Netizen Indonesia terkenal cepat tanggap, super kreatif, tapi kadang juga bisa kelewat reaktif. Apalagi kalau sudah menyangkut urusan sepak bola.
Baru-baru ini, ada cerita yang bikin geleng-geleng kepala: netizen Indonesia bukan cuma protes di media sosial, tapi juga "menyerang" Google Maps! Yuk, simak ceritanya.
Ketika Amarah Netizen Meluap, Google Maps Jadi Ajang Protes
Keputusan wasit Ahmed Al-Kaf yang dianggap merugikan Indonesia di ajang kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia membuat netizen nggak terima. Biasanya sih mereka meluapkan kekesalan dengan membombardir akun Twitter atau Instagram yang bersangkutan, tapi kali ini levelnya naik: situs web Asosiasi Sepakbola Bahrain sampai diretas!
Tapi nggak cuma itu. Netizen kita yang super kreatif dan nggak kehabisan akal ini juga menyerbu Google Maps di sekitar Bahrain National Stadium. Google Maps yang seharusnya jadi alat bantu navigasi, malah dipakai untuk meluapkan emosi.
Hasilnya? Di sekitar Bahrain National Stadium, spot-spot baru yang aneh-aneh bermunculan dengan nama-nama nyinyir seperti "AFC Mafia", "Mafia camp", "Tempat Mafia Laknat", dan nama-nama nyelekit lainnya.
Ada juga yang sampai memalsukan kondisi lalu lintas, seolah-olah jalan di sekitar stadion ditutup. Bahkan kabarnya, ada bisnis di sana turut diberi rating bintang satu di Google Maps. Bagaimana nggak bikin kita geleng-geleng kepala?
Ini bukan prank biasa, lho. Bayangin, orang yang nggak tahu apa-apa soal situasi ini bisa kebingungan mencari jalan gara-gara rekayasa ini.
Saat tulisan ini dibuat, saya coba buka Google Maps di area itu, benar-benar terlihat banyak titik dengan nama nyindir seperti "AFC Mafia" yang bikin saya ngakak.
Tapi di balik kelucuan itu, ada satu pertanyaan besar: ini kreatif atau sudah kelewatan?
Antara Kreatif dan Kebablasan
Sebagai pengguna internet, saya salut sama kreativitas netizen Indonesia. Di satu sisi, ini menunjukkan betapa cepatnya kita beradaptasi dengan teknologi. Mau protes? Nggak perlu demo di jalan, cukup "serang" secara digital. Tapi di sisi lain saya juga mikir, "Nggak kelewatan nih?"
Kreativitas itu perlu, tapi harus ada batasnya. Apa yang dilakukan netizen dengan menyerang Google Maps mungkin kelihatan lucu. Tapi jangan lupa, platform seperti ini dipakai banyak orang untuk kebutuhan penting.
Kalau sampai bikin kacau informasi di situ, bisa-bisa malah menyusahkan orang lain yang nggak ada sangkut pautnya sama konflik sepak bola ini.
Dampak dari Senggol Bacok Digital
Saya nggak bisa membayangkan bagaimana reaksi orang-orang di Bahrain yang tiba-tiba melihat Google Maps mereka penuh dengan spot aneh. Mungkin ada yang bingung, ada juga yang kesal. Padahal kalau dipikir-pikir, tindakan seperti ini bisa bikin citra Indonesia di mata internasional jadi negatif.
Netizen Indonesia memang punya power besar di dunia digital, dan ini bukan pertama kali kita unjuk gigi. Tapi saya merasa, kekuatan itu seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih positif.
Kritik boleh, protes sah-sah saja, tapi mari kita jaga etika dan tanggung jawab kita sebagai pengguna internet yang cerdas.
Menyalurkan Emosi dengan Bijak
Saya juga ngerti kok, kalau urusan sepak bola bisa bikin emosi memuncak. Kita semua pasti pernah merasa kecewa karena tim kesayangan kalah atau dirugikan. Kita juga harus belajar untuk menyalurkan emosi dengan cara yang bijak. Menyerang Google Maps atau meretas situs web bukan solusi. Malah bisa menimbulkan masalah baru.
Sebagai netizen, kita punya tanggung jawab moral untuk menggunakan internet dengan bijak. Dunia maya memang bisa jadi tempat kita mengekspresikan diri, tapi jangan sampai kita kebablasan. Bukan cuma soal aturan, tapi juga soal dampak terhadap orang lain.
Mari kita arahkan kreativitas itu ke hal-hal yang lebih positif dan membangun. Nggak perlu "serang" Google Maps atau meretas situs web hanya karena emosi sesaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H