tak sesuai akibat terlalu hebohnya konsep cerita yang ditawarkan. Justru kesederhanaan konsep cerita yang ada di film seperti Iron Man pertama, Jurassic Park pertama, The Avengers atau bahkan Star Wars IV bisa cocok dengan akting, aksi, efek, dsb sehingga pergerakan cerita pun menjadi luar biasa.

5. Jangan lupa memasukkan pesan moral yang berkaitan dengan inti cerita di bagian tengah atau akhir film.
Saya melihat beberapa film fiksi ilmiah yang agak biasa seperti A.I., Frequency atau Cloverfield selalu menyisipkan pesan di dalam filmnya yang justru membuat nilai plus terhadap film-film tersebut. Misalnya dalam film-film tersebut terdapat pesan tentang kebersamaan dengan keluarga, atau perjuangan dalam menyelamatkan orang yang disayangi, dsb.

Kira-kira begitulah tips dari saya. Kalau ada hal-hal yang kurang akurat atau tidak tepat mohon dimaklumi, karena saya bukan orang film. Semoga bisa menginspirasi. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun