Mohon tunggu...
Rusli Sosal
Rusli Sosal Mohon Tunggu... Politisi - Kebahagianku, telah ku wakafkan kepada mereka yang menderita

Pemerhati Masalah Kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Bocah Penjual Kue; Antara Kepedulian, Iming-Iming Saceng dan Kemandirian

3 Maret 2019   18:26 Diperbarui: 3 Maret 2019   19:38 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Papa... Tadi to, nene onco suruh beta pi bajual antua punya roti. Beta pulang ambel sampe tiga kali. barang orang bali sampe puluh-puluh papa. Dong bali samua par 20 ribu deng 8 ribu (maksudnya yang laku terjual sebanyak Rp.28.000). Nene Onco langsung kasih beta uang 3 ribu. Nene onco bilang, beso sore kalo su abis mangaji, beta pi bajual lai. Beso beta pigi bajual bantu nene onco ulang pa e... Supaya kalo beta dapa kasih uang, beta simpan par bali buku deng pena to papa..???," Lapor bocah penjual kue itu penuh semangat dengan dialek ambonnya.

Namanya Haira Maria Intan. Kelahiran Latu, 12 Juni 2010. Saat ini, ia sedang mengenyam pendidikan sebagai siswa kelas III di SD Negeri Latu, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

Gadis kecil yang manja disapa Rara ini adalah putri kedua, beta dan istri tercinta Nur Ain Patty. Dalam keluarga kecil kami, Rara adalah anak yang memiliki karakter unik dari tiga saudara kandungnya, Laila, Khasanah dan Raihanun.

Pribadinya sangat penurut, peduli antar sesama, sangat sabar jika lagi sakit dan crewet ketika lagi sehat. Di sekolah, anaknya tidak terlalu cerdas. Dua kali naik kelas, hanya mampu meraih peringkat VI dan IV. Namun kalau lagi dirumah, ia sangat dewasa jika diajak ngobrol.

Semenjak mengenyam pendidikan dibangku kelas 1 SD, sepulang dari sekolah, bocah berkulit hitam manis ini, melewati kesehariannya dengan bermain, nyantri di TPQ serta belajar. Jarang sekali dia menghabiskan waktu siang untuk tidur.

Hingga di suatu senja, sekira akhir 2016. Rara disuruh pergi jualan roti. Roti yang dijual adalah milik adik kandung dari beta punya ibu mertua. Namanya Ibu Saiha Patty (53). Statusnya adalah janda, punya tiga orang anak (satu laki-laki, dua perempuan) namun semuanya sudah pada menikah.

Kala itu, dengan hanya bermodal sendal jepit, sambil menyunggi sebuah box plastik kecil, Rara kemudian jalan kaki keliling kampung Latu, menawarkan barang jualannya kepada warga sekitar.

Tiga kali dia bolak-balik ke rumah neneknya untuk mengambil roti. Walhasil, rotinya laris terjual sebanyak 28 buah dengan harga per buahnya yakni Rp.1000. Atas kerja kerasnya itu,Rara dihadiahi saceng (Rp.3000). Pengalaman di hari pertama dalam menjalani aktifitas barunya sebagai penjual roti itu, kemudian dia kisahkan ke beta.

Rupanya, ada rasa penasaran untuk menceritrakan hal tersebut. Pasalnya, saat beta baru pulang dari Piru, setiba dirumah dengan kondisi sangat lelah. Sepatu dan tas belum sempat juga beta lepas. Namun, Rara sudah buru-buru menarasikan sepenggal pengalamannya itu.

"Papa... Tadi to, nene onco suruh beta pi bajual antua punya roti. Beta pulang ambel sampe tiga kali. barang orang bali sampe puluh-puluh papa. Dong bali samua par 20 ribu deng 8000 ribu (maksudnya yang laku terjual sebanyak Rp.28.000). Nene Onco langsung kasih beta uang 3000. Nene onco bilang, beso sore kalo su abis mangaji, beta pi bajual lai. Beso beta pigi bajual bantu nene onco ulang pa e... Supaya kalo beta dapa kasih uang, beta simpan par bali buku deng pena to papa..???," Kisahnya.

Lelah yang tadinya menyandera raga, seketika legah tak terbekas usai mendengar ceritanya itu. Bukan saja kebahagiaan yang dirasa, tapi juga ada kebanggaan tersendiri. Sebab di usianya yang masih belia, Rara sudah mampu memberikan hal terbaik untuk keluarga. Dan hingga sekarang, dia masih tetap setia membantu neneknya menjual roti.

Ada dua hal mendasar yang beta garis bawahi, dari kisah ini. Pertama soal warisan aktifitas orang tua. Dulu ketika masih kecil, setiap harinya beta juga sering melakoni rutinitas serupa. Sejak SD kelas VI hingga SMP kelas III, sebelum berangkat sekolah dan pulang mengaji, kewajiban utama beta adalah keliling kampung menjual kue. Dan Hal demikian juga dijalani oleh beta punya istri.

Kedua, adalah soal ketekunan, kepedulian sosial dan kemandirian. Meski aktifitas jual roti yang dilakukan oleh Rara, lebih disebabkan karena ada iming-iming rupiah,namun secara tidak langsung dia telah mampu mengasah keteguhan dan ketekunan hati, serta kepedulian sosial dan jiwa kemandiriannya.

Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan kebutuhan dasar untuk merangsang daya kritis personal sosial (Kepribadian/tingkah laku), motorik adaftive (kemampuan untuk mengamati sesuatu) serta daya language (kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti gerakan perintah dan berbicara spontan).

Disisi yang lain, membebani anak usia dini dengan pekerjaan-pekerjaan berat, sudah pasti akan menggagu proses pertumbuhan kematangan sarafnya. Dan siapa pun mereka, selaku orang tua, tentu tidak menginginkan hal itu terjadi untuk anaknya. Lantas kenapa kami tidak mengidahkan hal tersebut?

Ini bukan soal tidak adanya perhatian kami terhadap anak-anak. Bukan pula kami tidak mampu mencari nafkah guna memenuhi uang jajan dan segala kebutuhan sekolah mereka.
 

Tapi, ini soal pilihan pembentukan karakter anak sejak dini. Dan dengan cara seperti itulah kami dididik dan dibesarkan. Sehingga dalam kondisi serumit apapun, kami dapat melewatinya dan mampu bertahan hidup hingga sekarang (*).

#Cepatlah besar nak..., dunia membutuhkan kepedulianmu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun