Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... Lainnya - A Man (XY) and A Mind Besides Itself

Kunjungi juga blog pribadi saya di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Bisakah Motivasi dari Anak Konglomerat Membantu Kita yang Berjuang dari Nol?

30 Oktober 2024   10:24 Diperbarui: 30 Oktober 2024   11:25 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang ini banyak sekali "motivator sukses" yang pamer keberhasilan bisnisnya dan kekayaannya. Tapi kalau kita gali lebih dalam, ternyata umumnya mereka sudah kaya dari sananya. Baru lahir sudah punya privilege, tinggal meneruskan apa yang orangtua mereka sudah bangun.

Nah pertanyaannya, apa motivasi mereka masih ada gunanya buat kita yang benar-benar mulai dari nol?

Kaya Karena Usaha Sendiri vs. Kaya Karena Warisan

Sadar nggak, ada perbedaan yang jelas antara mereka yang kaya karena benar-benar kerja keras dan mereka yang kaya karena orangtuanya sudah kaya duluan.

Motivator yang dari awal sudah punya modal besar dan jaringan luas nggak perlu mengalami susahnya membangun bisnis dari titik nol.

Jatuh bangun? Mungkin iya, tapi tidak seberat kita yang tidak punya jaring pengaman. Jika bisnisnya tidak berhasil, mereka tidak pusing bagaimana harus membayar cicilan atau tagihan bulanan.

Jadi kalau mereka cerita tentang "kerja keras" dan "pantang menyerah," rasanya seperti melihat pembalap motor yang menang balapan karena naik Ducati, sementara lawannya naik Supra Fit.

Ya, buat kita yang tidak punya privilege, "kerja keras" itu artinya benar-benar kerja siang-malam buat sekadar bertahan hidup. Mereka? Kalau gagal, paling balik ke zona nyaman keluarganya lagi.

Kata-Kata Motivasi: Tulus atau Sekadar Basa-Basi?

Seberapa sering sih kita dengar kata-kata klise dari motivator kaya ini? "Ikuti passion kalian!" atau "Jangan takut gagal!"

Buat mereka, "gagal" itu cuma artinya proyek nggak balik modal. Sementara buat kita, gagal bisa artinya tidak bisa bayar kontrakan atau makan sebulan.

Mereka bisa ngomong seperti itu karena selalu ada rencana cadangan dari orangtua yang siap menangkap kalau mereka jatuh. Jadi, kalimat-kalimat motivasi yang kelihatan "bijak" itu sering kali cuma terdengar kosong kalau tidak paham tantangan yang kita hadapi.

Teori vs Realita Itu Beda Banget

Kalau diperhatikan, para motivator ini senang banget ngomong soal "mindset positif" dan "ubah cara pandang kalian." Tapi pertanyaannya, apa mereka pernah mengalami hidup susah? Tahu nggak rasanya mulai usaha dengan modal cekak dan tanpa jaringan?

Buat mereka, bisnis mungkin cuma sekadar soal teori dan strategi. Tapi buat kita, itu kenyataan hidup. Mereka duduk manis di ruangan nyaman, memberi nasihat "berjuanglah" padahal tidak pernah mengalami susahnya survive di dunia bisnis yang kejam.

Kita yang benar-benar harus mengalami semua rintangannya, sudah tahu kalau hidup tidak seindah kata-kata motivasi di buku atau seminar mereka.

Apakah Motivasi Mereka Relevan?

Yuk, jujur saja. Seberapa relevan sih kata-kata motivasi mereka buat kita? Kadang malah lebih mirip dongeng ketimbang panduan hidup yang nyata.

Mereka ngomong "jangan takut gagal" padahal mereka tidak pernah tahu bagaimana rasanya gagal total tanpa ada siapa pun yang siap bantu.

Kalau cuma "kerja keras, sukses akan datang," ya itu cuma omong kosong kalau tidak didukung dengan modal. Kita lebih butuh cerita dari orang yang pernah jatuh, yang berjuang dari nol besar, bukan dari mereka yang tinggal meneruskan harta warisan.

Pada akhirnya, tidak semua motivasi cocok buat semua orang. Cari mentor atau panutan yang mengerti betul rasanya mulai dari bawah, yang paham apa itu jatuh bangun di dunia nyata, bukan yang cuma omong doang di depan podium.

Kalau mereka sudah kaya dari sananya, mungkin kata-kata motivasi mereka cocoknya buat hiburan saja, biar kita bisa senyum-senyum kecil melihat betapa "susahnya" hidup mereka. Kita butuh nasihat yang membumi, bukan dongeng indah dari orang-orang yang dari awal sudah nyaman hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun