Tapi ya, itulah FOMO. Orang cenderung merasa gelisah kalau mereka tidak punya barang yang lagi hype. Sadar atau tidak, ini jadi semacam validasi sosial. "Gue punya nih, lo udah punya belum?"
Di era digital, kita sering kali lupa bahwa mengikuti tren tak selalu perlu. Toh, apa sih untungnya kalau kita punya barang yang sebenarnya belum tentu kita butuhkan?
Penciptanya atau Selebritinya?
Kalau mau mau memberikan acungan jempol, Kasing Lung sebagai pencipta Labubu patut diacungi jempol. Dari sudut pandang seni, karakter Labubu yang terinspirasi monster mitologi Nordic ini memang punya daya tarik tersendiri. Namun apakah popularitasnya di Indonesia lebih karena keunikan desainnya, atau justru karena faktor selebriti yang mempromosikan?
Kayaknya sih yang kedua. Karena jujur saja, tak banyak yang tahu tentang karya Kasing Lung sebelum Lisa Blackpink "mengenalkan" Labubu ke dunia. Jadi, apakah ini lebih tentang karyanya atau selebriti yang pegang karyanya?
Layakkah Antre Demi Sebuah Produk Viral?
Pada akhirnya tren seperti ini akan datang dan pergi. Hari ini orang-orang sibuk antre buat Labubu, besok mungkin boneka lain yang jadi viral. Itu sudah bagian dari siklus tren yang terus berubah.
Tapi yang perlu kita tanyakan ke diri sendiri, apakah benar-benar layak buat menghabiskan waktu, uang, dan tenaga demi barang yang nantinya bakal lebih mudah didapat? Atau ini cuma soal kepuasan sesaat buat mengejar validasi sosial?
Buat saya, tren ini lebih ke FOMO. Orang-orang takut ketinggalan, padahal sebenarnya mereka bisa sabar dan menunggu stok baru datang tanpa harus terjebak di antrean panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H