Mohon tunggu...
Ruly Afidatu Nurhasanah
Ruly Afidatu Nurhasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN KHAS Jember

set yourself free

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hadits Tentang Etika Guru Terhadap Murid

28 November 2021   14:44 Diperbarui: 28 November 2021   15:14 9229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Etika dan Guru 

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethichos” berarti adat kebiasaan, disebut juga dengan moral, dari kata tunggal mos, dan bentuk jamaknya mores yang berarti kebiasaan, susila. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia etika berarti “ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban (moral)”. Etika sepadan dengan istilah adab, moral ataupun akhlak. Namun secara substantive, sebenarnya apa yang disebut dengan etika, moral, akhlak dan adab mempunyai arti dan makna yang sama, yaitu sebagai jiwa (ruh) suatu tindakan, dengan tindakan itu perbuatan akan dinilai.

Adapun hal yang membedakan antara etika, moral, akhlak dan adab, yaitu terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan akal pikiran, moral berdasarkan kebiasaan umum yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak dan adab ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk adalah Al-Qu’an dan Hadis.

Menurut KBBI istilah guru atau pendidik dalam bidang pendidikan “ guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar.”Dalam pengertian yang sederhana, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan “guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dalam pandangan masyarakat, guru adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau di mushalla, di rumah dan sebagainya”.

Dari kedua uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian guru atau pendidik adalah seseorang yang menyampaikan ilmu atau pengetahuan kepada seorang murid seperti yang diketahui sebagian orang, adapun tugas guru adalah  menambah kecerdasan anak, mengembangkan akhlak mereka. Dan selanjutnya dapat diketahui dimaksud dengan etika guru adalah segala suatu yang berkaitan dengan norma, perilaku, perbuatan, kepribadian guru, baik dalam praktek kegiatan belajar mengajar maupun di lingkungan masyarakatnya. Karena etika faktor terpentig yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dan etika inilah yang menentukan kualitas seseorang.

Etika Guru dalam Hadits Rasulullah SAW

Dalam pandangan Islam, untuk menjadikan guru yang profesional, dapat mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW karena beliau satu-satunya guru yang berhasil dalam rentang waktu yang cukup singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan kepada guru/pendidik yang dengan yang ideal (Rasulullah SAW). Keberhasilan Nabi SAW sebagai pendidik di dahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul.

Berbicara mengenai etika guru, Rasulullah Saw telah memberikan tuntunan dalam haditsnya tentang etika guru terhadap murid sebagai berikut : 

1. Adil 

Seorang guru harus mempunyai sikap yang adil, agar tidak terjadi kecemburuan sosial terhadap sesama murid. Rasulullah bersabda :     

فَا تَقُوا اللَّه وَاعْدِلُوْ بَيْنَ أَوْلآ دِكُمْ

 “Bertakwalah kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” (HR Bukhari).

Hadis di atas memberikan petunjuk kepada setiap pendidik untuk berlaku adil. Bersikap adil merupakan kewajiban seorang guru demi kelancaran proses pembelajaran dan merupakan hak murid unruk memperoleh keadilan. Diriwayatkan dari Mujahid, ia berkata bahwa jika pengajar tidak bersikap adil terhadap peserta didiknya maka ia dicatat sebagai orang zhalim. Selain itu, diriwayatkan pula dari Al-Hasan Al-Bashri, ia berkata, jika pengajar diberikan gaji lalu tidak bersikap adil di antara mereka yakni para siswa maka ia dicatat sebagai orang yang zhalim. Karena Nabi Muhammad saw bersabda, “berbuatlah adil di antara anak-anakmu dalam hal pemberian.”

2. Lemah Lembut 

Adapun hadis utama yang digunakan sebagai dalil lemah lembut termasuk dalam guru terhadap murid adalah:

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَيْهِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ

Dari Al Hasan dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan. Dia memberi pada kelembutan yang tidak diberikan pada kekerasan." (HR. Abu Daud No. 4173).

Guru harus menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindakan kekerasan fisik diluar batas kaidah pendidikan.

Dengan sifat lemah lembut akan terpancar aura keikhlasan pendidik dalam menyampaikan materi.  Dan dengan sifat lemah lembut seorang guru akan melahirkan simpati dari murid-muridnya. Pentingnya metode lemah lembut yang diterapkan dalam dunia pendidikan karena apa yang disampaikan guru dapat membentuk kepribadian murid. 

Mendidik tidak cukup hanya bersabar, ketegasan sikap dan tindakan dalam mendidik sangat berpengaruh terhadap murid. Sikap tegas perlu dimiliki oleh seorang guru, hal ini mendorong agar murid disiplin. Ketegasan tidak sama dengan kekerasan. Tegas artinya sikap dan tindakan yang menerapkan disiplin, dalam hal ini ketegasan haruslah diterapkan secara proposional. Idealnya mendidik harus sesuai dengan cara yang Rasulullah SAW contohkan yaitu menerapkan pola asuh dengan penuh cinta dan kasih sayang, sekaligus bersikap dan bertindak tegas.

Oleh karena itu, maka seorang pendidik hendaknya bersikap tegas kepada peserta didik bukan dalam artian memarahi mereka, kecuali marah itu memang perlu untuk dilakukan. Guru yang baik adalah guru yang mendorong peserta didiknya untuk berperilaku baik dan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat, sementara guru pemarah hanya akan mengarahkan muridnya melakukan penyimpangan dalam perilakunya. Dengan demikian dapat disimpulkan jika seorang guru marah, hal tersebut tidak hanya akan memberikan dampak negatif bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi muridnya. 

3. Memudahkan dan tidak mempersulit 

Berikut adalah hadits mengenai memudahkan dan tidak mempersulit yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitabnya haditsnya :

عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَسَكِّنُوا وَلَا تُنَفِّرُوا

Dari Abu At Tayah dia berkata; aku mendengar Anas bin Malik berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Permudahlah oleh kalian dan jangan mempersulit, buatlah hati mereka tenang dan jangan menakut-nakuti." (HR. Muslim No.3264)

Adapun memudahkan yang dimaksud dalam penjelasan ini juga dapat diartikan sebagai memudahkan peserta didik dalam memahami ilmu yang disampaikan oleh pendidik, salah satu cara yang memungkinkan untuk dilakukan adalah menjadikan suasana belajar menyenangkan. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki kemampuan dalam menyampaikan, menggunakan media, menguasai kelas, dan lain-lain.

Satu prinsip metode pendidikan Islam adalah prinsip memudahkan. Artinya metode apapun yang digunakan oleh guru untuk mentransformasikan bahan ajar hendaklah metode tersebut memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menghayati dan mengamalkan ilmu pengetahuan, keterampilan sekaligus mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut. Rasulullah SAW juga dengan tegas melarang melakukan suatu tindakan yang membuat orang lain (peserta didik) merasa susah atau mengalami kesulitan. Bahkan diisyaratkan pula pentingnya menggembirakan peserta didik dalam belajar dan menuntut ilmu.

Daftar Pustaka 

Aisah. 2016. “Etika Pendidik dan Peserta Didik Menurut Al-Khatib Al-Bagdadi dalam Kitabnya Al-Jami’ Li Akhlak al-Rawi wa Adab al-Sami’. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 97

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

008),Cet. 4, h. 383

Jamaluddin (pen.)., 2013. Begini Seharusnya Menjadi Guru: Panduan Lengkap Metodologi Pengajaran Cara Rasulullah saw. Jakarta: Darul Haq.

Mujahid, Pengembangan Profesi Guru (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 42.

Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka cipta, 2000), h. 31. 17 Asep umar F

Sarjana dan Khayati, Nur. “Pengaruh Etika, Perilaku, dan Kepribadian terhadap Integritas Guru,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, No. 3, Desember 2016

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, (Jakarta:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun