Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Alexis Membuat Anies Menjadi "Seksi", Sementara Jokowi Mulai "Tergerus" Reklamasi

2 November 2017   06:32 Diperbarui: 2 November 2017   08:33 3326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam 3 hari terakhir ada 2 buah berita yang menjadi top perhatian public. Yang pertama soal Langkah Besar Anies Baswedan menutup operasional Hotel Alexis dan yang kedua soal Pernyataan Jokowi yang "Mengejutkan"  berkaitan  Izin Proyek Reklamasi  Pantai Jakarta dimana seolah-olah dalam pernyataan Jokowi tersebut terlukis isyarat dirinya ingin Lepas Tangan terhadap Polemik di Proyek Reklamasi.

Dua pemberitaan ini memang tidak saling berhubungan akan tetapi baik masalah Hotel Alexis dan Proyek  Reklamasi  sejatinya merupakan 2 Point yang sangat "menguntungkan" Anies Baswedan di satu sisi dan sebaliknya juga merupakan 2 point yang sangat "merugikan" Jokowi di sisi lainnya.

Dalam sebuah tulisan saya 2 minggu lalu (artikel soal Anies dan Pribuminya), di alinea akhir sempat saya tuliskan, Anies Baswedan berpotensi membuat  Reklamasi  Pantai Jakarta akan menjadi  Batu Sandungan Jokowi  ATAU  bisa juga Anies yang akan terpental seperti halnya Rizal Ramli gara-gara Proyek Reklamasi. Kelihatannya kalimat saya itu akan terbahas juga di artikel ini.

Mari kita lihat poin-poin penting dari kedua berita diatas tersebut.

HOTEL ALEXIS MENJADI MOMENTUM BESAR DARI LANGKAH POLITIK  ANIES BASWEDAN

Tidak ada seorangpun yang menyangka dalam sekian hari masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Anies Baswedan sudah melakukan Langkah Besar sekaligus Langkah Penuh Keberanian untuk menutup Operasional  Hotel Alexis.

Begitu banyak poin krusial yang didapat Anies Baswedan dari langkah tersebut (Penutupan Alexis).  Yang pertama adalah Anies sudah "MEMBAYAR CASH" salah satu janji kampanyenya yang menyebut akan menutup Hotel tersebut.  Cukup tinggi nilai kredibilitas  yang didapat Anies terhadap para pendukungnya terkait soal ini.

Poin yang kedua, selain Pendukung Anies (masyarakat yang diberi janji politik),  masyarakat luas lainnya baik yang tinggal di Jakarta maupun di luar Jakarta yang sudah lama ini tidak suka dengan keberadaan Hotel Alexis akhirnya mulai timbul simpati kepada Anies Baswedan.  Mereka salut dengan Keberanian dan Keteguhan Anies Baswedan menutup  Hotel  "Surga Dunia" itu.

Hotel "Surga Dunia"  itu sudah belasan tahun didengar masyarakat luas  sebagai symbol Kemewahan dan Kemaksiatan dari  kalangan orang-orang tertentu. Kalangan pebisnis tingkat tinggi, kalangan berduit , kalangan Turis-turis nakal dan lainnya.

Banyak orang menyebut Hotel Alexis di-backing-i oleh orang-orang kuat di negeri ini sehingga Gubernur-gubernur DKI sebelumnya tidak ada satupun yang berani menyentuh Hotel "Surga Dunia" ini.

Dan akhirnya Anies Baswedan yang melakukannya.

Alexis sendiri adalah DURI BESAR bagi  Ahok, Gubernur DKI sebelumnya.   Ahok yang berhasil mengobrak-abrik Kalijodo sebagai markas Prostitusi akhirnya malah tergerus kredibilitasnya gara-gara tidak mampu menutup Hotel Alexis.  Alasan Ahok pada saat itu tidak ada bukti yang bisa menunjukkan Hotel Alexis telah melakukan pelanggaran seperti Prostitusi dan lainnya.

Bagi banyak orang (termasuk saya tentunya), sepertinya  Ahok terlalu dangkal memberi alasan tersebut. Kalau Ahok berniat serius, soal bukti-bukti pasti bisa didapat.  Faktanya Anies Baswedan juga mungkin saja tidak punya bukti-bukti konkrit tentang keberadaan prostitusi di Hotel Alexis.

Tetapi dengan logika sederhana, sebenarnya tidak perlu bukti  hitam diatas putih pun, Gubernur DKI bisa membuat Alexis menutup operasional. Contoh sederhana misalnya : Pemprov  DKI punya data tentang ratusan orang TKW asal mancanegara yang bekerja di Hotel tersebut.  Pekerjaan seperti apa yang dikerjakan para TKW tersebut tentu bisa digali kalau memang punya niat menyelidiki.

Contoh lain misalnya :  Di Hotel itu dilarang menggunakan Handphone di area-area tertentu (apalagi Kamera). Itu berarti ada hal-hal yang memang disembunyikan dari public dengan alasan yang misterius.  Karena logikanya setiap Hotel seharusnya bergembira bila ada tamu-tamu hotel mereka yang mempublikasikan keindahan, kemewahan dan keramahan dari hotelnya dengan cara mengupload kegiatan mereka di hotel tersebut selama menginap. Itu adalah testimony marketing yang sangat baik.

Dengan  2 catatan kecil tersebut (memperkerjakan ratusan TKW asing dan dilarang menggunakan Handphone) sudah jelas dan sangat mudah ditebak bahwa di dalam Hotel tersebut ada sesuatu yang buruk untuk public. Dengan demikian Anies Baswedan tidak mungkin ragu bertindak, apalagi mungkin Anies juga sudah mengantongi  bukti-bukti lain maupun pengaduan-pengaduan resmi masyarakat.

Secara pribadi saya menilai apa yang telah dilakukan Anies Baswedan terhadap Hotel Alexis ini jelas akan membuat Popularitasnya mulai menjulang tinggi. Dan itu juga berarti Anies Baswedan akan mulai memiliki angka Elektabilitas untuk sebuah kontestasi  Pemilu baik Pilgub DKI berikutnya ataupun malah Pilpres berikutnya.

Berandai-andai Anies bisa membuat prestasi lain yang hebat di DKI ini dalam 1-2 tahun ke depan maka tidak tertutup kemungkinan Anies Baswedan bisa menyaingi Elektabilitas Jokowi.  Bagaimana tidak karena Kalangan Islam negeri ini sudah berada di Belakang Anies sejak  Robohnya dinding Hotel Alexis. Tinggal mencari dukungan kekuatan politik lainnya kalau memang Anies ingin menyaingi Jokowi.

JOKOWI YANG SELALU TERSANDERA OLEH PARTAI-PARTAI PENDUKUNGNYA

Untuk kesekian kalinya saya harus mengatakan/ menjelaskan kepada pembaca bahwa sebenarnya saya adalah Pendukung  Setia  Jokowi  sejak Pilgub DKI 2012 hingga Pilpres 2014. Hingga saat ini malah. Meskipun faktanya sudah tidak terhitung rasa kecewa saya terhadap Jokowi terkait berbagai kebijakan-kebijakannya.

Fakta berbicara bahwa memang sebagai Presiden, Jokowi selalu dan selalu tersandera oleh kepentingan partai-partai pendukungnya, terutama PDIP dan Nasdem.  Begitu banyak kontroversial yang terjadi selama 3 tahun Jokowi memimpin bangsa ini.

Negeri ini seolah-olah saat ini menjadi milik partai-partai pendukung Jokowi. Lihat saja 40% pejabat Kementerian/ Pejabat setingkat Menteri diisi oleh orang-orang Partai Pendukung Pemerintahan.  Belum lagi komisaris-komisaris berbagai BUMN dan BUMD.

Dan hal yang paling memprihatikan di zaman (rezim) Jokowi adalah hancurnya Law Enforcement atau Terjadinya Kekacauan Hebat di bidang Penegakan Hukum.

Begitu mudah banyak orang menjadi Tersangka oleh Polri. Begitu banyak orang  mempolisikan musuh politiknya, dan begitu banyak dan mudah orang lolos dari jerat hukuman korupsi gara-gara bisa mem-praperadilan-kan status Tersangka dari KPK.

Menkumham, Mendagri, Menkopolkam dan Jaksa Agung jelas-jelas merupakan orang Partai. Orang-orang partai Pemerintah. Bagaimana bisa Netral? Logika sederhana pun akan menyimpulkan bahwa saat ini Hukum akan selalu berpihak pada kepentingan partai-partai yang sedang berkuasa.

Bila dibandingkan dengan rezim SBY, Rapor Jokowi untuk Penegakkan Hukum  saya nilai memang sangat memprihatinkan.  (tentu ini penilaian pribadi/ opini pribadi).

JOKOWI YANG MULAI TERGERUS OLEH PROYEK REKLAMASI PANTAI JAKARTA

Ketika Jokowi menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan izin untuk proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta, secara hitam diatas putih hal itu memang benar adanya.

Dari berbagai informasi yang sudah diketahui kalayak ramai, setahu saya yang mengeluarkan Izin Prinsip untuk 4 pulau Reklamasi  dan izin Pelaksanaan untuk 2 Pulau Reklamasi (Pulau C dan D) adalah Gubernur DKI Fauzi Bowo.

Perpanjangan Izin Prinsip 4 Pulau Reklamasi pada tahun 2014 memang tidak ditanda-tangani oleh Jokowi tetapi oleh Wagub DKI Ahok. Saat itu Jokowi sudah sibuk dengan kegiatan Pilpres 2014. Dan pada bulan Desember 2014 Ahok mengeluarkan Izin Pelaksanaan untuk Pulau G dan 3 pulau lainnya di tahun 2015.

Jadi memang diatas kertas Jokowi sebagai Gubernur DKI pada waktu itu belum pernah sekalipun menanda-tangani izin pelaksanaan Proyek Reklamasi.

Namun di sisi lain, logika umum yang terbangun ataupun opini yang sudah tertanam di benak public adalah : Apapun yang dilakukan Wagub Ahok (termasuk menerbitkan izin-izin Reklamasi)  tentunya sudah sepengetahuan/  dengan persetujuan Jokowi.

Lalu kita bicara tentang Pulau G, yang terkait Agung Podomoro yang begitu kontroversial.

Sebenarnya yang menjadi masalah besar atau yang sangat besar dipermasalahkan oleh public adalah Pembangunan Pulau G dimana Raperda yang dibuat untuk itu belum ada tetapi Pulau itu sudah dibangun dan dipasarkan oleh Agung Podomoro.

Akhirnya terjadilah OTT dari KPK dengan barang bukti Rp.2 Milyar yang  membawa  anggota DPRD DKI M. Sanusi dan Direktur Agung Podomoro masuk Penjara.

Kontroversi berlanjut dengan Gugatan Kelompok Nelayan dan menang di PTUN.  Kontroversi berlanjut dengan Moratorium yang dikomandani Rizal Ramli sebagai  Menko Maritim.

Di sisi lain ada Pernyataan Kontroversial Ahok yang mengatakan tanpa Agung Podomoro , Jokowi tidak akan menjadi Presiden dan lain-lainya (termasuk isu keterlibatan Agung Podomoro membiayai penggusuran Kali Jodo).

Kontroversi semakin berlanjut (khususnya Pulau G) dimana kemudian Rizal Ramli "dipecat" oleh Jokowi dan digantikan Luhut Panjaitan.  Tak lama kemudian oleh Luhut Panjaitan, Moratorium Pulau G dicabut dan Reklamasi Pulau G dilanjutkan.

Adalah sungguh aneh bila semua kebijakkan Luhut Panjaitan mencabut Moratorium Pulau G itu tanpa sepengetahuan/ tanpa persetujuan Jokowi. Jadi logikanya terkait Pulau G, masa' iya sih Jokowi tidak terkait ataupun tidak tahu menahu?

Lalu kenapa Jokowi harus menyatakan tidak pernah mengeluarkan izin untuk Proyek Reklamasi?

Dan sebenarnya Kontroversi Pulau G ini sudah bertambah kencang pada saat Pilgub DKI 2017 yang lalu dimana Proyek Reklamasi ini dijadikan isu kampanye dari Anies Baswedan.

Akibatnya kemudian ketika Anies terpilih menjadi Gubernur DKI, Luhut Panjaitan menjadi begitu sering memperlihatkan ketakutan bahwa Anies akan membatalkan Reklamasi. Inilah yang menjadi puncak Kontroversi Reklamasi (khususnya Pulau G).

Dalam pengamatan saya, sepertinya  Proyek Reklamasi ini akan menjadi Momentum besar lagi bagi Anies Baswedan.  Prediksi saya Anies akan membatalkan Pulau G tetapi untuk Pulau C dan D yang sudah dibangun sejak zaman Fauzi Bowo akan tetap dibiarkan.

Bila Pulau G yang dibatalkan Anies (termasuk 3 pulau berikutnya yang sudah dikeluarkan izinnya oleh Ahok), maka Anies punya dukungan moril dari Penyidikan KPK yang sedang berjalan sekarang maupun Sikap Menteri Perikanan Kelautan Susi Pudjiastuti yang memang selalu tidak setuju dengan Proyek Reklamasi.

Kemungkinan besar Anies Baswedan akan menang atas "perangnya" melawan  Luhut Panjaitan. Dan itu artinya juga Anies berhasil menggerus kredibilitas Jokowi sebagai atasan dari Luhut Panjaitan.

Kesimpulannya kemudian, dengan Kasus Alexis dan Pulau G bila memang mampu dimenangkan secara telak oleh Anies Baswedan dan bila (berandai-andai) Anies punya Prestasi Bagus di DKI apakah dirinya bisa sedikit mengatasi  Banjir atau Macet, maka Anies Baswedan  akan punya Elektabilitas yang tinggi dan bisa menjadi Penantang Jokowi di Pilpres berikutnya (entah menggandeng Gatot Nurmantyo atau lainnya).

Sekian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun