Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Meski Menang Pilpres, Legitimasi Jokowi sebagai Presiden Sangat Lemah

27 April 2019   14:46 Diperbarui: 27 April 2019   14:52 4860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat dan memantau perhitungan Real Count di sejumlah situs dari situs KPU, Kawal Pemilu dan lain-lainnya terlihat jelas bahwa Real Count Pilpres 2019 dipastikan akan dimenangkan oleh Jokowi.  Hasil akhirnya diperkirakan tidak jauh dari Quick Count, Jokowi 54,5% - Prabowo 55,5%.

Terdapat  selisih angka sekitar 8% itu berarti sekitar 15 Juta orang. Dan Itu bisa diterjemahkan bahwa separuh lebih sedikit dari seluruh penduduk negeri ini memang memilih Jokowi  untuk menjadi Presiden RI periode 2019-2024.

Pertanyaannya kemudian, apakah bisa dipastikan angka-angka itu akan menjamin kuatnya legitimasi Jokowi sebagai Presiden periode 2019-2024? Saya akan menjawabnya tidak. Angka-angka itu memang memenangkan Jokowi dalam Pilpres tetapi belum tentu bisa menjamin kekuatan legitimasinya sebagai Presiden.

Secara sepintas bila membandingkan SBY yang memenangkan Pilpres 2009 untuk Periode keduanya dengan angka 60%, Prestasi Jokowi di Pilpres 2019 dengan angka sekitar 55% itu sangat rendah. Hanya naik 2% dari Pilpres 2014.

Bila mengacu  teori politik dengan posisi sebagai Incumbent yang menguasai seluruh Birokrasi seluruh Indonesia dan menguasai jauh lebih banyak sumber daya, seharusnya ada penambahan angka sekitar 5%. Lalu ditambah Popularitasnya secara Pribadi Jokowi  diatas kertas bisa mendapatkan 3% lagi. Itu semua membuat angka diatas kertas seharusnya Jokowi  akan menang 61%  (Pilpres 2014 sebanyak  53% + 8% lagi). Itulah angka seharusnya yang tercipta  secara teori politik yang ada.

Tapi sayangnya Jokowi hanya mampu meraih sekitar 55% saja.  Sangat minim menurut saya untuk Periode kedua sebagai Presiden Terpilih.

PETA POLITIK MENUNJUKKAN HAL-HAL  YANG KRUSIAL

Bila melihat statistic angka-angka Perolehan suara di Pilpres 2019, kita bisa melihatnya secara nyata di berbagai wilayah yang mengkondisikan seberapa besar kekuatan Jokowi mengalahkan Prabowo.

Di Pulau Sumatra Jokowi hanya bisa melawan Prabowo di Propinsi Lampung saja ditambah Kep. Bangka Belitung dan Kep. Riau (wilayah Batam dan lainnya).  Di Lampung Jokowi menang hanya sekitar 3% dan di Kep. Riau juga hanya sekitar 5%.   

Sementara untuk  Aceh, Sumatra Barat, Riau, Jambi dan Sumatra Selatan Jokowi kalah telak. Di Sumatra Utara dan Bengkulu Jokowi kalah tipis.  Dengan data itu dan melihat jumlah suara yang diraih, dapat saya katakan Prabowo lah Pemenang Pilpres 2019 untuk wilayah Sumatra dengan kisaran kemenangan sekitar 75%.

Kondisi terbalik terjadi di Pulau Jawa. Kemenangan Jokowi di Jawa Tengah sekitar 77%, Jawa Timur sekitar 65%, Jogja 71% dan DKI Jakarta 52% mampu menutupi kemenagan Prabowo di Banten dan Jabar yang mencapai angka sekitar 60%. Bisa dikatakan Jokowi mampu menguasai 70% pulau Jawa.

Di pulau Kalimantan dapat dikatakan Kekuatan Jokowi dan Prabowo sangat berimbang. Jokowi hanya menang Tebal di Kalimantan Utara yang penduduknya sedikit. Di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur Jokowi Hanya menang tipis. Prabowo pun menang tipis di Kalimantan Barat dan menang lumayan di Kalimantan Selatan. Untuk Pulau Kalimantan kekuatannya sangat berimbang.

Di Pulau Sulawesi terjadi hal yang sama.  Jokowi Menang telak di Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat, Prabowo menang telak di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Sementara untuk Sulawesi Tengah dan Gorontalo  selisihnya sangat tipis. Tidak ada dari keduanya yang menguasai penuh Sulawesi.

Untuk wilayah lain sepintas dikatakan Propinsi Maluku milik Jokowi, Maluku Utara milik Prabowo.  Propinsi Papua dan Papua Barat memang milik Jokowi begitu juga Bali dan NTT. Prabowo hanya menguasai wilayah NTB.

Dari 34 Propinsi yang ada bisa dikatakan Jokowi menang telak di 13 Propinsi, Prabowo menang telak di 12 Propinsi. 9 Propinsi lainnya kekuatannya sangat berimbang. Hanya selisih sekitar 2% kemenangannya.

PERSONAL BRANDING JOKOWI TIDAK MAMPU MENGUNGGULI PRABOWO 

Bila kita mencermati peta perolehan suara Jokowi dan Prabowo di berbagai wilayah di Indonesia, bisa disimpulkan Jokowi unggul dari Prabowo di wilayah-wilayah Pedesaan, sementara untuk wilayah kota-kota besar dikatakan Prabowo jauh lebih unggul.

Untuk wilayah Pedesaan seluruh Indonesia, mayoritas suara Jokowi secara nyata disumbang oleh masyarakat yang masih terikat kuat dengan akar kekuatan politik Golkar dan PDIP.  Mereka memilih Jokowi karena Jokowi didukung Golkar dan PDIP dan bukan karena mereka mempertimbangkan Jokowi sebagai sosok pemimpin.  Berbeda dengan masyarakat kota yang tidak terikat dengan akar kekuatan politik partai. Mereka memilih Prabowo atau Jokowi atas dasar pertimbangan sosoknya dan latar belakang Capres dibanding terkait dengan partai pendukungnya.

Di Lampung, Bangka Belitung dan Kep. Riau itu nyata kekuatan besar Golkar. Begitu juga di hampir seluruh Kalimantan kekuatan Golkar masih mengakar. Di Sulawesi pun demikian, akar kekuatan Golkar sangat nyata di Sulbar, Sulteng dan Gorontalo.  Sementara untuk  Jawa Tengah, Bali, NTT, Papua dan Papua Barat kita semua tahu wilayah-wilayah ini adalah penganut Soekarnoisme. Akar PDIP yang kuat yang ada disana. Di Jatim sendiri kita tahu itu adalah wilayah PKB.

Jadi fakta-fakta itu menunjukkan bahwa kemenangan Jokowi di wilayah-wilayah tersebut lebih banyak disumbang kekuatan akar politik partai dibanding kekuatan Personal Branding.

Kesimpulan itu juga didukung fakta bahwa selama kontestasi Pilpres 2019 berlangsung, media-media social yang ada lebih dikuasai pendukung  Prabowo. Kebanyakan dari pendukung  Prabowo adalah mereka yang tinggal di wilayah Perkotaan yang dipastikan lebih mudah mengakses Internet dan kemudian mampu beraspirasi di media-media social.

Kita semua bisa melihat kekuatan pendukung Prabowo di media Facebook, Twitter dan lainnya. Kekuatan ini sangat nyata terlihat dan kekuatan ini akan tetap ada hingga 5 tahun ke depan.

Bila mengacu pada paparan-paparan diatas dapat disimpulkan untuk Periode 2019-2024 Jokowi akan mengalami deficit Legitimasi sebagai Presiden. Ini harus diantisipasi karena sangat krusial.

Kita bayangkan saja, dengan kekuatan Prabowo di media social yang sangat kuat, bila nanti setelah dilantik menjadi Presiden untuk kedua kalinya,kemudian  nanti ada sedikit saja kebijakan Jokowi yang salah atau berpolemik  maka suara netizen akan menggema sangat kencang.  Dan akan sangat mengganggu stabilitas politik kita.

Itulah potensi kebisingan politik yang mungkin akan terjadi bila tidak mulai sekarang diantisipasi.

PERTEMUAN JOKOWI DENGAN SEJUMLAH TOKOH SEBELUM PENGUMUMAN KPU  SANGAT BAIK

Hal-hal yang mengejutkan public muncul dalam beberapa hari terakhir. Jokowi mengundang Zulkfli Hasan (Ketua PAN) untuk berkunjung ke Istana Presiden. Lalu mengundang Said Iqbal Ketua organisasi Buruh Indonesia ke istana. Lalu mulai menjalin keakraban dengan SBY dengan berkali-kali mengutus orang-orang dekat Jokowi mengunjungi ibu Ani Yudhoyono di Singapura.

Langkah-langkah itu secara politik sangat tepat. Terlepas nanti Jokowi  ingin mengajak PAN dan Demokrat bergabung di Kabinet saya pikir sangat baik sekali mulai dari sekarang Jokowi mengambil langkah untuk merangkul mayoritas kekuatan politik yang ada.

Secara kekuatan Politik dari kalangan umum sudah mulai dilakukan Jokowi. Saya menduga berikutnya Jokowi akan berusaha keras mengundang Ustad Abdul Somad. UAS inilah sosok yang menyebabkan hampir seluruh Sumatra memilih Prabowo. Saya berbeda jauh pemikirannya dengan Denny JA yang meremehkan kekuatan UAS. UAS, Habib Rizieq, Aa Gym dan beberapa tokoh lain adalah Icon kekuatan politik kalangan Islam. Mereka hampir setara dengan kekuatan  Kyai  NU ataupun  Tokoh Muhammadiyah.

Kesimpulannya kemudian, Hasil Pilpres 2019 ini tidak bagus untuk Jokowi. Meski menang legitimasinya sebagai Presiden nantinya akan terancam. Bila mulai dari sekarang tidak diantisipasi maka sepertinya kondisi politik negeri ini untuk 5 tahun ke depan tidak begitu kondusif.

Jokowi juga harus segera memperbaiki kondisi Carut-Marut Penegakan Hukum yang terjadi selama ini. Semua tokoh-tokoh yang diduga dikriminalisasi rezim yang berkuasa harus segera dibebaskan kalau memang tidak ada bukti-bukti yang kuat. Begitu juga kasus Novel Baswedan dan kasus-kasus hukum kontroversial lainnya harus segera dituntaskan. Bila itu tidak dilakukan maka Legitimasi Jokowi akan selalu tergerus oleh hal itu.

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun