Sejak tayangan kuliner semakin populer, baik di TV atau YouTube, banyak yang mencoba untuk menghadirkan host, vlogger atau reviewer dadakan untuk menyulap acara berburu makanan jadi tontonan seru.
Cuma sayangnya tidak semua dari mereka punya skill dan karakter yang nyambung dengan dunia kuliner. Alhasil ulasannya jadi terasa gitu-gitu mulu.
Yang menarik, banyak di antara mereka kerap melontarkan kata-kata andalan yang sepertinya sudah jadi skrip wajib.
1. Hidden Gem yang Tidak Lagi Hidden
Salah satu kata yang paling sering didengar dari mulut para reviewer ini adalah hidden gem. Bahkan ada yang ngawur dengan melafalkannya sebagai "haiden jem".Â
Istilah ini awalnya digunakan untuk menggambarkan tempat makan yang belum banyak diketahui, seolah-olah hanya si host dan timnya yang berhasil menemukannya.
Padahal kebanyakan tempat yang mereka sebut hidden gem itu sudah ramai pengunjung, dan bahkan eksis di Google Maps dengan ribuan ulasan.
Jadi apakah masih pantas disebut hidden gem kalau sudah jadi tempat nongkrong orang banyak? Semakin lama kesan eksklusif dari kata ini mulai hilang.
Mungkin daripada terus pakai istilah hidden gem, para reviewer ini bisa lebih kreatif dalam mendeskripsikan suasana dan ciri khas tempat makan itu. Misalnya, "Tempat ini mungkin kecil, tapi rasanya nge-hits," atau "Di sini kamu bisa rasakan nostalgia." Bahasa yang lebih deskriptif mungkin akan bikin tayangan terasa lebih segar.
2. Medhok: Unik atau Gimmick?
Medhok adalah kata yang sering didengar dari food vlogger yang mencoba memperkenalkan cita rasa autentik. Biasanya, makanan yang medhok adalah yang punya bumbu kuat, intens, dan khas seakan-akan rasanya sangat Indonesia sekali.
Namun lama-kelamaan, istilah medhok ini jadi keseringan dipakai, seperti jadi kata wajib di setiap ulasan makanan lokal. Misalnya, "Gado-gadonya enak, bumbunya medhok banget!"