Namun sayang, ketika kami kunjungi kemarin, ada sesuatu yang sedikit "mengganjal" sebenarnya di event yang bertema "Dengan Budaye Kite Perkokoh Persatuan dan Kesatuan Indonesia" kali ini, jika dibanding perhelatan-perhelatan LEBARAN BETAWI sebelumnya.
Kami nilai, penataan masing-masing Anjungan Kodya yang ada kurang "menyatu" dengan panggung utama. Lokasi Anjungan (terutama JakUt dan JakPus) yang berada di sisi kiri dan kanan panggung utama, jadi PR besar mengingat pengunjung jadi hilir mudik di depan panggung utama yang mengganggu penonton yang berada di tenda/ didepan panggung utama yang sedang menyaksikan berbagai sajian. Ditambah, acara kali ini terlihat "kosong melompong" karena lokasi lingkar monas yang terlihat sangat luas ini hanya diisi sebagian kecilnya saja.
Kami pikir, sebaiknya masing-masing anjungan bisa menampilkan lebih dari itu, banyak produk baik rumahan maupun industri skala menengah milik warga Betawi/ Jakarta bisa dipamerkan dan dijual bebas disitu, dan lagi tiap anjungan ini memiliki pannggung mini yang diisi petunjukan seperti gambus, tarian, bahkan penyanyi pop dan dangdut lokal yang sebetulnya bisa juga dijadikan ruang promosi perkenalan produk/ jasa tadi.Â
Produk  makanan, minuman, kriya, jasa, jadi bisa lebih diperkenalkan kepada khalayak, dengan tujuan agar masyarakat lebih kenal, mersakan langsung dan kemudian jadi pembeli rutin dikemudian hari; toh pedagang-pedagang minuman dan makanan "liar" sudah dibatasi tidak boleh masuk kawasan monas, plus rasanya sah-sah saja menjual makanan minuman di event khusus yang berijin seperti ini. Jadi, tidak melulu stand makanan gratisan saja yang dihadirkan, yang jumlahnya sangat terbatas dan menjadi ajang rebutan pengunjung di tiap anjungan..Â
Atau, jika bicara takut sampah...Selama kegiatan berlangsung kawasan monas kemarin cukup kotor karena pengunjung membuang sampah sembarangan hasil dari makanan dan minuman yang mereka beli diluar dan dibawa masuk kedalam (ini juga akibat minimnya tempat sampah darurat di lokasi, karena terlihat sekali panitia mengandalkan tempat sampah yang permanen yang sudah tersedia).
Mungkin akan berbeda kondisinya, selain kemeriahan acara di panggung utama dan panggung-panggung Anjungan Kodya, dengan adanya stand sponsor atau stand makanan minuman yang dibarengi dengan tenda-tenda duduk untuk masyarakat menikmati apa yang dijual di stand tadi.
Selain berjualan produk betawi seperti kain, batik, baju-baju jampang, atau golok dan lainnya berupa aksesoris betawi, panitia juga bisa mengenalkan kepada masyarakat dan bahkan menikmati langsung hidangan restoran/ jajanan khas betawi yang bertebaran di Jakarta seperti kerak telor, bir pletok, pecak gurame, dodol, dan lainnya, hal ini rasanya bisa meminimalisir merebaknya sampah diseputaran Monas, selain tentunya mengisi ruang kosong melompong yang tadi disebutkan.
Karena rada aneh saja, kegiatan sebesar ini tidak terlihat sama sekali logo, stand dari sponsor/produk apapun menghias sekitar acara, spanduk-spanduk, bahkan di backdrop kegiatan sekalipun tidak ada logo lain selain logo Pemda DKI dan Bamus Betawi; sangat disayangkan potensi wisata dari kegiatan sebesar tidak dimanfaatkan.Â
Ini artinya seluruh rangkaian kegiatan selama 3 hari hanya menggunakan APBD tanpa ada pemasukan untuk kas Pemda atau LSM penyelenggara dalam hal ini Bamus Betawi, mengingat untuk hadir disini pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali.