Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... Lainnya - A Man (XY) and A Mind Besides Itself

Kunjungi juga blog pribadi saya di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Strategi Kamala Harris dalam Mendekati Gen Z, Bisa Ditiru oleh Cagub di Pilkada

8 Oktober 2024   10:04 Diperbarui: 9 Oktober 2024   15:01 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamala Harris (AP/John Locher via KOMPAS.com)

Menjelang Pilkada di Indonesia, satu hal yang makin kelihatan jelas: pemilih muda, terutama Gen Z, punya peran besar dalam menentukan siapa yang akan memimpin ke depan.

Di Amerika Serikat, Kamala Harris lagi getol mendekati pemilih Gen Z buat pilpres mendatang, dan ini menarik buat kita pelajari. Sebab pendekatan Harris bisa jadi inspirasi bagi kandidat di Indonesia yang ingin mendekati kelompok pemilih yang cerdas, aktif di media sosial, dan kritis terhadap janji-janji politik.

Gen Z: Suara yang Harus Didengar

Gen Z adalah generasi yang lahir antara 1997 - 2012. Mereka ini sudah melek politik, kritis, dan aktif di media sosial tempat mereka terlibat dalam isu-isu seperti lingkungan, keadilan sosial, dan soal masa depan dunia kerja.

Di Indonesia, pemilih muda Gen Z juga lagi aktif-aktifnya. Kalau dilihat-lihat, mereka tidak cuma jadi penonton politik. Mereka mau suaranya didengar.

Saya sendiri sering lihat bagaimana mereka berdiskusi soal isu-isu besar di Twitter atau TikTok. Mereka nggak mau lagi dikasih janji-janji kosong. Jadi kalau ada kandidat yang beneran mau mendekati mereka, harus pintar-pintar membawa isu yang relevan dan bikin mereka merasa terwakili.

Strategi Digital ala Kamala Harris yang Patut Ditiru

Di Amerika, Kamala Harris sudah mulai jago mendekati Gen Z lewat strategi digital. Salah satunya lewat platform yang ramai dipakai anak muda: YouTube, TikTok, dan Instagram.

Dia tahu banget kalau konten visual yang ringan, to the point, dan relatable itu jauh lebih menarik buat Gen Z daripada pidato panjang yang membosankan. Ini hal yang harus diadaptasi oleh kandidat di Indonesia.

Di sini, saya merasa masih ada kandidat yang kaku di media sosial, terkesan terlalu formal. Padahal kalau mereka bisa ngobrol dengan bahasa yang lebih santai, bakal lebih dapat perhatian.

Gen Z suka dengan kandidat yang jujur, apa adanya, dan nggak terlalu jaim. Seperti Kamala Harris yang sering membicarakan isu-isu perubahan iklim dan pendidikan dengan cara yang to the point, nggak terlalu ribet. Ini yang bikin dia lebih dekat sama anak muda.

Isu-Isu yang Menarik Hati Gen Z

Kalau mau meraih hati Gen Z, kandidat harus tahu isu apa yang bikin mereka benar-benar peduli. Beberapa contoh dari Kamala Harris bisa jadi pelajaran bagus.

1. Lingkungan: Anak-anak Gen Z sadar banget sama lingkungan. Di Indonesia, isu ini juga semakin nyata dengan seringnya banjir, buruknya kualitas udara, hingga sampah. Kandidat yang berani bawa solusi konkret soal lingkungan, bisa jadi punya tempat khusus di hati mereka.

2. Pendidikan dan Karier: Banyak anak muda yang masih pusing soal pendidikan dan masa depan mereka. Apakah mereka bisa dapat pekerjaan layak setelah lulus? Ini jadi salah satu concern besar Gen Z di Indonesia. Kandidat yang bisa kasih solusi nyata soal peningkatan kualitas pendidikan dan lapangan kerja pasti bakal diperhitungkan.

3. Keadilan Sosial: Gen Z juga dikenal peduli dengan isu kesetaraan. Mereka mau pemimpin yang bisa jamin semua orang punya akses yang sama, baik itu di bidang hukum, kesehatan, atau pendidikan. Isu-isu seperti diskriminasi gender, ras, atau ekonomi masih jadi topik yang sering mereka bahas di media sosial.

Tantangan Kandidat dalam Meraih Hati Gen Z

Jujur saja, nggak gampang buat mendekati Gen Z. Mereka kritis dan kadang skeptis dengan politikus. Tidak sedikit juga yang merasa kalau politik itu tidak ada pengaruhnya langsung buat hidup mereka. Sikap apatis ini nyata. Banyak dari mereka merasa kalau politik cuma soal janji-janji yang nggak ada ujungnya.

Untuk mengubah mindset ini, kandidat harus bisa menunjukkan kalau setiap suara, termasuk suara Gen Z, benar-benar berharga. Kandidat harus bisa buktikan lewat aksi dan tindakan, bukan cuma ngomong dan janji kosong.

Saya sendiri sering ngobrol dengan Gen Z yang skeptis dengan politik. Mereka bilang, "Ngapain sih milih? Toh, yang berubah nggak banyak."

Nah ini yang harus dibalik oleh para kandidat: bikin Gen Z merasa kalau ikut terlibat dalam pemilu itu penting dan suaranya bisa bikin perubahan nyata.

Penutup

Pelajaran dari Kamala Harris ini jelas: kalau mau meraih suara Gen Z, seorang kandidat harus punya strategi yang tepat. Dekati mereka lewat media yang mereka pakai, bicarakan isu yang mereka pedulikan. Yang paling penting, jangan sekadar ngomong.

Di Indonesia, pendekatan seperti ini bisa banget diterapkan di Pilgub. Gen Z bukan cuma jadi pemilih masa depan, mereka adalah penentu masa kini. Jadi siapa pun kandidat yang mau menang, harus bisa ngomong dalam bahasa mereka---dengan tindakan yang nyata dan solusi yang relevan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun