Dari media Bisnis Indonesia (Www.ekonomi.bisnis.com) dikabarkan sebuah Lembaga Survey AS yang menamakan dirinya Precision Public Policy Polling (PPPP) Â ikut meramaikan Survey Elektabilitas Pilpres 2019. Â PPPP melalui Direktur Operasionalnya, Jokovic Martinez merilis sebuah survey yang menyebut Pilpres 2019 kemungkinan besar akan dimenangkan Prabowo Subianto.
Survey dilakukan pada tanggal 22 Maret -- 4 April 2019 dengan melakukan wawancara telpon terhadap 3.032 responden yang  berada di 499 Kabupaten/Kota di 34 Propinsi.
Dalam survei disebutkan bahwa 54% responden menginginkan presiden baru dan yang masih menginginkan Joko Widodo kembali menjadi jadi presiden sebessr 37%, sementara 9 % responden tidak memberikan jawaban.
Tentu saja Hasil Survey itu sangat mengejutkan karena benar-benar berbanding terbalik dengan hasil survey lembaga-lembaga survey di Indonesia.
Bisnis Indonesia sudah melakukan cek-ricek terhadap lembaga survey ini. Â Lembaga survey dengan nama tersebut diatas belum terdeteksi berada dimana. Pencarian lewat google hanya menghasilkan nama Public Policy Polling (PPP) yang bermarkas di Carolina Utara AS.Â
Bisnis Indonesia sudah menghubungi PPP lewat email tetapi jawaban dari sana mereka tidak pernah melakukan survey politik di Indonesia. Â Ini mulai menarik karena ternyata lembaga survey ini tidak dikenal.
Kemudian BI mencoba menghubungi via telpon kepada Direktur Operasional PPPP Jokovic Martinez. Jokovic mengatakan lembaga mereka bukan PPP yang di Carolina Utara tetapi Jokovic tidak mau menyebutkan alamat kantor mereka. Â Jokovic hanya mengatakan dirinya sedang berada di Palembang kemarin (9 April 2019) dan kembali menjelaskan hasil survey PPPP yang memenangkan Prabowo.
Sampai disini tentu kita tidak bisa menyimpulkan apa-apa karena kita tidak tahu persis kebenaran dari hasil survey lembaga AS yang mengaku bernama Precision Publik Policy Polling ini.  kita boleh mempercayainya tapi cukup setengahnya saja seperti halnya kita mempercayai hasil survey berbagai  lembaga  seperti Litbang Kompas, LSI,  dan lainnya. Terlalu jauh masing-masing perbedaannya sehingga sulit mempercayai salah satunya.
Kalau boleh saya menghimbau untuk para pendukung Jokowi. Â Jangan terlalu yakin akan menang karena banyak hal yang kondisinya sangat berbanding terbalik dengan hasil survey-survey yang ada. Bersiaplah dengan scenario terburuk, Jokowi kalah harus siap Move On.
Hari ini adalah H-7 Pilpres 2019. Pertanyaan yang paling menyangkut di benak setiap orang hari ini adalah bagaimana membaca tanda-tanda kemenangan Jokowi atau Kemenangan Prabowo?
Sepertinya hal itu tidak sulit menurut saya. Simak saja paparan berikut :
SIAPAPUN YANG BISA MEMENANGKAN SOLO DAN JOGJA, ITULAH PEMENANG PILPRES 2019
Sudah beberapa kali  saya tulis di artikel yang lalu-lalu. Pertarungan Pilpres 2019 sebenarnya ada di Pulau Jawa karena  Pilpres kita adalah One Man One Vote sehingga menyebabkan 59% Hasil Pilpres ditentukan di Pulau Jawa.
Peta Kekuatan Politik Jokowi versus Prabowo di tahun 2019 tentu tidak jauh berbeda dengan Peta Kekuatan di tahun 2014.  Kurang lebih kekuatan mereka  sebagai berikut :
- Jokowi  menang besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur
- Prabowo  menang tebal di Jawa Barat dan Banten
- Kekuatan Keduanya Imbang di Jakarta dan Jogjakarta.
60% suara Pilpres ditentukan dari 6 Propinsi di pulau Jawa. Jawa Tengah dan Jawa Timur milik Jokowi, Jawa Barat dan Banten dimiliki Prabowo sementara DKI dan Jogja kekuatannya seimbang.
Dan seminggu yang lalu sudah saya simpulkan : Bila Jokowi mampu menang di Jawa Tengah dengan selisih diatas 30% dan menang di Jawa Timur dengan selisih diatas 15%, maka Jokowi pasti memenangkan Pilpres 2019 ini.
Tapi sebaliknya bila Jokowi hanya mampu menang di Jawa Tengah dengan selisih di kisaran 20% dan di Jawa Timur dengan selisih di kisaran 10% maka Prabowo lah yang memenangkan Pilpres 2019 ini.
Mengapa Solo dan Jogja yang menjadi Penentu Kemenangan Jokowi atau Prabowo?
Kota Solo dan kota Jogja bukan kota besar dan populasi penduduknya  memang tidak banyak. Tetapi sebenarnya sejarah kita  mencatat hal penting yaitu  Kerajaan Terbesar  terakhir di tanah Jawa atau tepatnya pada zaman belanda adalah  Kesultanan Mataram.
Menguasai Mataram itu artinya Belanda mampu menguasai seluruh pulau Jawa.  Karena hal itu maka Belanda berusaha  memecah belah  Kesultanan Mataram lewat perjanjian Gyanti sehingga Kesultanan Mataram pun terpecah 2 menjadi Kesultanan Jogjakarta dan Kesultanan Surakarta.
Dengan adanya sejarah diatas bisa disimpulkan Jogja dan Solo adalah kiblatnya orang Jawa di seluruh penjuru negeri ini.  Bila diibaratkan Survey Elektabilitas maka masyarakat Jogja dan Solo adalah sampling termudah dan cukup akurat  untuk seluruh orang Jawa se Indonesia. Mungkin gambarannya kurang lebih sebagai berikut :
Bila 60% penduduk Jogja dan Solo memilih Jokowi maka kemungkinan besar  60% penduduk  Jawa Tengah akan memilih Jokowi.  Dan untuk  skala besarnya, bila 60%  penduduk Jojga-Solo memilih  Jokowi maka 60% orang suku Jawa di seluruh Indonesia akan memilih Jokowi. Begitu pula sebaliknya.
KEPANIKAN KUBU 01 TERHADAP PERTARUNGAN PILPRES DI JAWA TENGAH
Kalau kita jeli sebenarnya mudah saja mengamati strategi kubu 01 dan kubu 02. Masing-masing kubu tahu kelemahan dan kekuatan mereka. Kubu 01 tahu mereka lemah di Jawa Barat dan Banten makanya mereka melakukan maneuver-manuver besar di Jawa Barat.  Sementara kubu 02 berusaha keras meredam keperkasaan Jokowi di Jawa Tengah  dengan membuat markas-markas pemenangan di beberapa kota.
Kalau saja maneuver-manuver itu normal dan umum tentu  tidak masalah. Kubu 01 berkali-kali mengklaim mereka sudah berhasil unggul di Jawa Barat. Tentu tidak masalah. Kubu 02 berkali-kali mengatakan mereka punya peluang membalikkan keadaan di Jawa Tengah tentu juga tidak menjadi masalah.
Yang menjadi masalah kemudian adalah :  Ada Kepala Daerah Yang Mengganggu  Jalannya Kampanye Pilpres 2019.
Setelah sebelumnya Prabowo dilarang menggunakan Stadion Utama di Bogor, kemarin juga Prabowo dilarang Walikota Semarang untuk berkampanye di Semarang. 2 lapangan besar (area luas) tidak diberi izin sama sekali untuk Prabowo berkampanye disana.
Kita tidak bisa berharap Mendagri atau Gubernur Jateng akan menegur Walikota Semarang. Semua orang sudah tahu  Walikota Semarang, Gubernur Jateng dan Mendagri adalah PDIP.
Hambatan Walikota Semarang terhadap kampanye Prabowo sudah menjelaskan 1 hal yaitu kubu 01 sangat panic dengan penetrasi kubu 02 di wilayah Jateng. Â Bahkan beberapa bulan lalu Moeldoko Kepala Staff Presiden complain markas pemenangan Prabowo di Solo disebutnya mengganggu pemandangan lalu lintas. Begitu juga wakil Ketua TKN menyebut pendirian marka pemenangan Prabowo di Solo sebagai Blunder terbesar kubu 02.
Apa boleh buat Pilpres 2019 di Jawa Tengah sejak awal sudah tidak fair. Jauh hari sebelumnya 34 kepala Daerah bersama Gubernur Jateng sudah memperlihatkan dukungannya terhadap paslon 01. Tinggal masyarakatnya saja yang menentukan.
Sesuai paparan diatas bahwa kota Jogja dan Solo adalah Barometer pemilih untuk khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur maka kita lihat saja sekarang  siapa yang menguasai Jogja dan Solo.
Kampanye Prabowo di Jogja 2 hari lalu sudah membuktikan betapa meriahnya Prabowo disambut masyarakat Jogja. Sultan Jogjakarta juga menerima kedatangan Prabowo di Kraton Jogja. Bahkan Sri Sultan titip pesan kepada Prabowo agar menjaga NKRI baik-baik.
Kondisi berbeda dengan Jokowi dan Megawati yang "kurang diterima" kedatangannya oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Entah apa yang dibicarakan kedua belah pihak sehingga Jokowi dan Megaawati tidak mau diwawancarai wartawan begitu keluar dari Kraton Jogja.
Hari ini 10 April 2019 Prabowo melakukan Kampanye di Solo. Â Saya belum tahu hasilnya dan belum melihat foto-fotonya jadi belum bisa menyimpulkan Solo adalah milik Jokowi atau Prabowo.
Bila Solo juga menjadi "milik" Prabowo maka yang dikatakan Lembaga Survey AS mungkin benar.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H