Mohon tunggu...
Money

Pandangan Hukum Islam Terhadap Perdagangan Obligasi Dalam Arus Pasar Modal (khususnya Pasar Modal Syariah)

2 Juli 2015   07:16 Diperbarui: 2 Juli 2015   07:16 4114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Peningkatan pembangunan bidang ekonomi nasional dan meningkatnya hubungan ekonomi antara negara yang satu dengan negara yang lain, menunjukkan adanya satu rangkaian kegiatan di bidang ekonomi dengan seperangkat pengaturan hukum. Meningkatnya arus perdagangan bidang ekonomi berbanding lurus dengan perkembangan dunia pasar modal.

      Kontribusi pasar modal bagi pemerintah dan negara sangat penting dimana dana masyarakat dapat digerakkan nelalui pasar modal. Kegiatan ini dapat membantu pemerintah dalam mendapatkan dana untuk keperluan negara dan rakyat. Bukan hanya itu, melalui perluasan usaha berarti ada penambahan tenaga kerja, kenaikan jumlah produk, keseluruhannya dapat membantu dalam hal pemberian pemasukan negara. Dalam perencanaan pembangunan, suatu negara membutuhkan investasi yang didasarkan ke atas perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi.

      Aplikasi pasar modal yang ada sejatinya menimbulkan perbedaan pendapat bagi para pakar ekonomi Islam. Ada pakar ekonomi yang menyatakan bahwa keberadaan pasar modal memang dibutuhkan, akan tetapi di sisi lain ada pihak yang menyatakan bahwa pasar modal tidak diperbolehkan dalam Islam karena ada beberapa bentuk perdagangan yang dilarang dalam Islam.

Pasar modal syariah yang ada di Indonesia tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal yang juga berlaku bagi Pasar Modal Konvensional. Dalam paper ini akan dibahas lebih lanjut tentang pandangan Islam terhadap perdagangan obligasi dalam praktek Pasar Modal Syariah

 

Investasi Obligasi dan Prinsip-Prinsip Obligasi Syariah

      Dalam Pasar Modal Indonesia, terdapat dua jenis effek yaitu obligasi dan saham yang keduanya boleh dipasarkan hanya di gedung bursa. Effek diterbitkan oleh emiten-emiten yang telah memenuhi persyaratan untuk go public. Dalam jual beli effek yang berupa obligasi dan saham, terdapat alternatif yaitu apakah akan membeli obligasi atau saham dengan tujuan untuk mendapatkan laba investasi atau untuk menjual kembali agar mendapatkan laba jual beli.          

      Obligasi[1] merupakan suatu hutang jagka panjang yang diterbitkan dengan nilai nominal. Obligasi (bond) merupakan sertifikat yang memberikan bunga tetap, diterbitkan oleh perusahaan pemerintah atau swasta dan kalangan bisnis dengan janji untuk membayar sejumlah uang kepada investor yang telah ditetapkan pada waktu tertentu dan merupakan suatu cara yang biasa dipergunakan untuk menambah modal. Obligasi termasuk dalam kelompok berpendapatan tetap karena jenis pendapatan keuntungan yang diberikan kepada investor obligasi didasarkan apda tingkat suku bunga yang telah ditentukan sebelumnya menurut perhitungan tertentu. Tingkat pendapatan tersebut dapat berupa tingkat suku bunga tetap atau suku bunga mengambang.[2]

      Obligasi syariah bukanlah merupakan utang berbunga tetap seperti yang terdapat dalam obligasi konvensional, tetapi lebih emrupakan penyerta dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil.[3] Perbedaan obligasi konvensional dengan obligasi syariah yaitu :[4]

 

Keterangan

Obligasi Syariah

Obligasi Konvensional

Harga Penawaran

100 %

100 %

Jatuh Tempo

5 tahun

 

Pokok obligasi saat jatuh tempo

100 %

100 %

Pendapatan

Bagi Hasil

Bunga

Return

15,5 – 16 % indikatif

15,5 – 16 %

Rating

A4+

A4+

 

      Akan tetapi obligasi syariah lebih kompetitif dibandingkan dengan obligasi konvensional, sebab :

  1. kemungkinan perolehan dari bagi ahsil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional;
  2. obligasi syariah aman karena untuk mendanai proyek prospektif;
  3. bila terjadi kerugian (di luar kontrol), investor tetap memperoleh aktiva;
  4. terobosan paradigma bukanlah lagi surat utang melainkan surat investasi

 

Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan emnggunakan prinsip mudarabah, musyarakah, ijarah, istisna’, salam dan murabahah. Dalam prakteknya, yang paling banyak digunakan adalah obligasi dengan prinsip mudarabah dan ijarah.[5]

  1. Obligasi Mudarabah

      adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudarabah (akad kerja sama antara pemilik modal / shahibul maal / investor dengan pengelola / mudharib / emiten). Akad mudarabah pada dasarnya merupakan percampuran hubungan kerja sama antara pemilik usaha dengan pemilik harta, di mana pemilik harta hanya menyediakan dana secara penuh dalam kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik usaha mengelola harta secara penuh dan mandiri dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut. Mekanisme obligasi syariah mudarabah adalah sebagai berikut :

  1. Akad dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan;
  2. Ratio nisbah dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing). Namun Fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 menyatakan bahwa lebih maslahat adalah penggunaan revenue sharing;
  3. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkans ecara konstan, meningkat atau menurun dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak
  4. pendapatan bagi hasil merupakan jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karena itu harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah;
  5. pembagian hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, maupun bulanan);
  6. obligasi syariah memberikan indicative return tertentu karena besarnya pendapatan bagi hasil ditentukan oleh kinerja emiten.

Obligasi syariah jenis mudarabah ini menarik investor sebab jika emiten adalah perusahaan yang baik, maka imbal hasil yang diberikan akan lebih menarik dari obligasi konvensional.[6]

  1. Obligasi Ijarah

            adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian, dimana pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Dalam akad ijarah ini disertai perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Mekanisme obligasi ijarah dilakukan dengan :

  1. Investor dapat bertindak sebagai penyewa / musta’jir, emiten sebagai wakil investor dan property owner bertindak sebagai orang yang menyewakan / mu’jir;
  2. Setelah investor mendapatkan hak sewa maka ia menyewakan kembali kepada emiten dan diterbitkanlah surat berharga berjangka (obligasi syariah ijarah), di aman atas penerbitan tersebut emiten wajib membayar pendapatan kepada investor berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

 

Pandangan Islam Terhadap Perdagangan Obligasi

      Hutang atau dalam istilah bahasa arab lebih dikenal dengan al-dayn merupakan aktivitas muamalah yang dilakukan secara tidak tunai atau dalam sistem keuangans yariah dikenal dengan mudayanah atau tadayun. Istilah kata al-dayn dapat dilihat dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 282 dan 283 yang terkait erat dengan pembiayaan utang. Surat Al Baqarah (2) ayat 282 menganjurkan agar kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan cara berhutang yakni dengan cara menunjuk pihak ketiga untuk menjadi saksi penulisan yang dimana menjadi syarat yang telah disetujui, antara lain terhadap ketentuan barang yang dipinjam dan masa pembayaran yang ditetapkan pada saat akad berlangsung. Sedangkan Surat Al Baqarah (2) ayat 283 menegaskan bahwa orang yang diberi kepercayaan hendaklah menunaikan amanah yang diberikan dengan sikap jujur dan memenuhi persyaratan yang disetujui.

      Dasar persyaratan al-dayn berdasarkan Surat Al Baqarah (2) ayat 282 dan 283 meliputi 3 bentuk mudayanah  yang diperbolehkan, yaitu : mudayanah dengan menggunakan bukti-bukti tertulis dan saksi, mudayanah dengan barang jaminan dan mudayanah dengan dasar amanah.

      Dalam penawaran dan perdagangan suatu obligasi harus didahului dengan melihat bagaimana prospek perusahaan penerbit yang mensyaratkan prisip keterbukaan, kejujuran dan tranparansi. Setiap akad perdagangan terdapat celah yang membawa pada suatu pertentangan. Apabila barang yang dijual tidak diketahui (ada unsur penipuan) dapat menimbulkan permusuhan antara penjual dan pembeli. Oleh sebab itu cara seperti ini dilarang sebagai upaya untuk menutup pintu maksiat.[7]

      Melihat konteks pengalihan kepemilikian obligasi, pengalihannya dilakukan dengan cara obligasi atas nama (registered bonds) dan obligasi pembawa (bearer bonds) yaitu tidak dituliskan nama pemiliknya.[8] Penjelasan atas kedua obligasi tersebut yaitu[9] :

  1. Obligasi atas nama (registered bond)

      Pokok pinjaman, nama pemilik tercantum dari sertifikat dna kupon bunga dilekatkan padanya, sedangkan untuk bunga dan nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi. Nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan emiten untuk memudahkan pengiriman bunga dna pelunasan pokok obligasi. Cara menjual atau mengalihkan kepada pihak lain dilakukan melalui cessie, akan tetapi dalam praktek dialihkan melalui endosemen yang ditulis atau distempel di belakang sertifikat obligasi. Pemilik yang tercantum dalam endosemen terakhirlah yang berhak meminta pelunasan obligasi tersebut.

  1. Obligasi pembawa atau atas unjuk (bearer bonds)

      Obligasi pembawa atau atas unjuk (bearer bonds) ini memiliki beberapa karakteristik yaitu :

  1. Nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi
  2. Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan setiap waktu apabila bunga dibayarkan
  3. Sangat mudah untuk diperalihkan
  4. Bunga dan pokok obligasi dibayarkan hanya kepada orang yang dapat menunjukkan kupon bunga dan sertifikat obligasi
  5. Kupon bunga dan sertifikat obligasi yang rusak dapat dimintakan penggantinya
  6. Kupon bunga dna sertifikat obligasi yang hilang tidak dapat dimintakan penggantinya.

      Apabila pemegang obligasi akan menjual atau mengalihkan kepemilikan obligasi atas unjuk cukup dialihkan melalui penyerahan nyata atau peralihan dari tangan ke tangan.

      Dalam pengembangannya, obligasi syariah tidak terlepas dari berbagai macam kendala atau hambatan yang ada, diantaranya adalah :

  1. Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem yang digunakan;
  2. Masyarakat cenderung berfikir pragmatis dalam menyimpan dananya sehingga investor lebih memilih untuk menggunakan obligasi konvensional dibandingkan menggunakan obligasi syariah;
  3. Keberadaan obligasi syariah masih tergolong baru sehingga masih membutuhkan waktu untuk dapat dikenal dan diterima oleh masyarakat.

 

Obligasi yang terdapat di pasar modal Indonesia mengandung unsur bunga yang diberikan sebagai imbalan atas pinjaman bagi perusahaan. Sistem Islam dinyatakan tidak kondusif bagi transaksi perdagangan spekulatif atau pinjaman yang tidak berkaitan dengan proyek atau pembelian barang seperti yang terdapat dalam apsar modal konvensional. Perubahan pasar modal slam khususnya pada instrumen obligasi Islam, tidak hanya terdapat pada perubahan mekanisme atau produk yang digunakan dalam perantara keuangan saja tetapi juga terletak pada realisasi tujuan-tujuan dari sistem yang ada. Permasalahan yang membuat sistem keuangan Islam dipinggirkan (dimarginalkan) bukanlah terletak pada kekurangan produk, tetapi karena ketidakmampuan merefleksikan secara mendasar dan sehat, implementasi rasional dibalik itu dan menjadi benar-benar sehar secara persaingan, menguntungkan dan berkembang dengan baik.

Begitu besarnya keinginan para ekonom muslim untuk dapat mengadakan produk terutama obligasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Akan tetapi yang terjadi setelah obligasi menggunakan bentuk pembiayaan syariah, pelaksanaan dan peraturannya belumlah mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam hal ini obligasi dimunculkan hanya sekedar menggunakan pembiayaan syariah, belum 100 % diarahkan pada prinsip-prinsip syariah Islam secara keseluruhan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu solusi yang dapat diterima, diakui dan diterapkan berdasarkan prinsip syariah Islam agar kegiatan pasar modal syariah di Indonesia benar-benar dijalankan berdasarkan prinsip syariah Islam.

 

 

[1] Janet Low, Memahami Pasar Modal, Terjemahan Hasan Zein Mahmud, PT. Upaya Swadaya Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 24

[2] Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hlm. 2

[3] Heri, Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonosia, FH UII, Yogyakarta, 2007, hlm. 222

[4] Ibid, hlm. 225

[5] Dr. Muhammad Firdaus dkk, Konsep Dasar Obligasi Syariah, Renaisan, 2005, hlm. 29

[6] Sri Nurhayati Wasialh, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm. 327-328

[7] Yusuf al-Qaradawi, Halal dan Haram dalam Islam, Terjemahan Muaamal Amidi, Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 349-350

[8] Marzuki Usman, ABC Pasar Modal Indonesia, Institut Bankir Indonesia, 1994, hlm. 62

[9] Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 340

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun