Ingatkah kamu dengan dering khas telepon rumah? "kring...kring..." yang nyaring itu? Dulu, suara itu bagai panggilan magis, bisa membuat jantung berdebar dan dunia serasa berhenti sejenak. Bisa jadi kabar gembira dari sanak saudara jauh, atau mungkin panggilan penting dari tempat kerja.
Nah, saya baru saja mengucapkan selamat tinggal pada dering kenangan itu. Setelah 30 tahun setia menemani keluarga kami, sambungan telepon rumah akhirnya kami putuskan untuk dihentikan. Sedih? Sedikit. Tapi lebih dari itu, ada rasa nostalgia yang membuncah dan senyum getir yang tertahan.
Ketika telepon rumah merajai komunikasi
Mari kita jujur, telepon rumah pernah menjadi primadona komunikasi. Di era pra-internet dan pra-smartphone, ia adalah pusat informasi dan hiburan. Ingin mengobrol dengan sahabat? Angkat gagangnya! Ingin memesan pizza? Hubungi nomor restoran lewat telepon!
Dulu kita bisa menghabiskan berjam-jam berbincang lewat telepon rumah. Tak jarang, tagihan bulanan pun membengkak karena durasi telepon yang tak terkontrol. Tapi tak ada yang lebih menyenangkan daripada bertukar cerita hingga larut malam, ditemani suara dengungan statis di ujung sana.
Dari telepon kabel ke layar sentuh
Namun zaman terus bergulir. Teknologi komunikasi berevolusi dengan drastis. Telepon seluler hadir menawarkan mobilitas. SMS kemudian menjadi primadona baru, menggantikan obrolan telepon yang panjang lebar menjadi 160 karakter saja.
Sekarang kita hidup di era dominasi layar sentuh. Smartphone tak lagi sekadar alat komunikasi, tapi jendela ke dunia digital. Ponsel pun menjelma menjadi kantor mini yang bisa kita bawa ke mana saja.
Saat telepon rumah mulai ditinggalkan
Coba renungkan, kapan terakhir kamu menggunakan telepon rumah? Mungkin untuk menelepon orang tua yang belum akrab dengan teknologi, atau menghubungi layanan pelanggan. Sekarang kita semua lebih terbiasa menggunakan WhatsApp.
Kehadiran internet juga menjadi faktor utama terpinggirkannya telepon rumah. Kita bisa terhubung dengan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja melalui berbagai platform digital.Â
Perpisahan yang manis
Keputusan untuk memutuskan sambungan telepon rumah bukanlah hal yang mudah. Kami sempat berkali-kali menunda karena masih sayang. Ada rasa sentimental yang tak terbantahkan. Bagaimanapun, telepon rumah ini telah menjadi saksi bisu suka dan duka keluarga kami selama bertahun-tahun.
Namun nostalgia tak bisa menghalangi perkembangan zaman. Toh, dengan kemajuan teknologi komunikasi menjadi jauh lebih mudah dan efisien. Lagi pula, kenangan manis yang terjalin selama bertahun-tahun melalui telepon rumah tak akan lekang oleh waktu.
Simbol sebuah era yang telah berlalu
Melepas kepergian telepon rumah serasa mengucapkan selamat tinggal pada sebuah era. Era di mana kesederhanaan dan komunikasi langsung menjadi hal yang utama. Tapi tak perlu bersedih, kemajuan teknologi hadir bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk mempermudah kehidupan kita.
Panggilan video dan pesan singkat telah menggantikan dering telepon rumah yang khas, namun esensi kebersamaan dan kedekatan tetap terjaga.
Cara berhenti berlangganan telepon rumah
Datang ke Plasa Telkom atau ke GraPari terdekat. Jangan lupa untuk membawa KTP serta perangkat modem dan colokannya. Jika diwakilkan, maka siapkan surat kuasa.
Temui customer service, dan utarakan tujuannya. Setelah itu selesaikan pembayaran tagihan bulan yang berjalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H