Mohon tunggu...
Rully Tri Cahyono
Rully Tri Cahyono Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang terus belajar

Dosen teknik. Suka menulis. Tulisan-tulisan yang lain dapat dibaca di https://rullytricahyono.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Integritas Mohammad Hatta, 12 Agustus 1902 - 12 Agustus 2016

11 Agustus 2016   18:06 Diperbarui: 11 Agustus 2016   18:14 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cattery.co.id

Selain nasionalismenya yang tanpa batas, pelajaran terpenting dari Hatta adalah integritasnya yang tinggi. Tidak pernah ia bekerja untuk kepentingan pribadinya. Segala keputusannya adalah semata untuk kepentingan bangsa yang ia cintai.

Terlahir sebagai Mohammad Athar seratus empat tahun yang lalu, kiprahnya kelak seharum arti namanya. Setelah menempuh pendidikan di Sumatera Barat dan Batavia, Hatta lanjut ke Rotterdam mengambil jurusan ekonomi. Di negeri kincir angin ia aktif dalam organisasi "Perhimpunan Indonesia".

Lewat majalah "Indonesia Merdeka", dimana ia adalah pemimpin redaksinya, PI adalah kritikus paling tajam yang mengecam kolonialisme di Hindia Belanda. Rupanya Belanda sadar bahwa pena Hatta lebih tajam dibandingkan pedang Diponegoro  Kalau Diponegoro gugur, terbukti perang akan padam. Namun tidak masalah kalau Hatta mati di ujung bedil, karena kader-kadernya telah siap untuk terus melanjutkan pemikirannya.

Atas dasar inilah Hatta bersama beberapa petinggi PI ditangkap di tahun 1927. Berada di balik jeruji besi tidak membuat Hatta gentar. Justru itu adalah kesempatan yang baik untuk membuka mata dunia akan tidak adilnya kolonialisme di tanah air. Di depan pengadilan, Hatta membaca pidatonya yang terkenal dengan judul "Indonesie Vrij" (Indonesia Merdeka). Sebuah pledoi yang kualitasnya setara dengan Indonesia Menggugat-nya Sukarno. Kelak pemikiran Hatta ini menjadi semacam buku putih bagi aktivis pergerakan di tanah air.

Hanya tiga tahun setelah kembali ke tanah air, Hatta kembali diciduk polisi. Tulisan-tulisan Hatta di bidang politik dan ekonomi meresahkan Belanda. Tahun 1935, Hatta, Syahrir dan beberapa pemimpin PNI-baru dibuang ke Boven Digoel, sebuah daerah malaria di Papua.

Sampai di pengasingan, dia ditawari untuk bekerja bagi pemerintah lokal dengan bayaran 40 sen gulden sehari, atau menjadi orang buangan yang menerima ransum makanan dalam jumlah terbatas, dan tanpa harapan untuk kembali mengirup kebebasan. Dengan tegas Hatta menjawab, "Kalau dulu saya menerima jabatan yang ditawarkan diBatavia, saya akan memperoleh gaji yang jauh lebih besar. Kalau itu memangtujuan saya, tidak perlu jauh-jauh saya pergi ke Boven Digoel untuk dibayar 40 sen sehari."

Setelah Indonesia merdeka, Perdana Menteri M. Hatta harus mengeluarkan beberapa kebijakan yang tidak populer, diantarnya adalah rasionalisasi angkatan bersenjatasaat masa perang kemerdekaan, dan bentuk konstitusi Republik Indonesia Serikat setelah Perundingan Meja Bundar di akhir tahun 1949. Namun ia bergeming, karena untuk saat itu, keputusan tersebut adalah terbaik bagi Indonesia yang masih bayi.

Dunia internasional pun mengakui kualitas Hatta yang tidak gampang disetir. Dalam masa perang dingin dimana banyak negara saling memihak blok barat atau timur, tahun 1948 ia menyampaikan pidatonya yang berjudul “Mengayuh di Antara Dua Batu”. Kelak ini menjadi dasar bagi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Jabatan selamanya tidak pernah menjadi tujuan utama Hatta. Saat DPR dan Konsituante hasil Pemilu pertama terbetuk, sang Proklamator mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden di tahun 1956. Menurutnya negara telah membuang-buang uang dengan membayar gajinya, karena dalam kabinet parlementer, praktis posisi wapres hanya seremonial. Selain itu, di masa itu Hatta makin tidak cocok dengan Sukarno yang makin otoriter dan dekat dengan unsur komunis.

Pengunduran diri Hatta menimbulkan kehebohan besar. Tidak kurang pemberontakan PRRI di Sumatera menuntut kembalinya duumvirate Sukarno-Hatta. Namun Hatta tidak pernah tertarik untuk kembali. Dia pensiun dalam kesederhanaannya. Dia berujar ke keluarganya, “Kalau mau, banyak posisi komisaris yang ditawarkan ke saya.

Tetapi saya sudah cukup mengantarkan bangsa ini ke kemerdekaan.” Dalam suatu kisah, saat masih menjadi wapres, isterinya mengeluh karena tabungannya tidak mencukupi lagi untuk membeli mesin jahit idamannya, setelah terjadi pemotongan nilai Oeang Republik Indonesia (ORI).  Suaminya hanya menjawab bahwa tugas seorang abdi negara adalah memegang rahasia, dan meminta isterinya untuk bersabar. Sungguh sebuah integritas yang amat jarang ditemui saat ini.

Lepas dari posisi wapres, Hatta menjadi lebih terbuka dalam mengkritik Sukarno yang sedang larut dengan Demokrasi Terpimpinnya. Tidak kurang Hatta mengecamnya yang memenjarakan Syahrir.

Boleh berbeda dalam prinsip politik, namun hubungan sebagai dua orang insan tidaklah boleh cedera. Itu dipegang betul oleh Hatta. Di tahun 1970 dia adalah satu-satunya orang yang berani terang-terangan mengecam Pemerintah Orde Baru yang menurutnya tidak manusiawi dalam memperlakukan Sukarno sebagai tahanan politik. Dalam kesempatan terakhirnya, Hatta menangis melihat kondisi sahabatnya yang mengenaskan.

Setelah sepuluh tahun hidup dalam sepi dan jauh dari hingar bingar politik, Hatta yang telah berulang kali masuk rumah sakit berpulang tanggal 14 Maret 1980. Sang Proklamator tidak bersedia dimakamkan di taman makam pahlawan, karena ingin dekat dengan rakyatnya. Sesuai pesannya, ia dikubur di TPU Tanah Kusir.

Sama seperti mas kawinnya kepada Rahmi Rachim yang hanya berupa buku karangannya sendiri, isteri dan ketiga puterinya, Meutia, Gemala, dan Halida, tidak diwarisi harta yang berarti. Namun sesungguhnya bangsa ini telah ditinggalkannya dua buah warisan yang tidak ternilai; kemerdekaan dan teladan ketulusan yang tanpa pamrih untuk mengabdi bagi kemajuan bangsanya.

Terima kasih, Bung! Kami rindu orang-orang sepertimu.

Groningen, Agustus 2016

Versi lain tulisan ini juga bisa dibaca  https://rullytricahyono.wordpress.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun