Membicarakan sepak bola Indonesia atau internasional, pasti pikiran langsung melayang ke sepak bola pria. Tetapi, bagaimana nasib sepak bola putri di Indonesia? Apakah akan ada liga sepak bola putri profesional di Indonesia?
Jujur saja, saya agak pesimis. Banyak faktor yang membuat saya ragu liga sepak bola putri dapat terwujud dalam waktu dekat.Â
Atmosfernya masih kalah meriah dibandingkan olahraga lain, seperti badminton atau voli. Soal penonton dan kemeriahannya, masih ada jurang yang lebar.Â
Coba bandingkan saja. Pasti kita familiar dengan ketegangan di ajang badminton putri atau di ajang voli putri. Nah, atmosfer panas seperti itu tidak pernah terasa di sepak bola wanita. Memangnya mengapa ya? Ada beberapa faktor yang menurut saya berperan.
Sepak bola adalah olahraga laki-laki
Kita akui saja stigma bahwa sepak bola itu olahraga laki-laki masih melekat kuat. Dari kecil, yang hobinya main bola ya pasti anak laki-laki. Semua anak laki-laki pasti mengidolakan pesepakbola pria. Semua pasti bisa menjawab jika ditanya nama pesepakbola pria dan di tim mana dia bermain.
Jarang sekali kita melihat sosok pesepakbola wanita yang menjadi idola anak perempuan, apalagi jadi idola anak laki-laki.Â
Jangankan menjadi idola, menyebutkan lima nama pesepakbola wanita saja pasti banyak yang tidak tahu. Akibatnya, para pemain bola wanita pun menjadi kurang terekspos dan minim penggemar fanatik.
Berbeda cerita dengan badminton atau voli. Kedua olahraga ini sudah lebih familiar dengan sosok atlet wanita. Kita bisa menyebut Apriyani Rahayu, Gregoria Mariska Tunjung, atau Megawati Hangestri sebagai contoh. Para atlet ini sudah melekat di benak masyarakat sebagai bintang olahraga.
Gaya sepak bola wanita kurang menarik
Selain itu, gaya bermain sepak bola wanita juga kerap dianggap kurang menarik. Memang, secara fisik wanita tentu berbeda dengan pria. Stamina dan kekuatan otot yang memengaruhi kecepatan dan tendangan bola memang menjadi pembeda.Â
Hal inilah yang mungkin membuat sebagian penonton kurang tertarik. Mereka terbiasa dengan adrenalin yang terpacu saat menonton duel sengit ala Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi. Jika urusan kecepatan dan tembakan kuat, pesepakbola wanita memang belum bisa menyaingi pemain top pria.
Kurangnya minat sponsor
Dunia olahraga identik dengan sponsor. Sponsor akan memberikan dana untuk kelancaran kompetisi. Nah masalahnya, sepak bola putri di Indonesia dan di dunia internasional belum terlalu dilirik sponsor.Â
Alasannya klasik, kurang penonton dan kurang diliput media. Jadinya sponsor enggan mengeluarkan uang karena merasa tidak mendapat eksposur yang maksimal.
Ini contoh nyatanya, Piala Asia Wanita U-17 2024 yang sedang diselenggarakan di Indonesia saat ini tidak ada stasiun TV yang menayangkannya. Adanya via layanan streaming. Padahal ini ajang internasional loh.
Contoh lain lagi, dikutip dari Time.com, pendapatan dari sponsor di ajang Piala Dunia Wanita kemarin hanya sekitar $300 juta. Sementara Piala Dunia Pria di Qatar berhasil memperoleh $1,7 miliar dari sponsor. Jauh kan?
Tetapi ini bukan berarti masa depan sepak bola wanita suram. Yang perlu digalakkan sekarang adalah bagaimana caranya menarik minat penonton. Media memiliki peran penting dalam memberitakan lebih banyak tentang sepak bola wanita. Sorotan tidak hanya ke hasil pertandingan, tetapi juga ke kisah perjuangan para atletnya.
Selain itu, keterlibatan sponsor dan public figure laki-laki yang menggemari sepak bola wanita juga bisa menjadi game changer.Â
Bayangkan saja jika tiba-tiba ada selebriti laki-laki terkenal yang mengaku menggemari timnas wanita Indonesia. Wah, bisa menjadi perbincangan hangat dan membuat banyak orang penasaran.
Yang jelas, sepak bola wanita masih memiliki potensi besar untuk berkembang dan diminati banyak orang. Dibutuhkan usaha ekstra dari berbagai pihak, mulai dari media, sponsor, sampai para penggemar olahraga. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H