Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... Lainnya - A Mind Besides Itself

Kunjungi juga blog pribadi saya di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Slap Fighting, Olahraga Tabok-tabokan yang Kontroversial

4 Juli 2024   09:42 Diperbarui: 4 Juli 2024   09:44 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/_slapfight_

Pernah dengar olahraga slap fighting belum? Slap fighting jadi perbincangan hangat karena konsepnya yang unik sekaligus kontroversial.

Beda jauh dengan tinju atau MMA, slap fighting cuma mengandalkan satu serangan: TAMPARAN! Ya, mereka yang ikut kompetisi slap fighting tidak perlu menguasai teknik grappling, tendangan, gulat, atau bela diri apapun. Mereka hanya perlu kulit wajah yang tebal dan "rahang baja".

Cara pertarungannya begini, dua petarung berdiri berhadapan, dipisahkan oleh pembatas. Mereka akan bergantian menampar lawan sekuat tenaga dengan posisi telapak tangan terbuka dan lurus, lalu....PLAK!

Yang pertama KO atau didiskualifikasi karena tidak bisa menerima serangan, dia yang kalah! Terlihat simpel, tapi jangan salah, risiko cedera di olahraga ini nggak main-main.

Dari Rusia Sampai ke Indonesia

Slap fighting pertama kali dikenal di wilayah Eropa Timur dan Rusia. Awalnya ini hanya sekadar ajang lokal yang sifatnya informal.

Namun setelah banyak video tentang slap fighting beredar di Internet, kepopulerannya semakin menanjak. Olahraga ini telah menarik perhatian internasional, bahkan sampai dipromosikan oleh UFC lewat turnamen Power Slap.

Di Indonesia sendiri, ajang serupa slap fighting bertajuk "Tabox" baru-baru ini digelar di bawah naungan One Pride MMA. Wah, Indonesia ikutan tren juga nih!

Perasaan Campur Aduk

Konsepnya yang brutal dan penuh adrenalin ini langsung menuai kontroversi. Banyak yang ngeri melihat risiko cedera para petarung, mulai dari gegar otak, rahang bergeser, sampai cedera leher serius.

Meskipun saya penggemar MMA, saya melihat slap fighting dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, saya salut sama keberanian para petarung yang berani ditabok sekeras-kerasnya. Ini bukan sekadar hentakan tangan biasa, tapi serangan yang bisa berakibat fatal.

Di sisi lain, bela diri sejatinya bukan cuma soal adu kekuatan, tapi juga strategi, teknik, dan kontrol diri. Slap fighting seolah-olah mengurangi esensi bela diri yang sesungguhnya.

Bagaimana tidak, petarung yang mendapat giliran ditampar tidak boleh melakukan gerakan menghindar atau menangkis serangan. Beda dengan MMA atau tinju yang punya kesempatan untuk menangkis atau menghindar dari serangan lawan.

Masa Depan yang Masih Abu-Abu

Sampai saat ini, slap fighting masih jadi perdebatan. Akankah olahraga ini bisa bertahan dan berkembang, atau malah dilarang karena risiko cederanya yang terlalu tinggi? Ini pertanyaan yang belum ada jawaban pasti.

Menurut saya, masa depan slap fighting tergantung dari bagaimana penyelenggara bisa menyeimbangkan unsur hiburan dengan keselamatan para atlet. Mungkin dengan menambahkan peraturan keamanan yang lebih ketat dan seleksi atlet yang lebih ketat pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun