Sebagai penggemar makanan Padang, saya terkejut mendengar berita razia rumah makan Padang di Cirebon oleh Paguyuban Rumah Makan Padang Cirebon. Alasannya? Karena harganya yang dianggap terlalu murah!
Sepertinya kok aneh ya? Apakah sekarang harga murah juga perlu dirazia? Sebuah fenomena yang bikin saya bertanya-tanya.
Rumah Makan Punya Segmen Pasar Masing-Masing
Makanan Padang selalu punya daya tarik tersendiri. Dari restoran Padang premium hingga warung kecil pinggir jalan, semuanya sudah punya target pasar masing-masing.
Ada rumah makan yang menargetkan kalangan "sultan" dengan harga dan kualitas premium seperti Pagi Sore, Sari Ratu, Natrabu, dan Garuda. Di sini, kualitas memang diutamakan, dan jelas terasa pada setiap suapan rendang atau gulai yang begitu kaya rempah.
Namun tidak semua orang mau (atau mampu) makan di restoran seperti ini setiap hari, kan? Kalau lagi pengen irit atau pas tanggal tua, orang pasti cari opsi yang lebih ramah kantong.
Maka muncullah rumah makan Padang yang menawarkan harga terjangkau, bahkan sampai 10 ribu rupiah untuk satu paket nasi Padang. Bagi sebagian orang, opsi ini lebih cocok, apalagi di kondisi ekonomi sekarang.
Rasanya Autentik, Harganya Bersahabat
Kenapa harga murah harus dipermasalahkan? Apakah ada aturan baku yang melarang sebuah rumah makan memberikan harga terjangkau? Bukankah konsumen seharusnya bebas memilih?
Jika ada rumah makan yang bisa menyajikan makanan dengan cita rasa autentik tapi tetap murah, bukankah ini sesuatu yang harus kita apresiasi?
Saya tidak bicara soal makanan abal-abal atau kualitas buruk, lho. Banyak rumah makan murah yang tetap menjaga rasa dan kualitas, meski dengan harga miring.
Di satu sisi, restoran Padang premium jelas punya kualitas dan pengalaman makan yang berbeda. Suasana, pelayanan, dan tentu saja rasa yang lebih "mewah" pasti membuat harga premium menjadi masuk akal.
Tetapi apakah rumah makan Padang dengan harga terjangkau tidak boleh berjualan? Bukankah keberagaman ini justru membuat kuliner Padang semakin menarik?
Konsumen Harusnya Menjadi Hakim
Sebagai konsumen, kita bebas memilih tempat makan sesuai kantong dan selera kita. Kalau kita punya budget lebih dan ingin merasakan restoran premium, ya silakan pilih yang mahal.
Tapi kalau dompet sedang cekak, nggak salah juga kalau kita memilih opsi yang lebih murah, kan? Seharusnya konsumen yang menjadi penentu, bukan razia-razia atau labelisasi tertentu yang membatasi pilihan kita.
Razia atau labelisasi ini justru berpotensi mengurangi keberagaman yang kita nikmati selama ini. Setiap rumah makan punya strategi bisnis sendiri dan mempertimbangkan target pasar yang berbeda-beda.
Justru fleksibilitas ini yang menjadi kekuatan ekonomi kita, mampu menawarkan berbagai pilihan yang sesuai dengan berbagai latar belakang masyarakat.
Stiker dan Razia Nggak Bikin Konsumen Lebih Bahagia
Lalu apa manfaat stiker-stiker atau razia harga ini bagi konsumen? Secara logika, apakah stiker semacam itu benar-benar membantu kita untuk makan lebih enak atau mendapatkan harga yang sesuai? Saya kira tidak.
Pada akhirnya, konsumen akan mencari yang terbaik bagi mereka. Kalau ada rumah makan yang menjual lebih murah, konsumen akan mempertimbangkan apakah kualitas dan rasa masih sebanding. Kita sebagai konsumen sudah cukup cerdas untuk membuat keputusan tersebut tanpa bantuan "label" dari pihak manapun.
Makan di Mana Saja, Pilihan di Tangan Konsumen
Yang terbaik adalah membiarkan konsumen menjadi hakim akhir. Mereka yang merasakan, mereka yang keluar uang, dan mereka yang menilai. Mau makan di restoran mahal atau di tempat murah, semua adalah pilihan pribadi.
Mengonsumsi makanan favorit tidak perlu diatur oleh regulasi atau razia. Pada akhirnya, rumah makan Padang, baik yang premium maupun yang bersahabat di kantong, memberikan opsi yang bisa disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan kita.
Untuk para pengusaha rumah makan, keberagaman harga bukanlah sebuah kesalahan, tapi justru kekuatan. Mari kita jaga keberagaman ini agar kuliner Indonesia semakin berkembang, dan bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H