Judul dan isi artikel ini terinspirasi dari sebuah foto yang saya lihat di akun Facebook @tetestuang. Sangat erat sekali kaitannya dengan meningkatnya intensitas kampanye para caleg jelang pemilu.
Dalam dunia politik, kampanye jelang pemilihan sering ditandai dengan janji-janji besar dan parade kandidat yang tak ada habisnya berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian kita. Mereka tersenyum, berjabat tangan, dan berpura-pura menjadi orang baik, semuanya dalam upaya mengejar suara kita. Tetapi seberapa sering kita mempertanyakan ketulusan para kandidat ini dan niat mereka yang sebenarnya?
Sudah menjadi tren umum bagi para politisi untuk memasang citra yang sudah dibuat dengan cermat, menampilkan diri mereka sebagai penyelamat dan si pemberi solusi masalah yang dialami rakyat. Mereka berbicara tentang perubahan, kemajuan, dan persatuan, sambil menutupi kesalahan mereka di masa lalu dan agenda yang tersembunyi. Ini ibaratnya permainan asap dan cermin, di mana karakter asli kandidat sering dikaburkan oleh retorika mereka yang sudah dipoles.
Salah satu aspek yang paling memprihatinkan dari sandiwara politik ini adalah kurangnya transparansi. Kandidat sering membuat janji yang tidak mereka tepati, hanya untuk mendapatkan dukungan kita. Mereka menjadi calo bagi kepentingan kelompok yang berbeda, tapi menyesuaikan pesan mereka untuk menyenangkan semua orang, dan tanpa komitmen tulus untuk menindaklanjutinya.
Ini adalah kenyataan yang menyedihkan. Suara kita sering dimenangkan oleh mereka yang unggul dalam berpura-pura, ketimbang mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan sejati.
Selain itu, kegiatan kampanye telah menjadi tempat berkembang biaknya penipuan dan manipulasi. Kandidat menyewa tim ahli strategi dan buzzer yang bekerja tanpa lelah untuk menciptakan citra yang akan beresonansi dengan publik.
Mereka dengan hati-hati menulis naskah pidato, melatih gerakan dan bahasa tubuh, hingga mengatur peluang berfoto bersama warga. Semuanya dengan tujuan memproyeksikan keramahan dan dekat dengan rakyat. Tetapi di balik eksterior yang dipoles itu terletak upaya yang sudah diperhitungkan untuk memanipulasi opini publik dan mengamankan kekuasaan.
Sebagai pemilih, adalah tanggung jawab kita untuk melihat apa yang ada di balik "topeng" itu dan menuntut kejujuran dan integritas dari para kandidat. Kita harus meneliti tindakan masa lalu mereka, mempertanyakan motif mereka, dan meminta pertanggungjawaban atas kata dan janji mereka.
Sangat penting bagi kita untuk melihat melampaui pidato yang sudah dilatih dengan baik dan iklan kampanye yang penuh bualan. Sebaliknya, kita harus fokus pada substansi proposal dan konsistensi tindakan mereka.
Di era di mana kepercayaan pada politisi berada pada titik terendah, kita tidak boleh menyerah pada daya pikat janji-janji kosong dan kepribadian karismatik. Kita harus menuntut substansi daripada gaya, dan memprioritaskan kandidat yang memiliki rekam jejak yang terbukti dari dedikasi tulus untuk melayani rakyat.
Inilah saatnya untuk membuka kedok orang-orang yang berpura-pura, dan saatnya untuk mengangkat mereka yang benar-benar berkomitmen membuat dampak positif pada rakyat. Hanya dengan begitu kita dapat berharap memiliki pemimpin yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat dan bekerja menuju masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H