Mohon tunggu...
Rully Moenandir
Rully Moenandir Mohon Tunggu... Administrasi - TV and Movie Worker

Seorang ayah dari 4 anak yang bekerja di bidang industri televisi dan film, serta suka sekali berbagi ilmu dan pengalaman di ruang-ruang khusus sebagai dosen maupun pembicara publik. Baru buat blog baru juga di rullymoenandir.blogspot.com, setelah tahun 2009 blog lamanya hilang entah kemana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dilan dan Surat Terbuka untuk Kang Emil

2 Maret 2019   12:34 Diperbarui: 3 Maret 2019   17:42 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Dilan 1990 hampir mencapi jumlah penonton 7 juta selama lebih dari 1 bulan tayang di bioskop, kini Dilan 1991 lebih mebuat heboh dengan hampir mencapai 1 juta penonton di Hari Pertama tayang di bioskop.
Target pun dipatok, 10 juta penonton untuk diraih.

Dilan 1990 yang ditonton juga oleh banyak pejabat negara bahkan Presiden Jokowi ini, menjadi sebuah keunikan tersendiri dimana adanya penggabungan 2 media,  literasi dan film. Walaupun bukan pertama kalinya dalam sejarah dunia literasi dan film kita, namun Dilan mampu memperkuat hubungan antara tokoh fiktif, kondisi saat itu, dan hubungan dengan millenial yang terpaut cukup jauh ini, hingga bisa menjadi satu, bahkan terbilang sukses terserap dengan baik.

Tangkapan layar instagram MAX Pictures
Tangkapan layar instagram MAX Pictures
Puisi-puisi, telepon umum, gaya-gaya anak muda jaman itu, ternyata masih mampu diterima oleh kalangan jaman now, yang sudah tidak kenal telepon umum, motor vespa butut, ataupun kalimat-kalimat berprosa "melambai" yang disajikan baik dalam novel maupun film Dilan.

Sayangnya, kali ini Dilan sedikit tersandung dengan beberapa kejadian yang sedang ditapakinya. Setelah penetapan HARI DILAN dan "TAMAN" DILAN di Bandung,  Makassar pun menyusul dengan demo dan sempat sedikit ricuh di dalam area bioskop karena menganggap film ini tidak mendidik untuk ditonton terutama remaja, karena menampilkan kekerasan, pacaran, dan melawan tenaga pengajar di sekolah.

====

Tangkapan Layar instagran MAX Pictures
Tangkapan Layar instagran MAX Pictures
Memang sejak sebelum peluncuran film Dilan 1990, pergerakan promo yang sangat masif dari para creator, terutama Kang Pidi Baiq (saya selalu memanggilnya Kang, bukan Ayah atau Surayah seperti kebanyakan) yang merupakan lulusan FSRD Institut Teknologi Bandung ini, membuat banyak sekali materi Grafis unik dan cantik yang menjadi amunisi para DILANISME (sebutan untuk penggemar novel Dilan) untuk disebarluaskan.

Kalimat-kalimat puitis dalam novel (dan tentunya akan diadaptasi juga di film), digabungkan dengan grafis-grafis yang kemudian menyebar dengan sangat cepat ke ruang-ruang media sosial dan pesan-pesan kelompok yang biasa digunakan masyarakat kita.

Trigger-trigger itulah yang kemudian "meracuni" orang lain yang kemudian membeli dan membaca novel yang tidak pernah turun dari rak BEST SELLER NOVEL sejak dikeluarkan tahun 2014.

Tangkapan layar instagram PidiBaiq
Tangkapan layar instagram PidiBaiq
Kekuatan literasi dan grafis hasil karya Kang Pidi Baiq memang tidak usah diragukan. Ia yang dulu merupakan salah satu mentor mingguan saya di PAS (Pembinaan Anak-anak masjid Salman) ITB, sudah mampu menghipnotis anak-anak usia SD-SMP dengan cerita dan kartun yang hadir setiap minggunya lewat buletin SAMPUL, yang berisi materi-materi keislaman dan keseharian yang ringan dan mudah dipahami oleh anak seusia tadi.

Belum lagi, ketika ia pun ikut terjun bersama dengan beberapa mahasiswa FSRD-ITB membangun VILLA MERAH menjadi tutor, bagi para siswa yang inging melanjutkan studinya ke FSRD-ITB yang terkenal sulit ditembus.

Di situ, ia selalu memberikan "extra time" bagi para calon mahasiswa ini untuk bercerita, berdiskusi, dan belajar memahami sekeliling untuk dijadikan inspirasi apapun dalam kehidupan, karena semuanya itu pasti bernilai positif jika kita jeli dalam memaknainya.

Selain tentunya, "pamer" kemampuan menggambarnya karena ia dikenal juga sebagai orang yang mampu untuk menggambar dengan 2 tangan sekaligus !!!

====

Tangkapan Twitter
Tangkapan Twitter
Jelang peluncuran Dilan 1991, Kang Pidi Baiq yang pernah "mengkudeta" posisi Walikota Bandung selama 1 jam di HUT ke 204nya ini, bersama Kang Emil (panggilan Gubernur jawa Barat Ridwan Kamil) meresmikan Hari Dilan dan Rencana Pembangunan Taman Dilan di dalam kawasan Gelangang Olahraga Saparua-Bandung.

Kejadian ini, sontak mendapat berbagai respon khususnya warga Bandung. Kang Emil yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Barat, kebanjiran komentar baik di akun twitter maupun instagramnya saat mencanangkan Hari Dilan setiap tanggal 24 Februari, ataupun peletakan batu pertama di lokasi yang akan dibangun taman, ia dianggap belum "move on" dari kota Bandung yang memang pernah diakui sangat dicintainya.

Walaupun begitu, berbagai dukungan juga mengalir, diantaranya mereka ingin Ibukota Jawa Barat itu juga makin memperkuat posisinya sebagai daerah tujuan wisata lain seperti Pantai Tanjung Tinggi di Bangka Belitung yang kini dikenal sebagai Pantai Laskar Pelangi setelah digunakan sebagai lokasi shooting film dengan judul yang sama.

Beberapa pendapat ingin Bandung tidak hanya saja sebagai kota dengan tujuan wisata belanja barang-barang Factory Outlet atau Kuliner semata.

Namun demikian, ada SURAT TERBUKA mengenai permasalahan ini...

" Surat terbuka kangge kang Ridwan Kamil
(surat terbuka untuk Kang Ridwan Kamil)

Kahatur kanggo kang Emil (Ridwan Kamil), gupernur Jawa Barat nu ku sim kuring dipihurmat.
(Kepada Kang Emil , gubernur Jawa Barat yang sangat saya hormati)

Kang Emil, Nguping akang bade ngadamel taman Dilan, saharita sim kuring ngangres kacida.
(Kang Emil, mendengar akang akan membuat taman Dilan, saat itu juga saya sedih sekali)

Sanes kunanaon, teu kusabab simkuring ngaraos asa pahiri hiri ka Dilan, tokoh rekaan jieunan mang Pidi Baiq, nanaonan kang, supados naon? Supados nonoman jabar niron paripolahna Dilan?
(Bukan kenapa-napa, tapi karena saya merasa ada yang janggal dengan DIlan, tokoh rekaan buatan mang Piqi Baiq, ngapain kang, supaya apa? Supaya warga jabar ikut kelakuannya Dilan?)

Kang Emil, Tangtos akang uninga, ka sababaraha tokoh ti Jawa Barat anu kawentar tur lebet kana kategori "legendaris", malihan tiasa disebat: legenda hidup.
(Kang Emil, pasti sudah tahu, kenal dengan beberapa tokoh dari Jawa Barat yang sudah terkenal dan masuk kategori "legendaris", malah bisa disebut: legenda hidup)

Diantawisna aya: alm. ki dalang Asep Sunandar Sunarya, alm. Kang Ibing (Rd. Kusmayatna), alm. Kang Darso (Hendarso).
(Diantaranya ada: alm ki dalang Asep Sunandar Sunarya, alm. Kang Ibing (Rd. Kusmayatna), alm. Kang Darso (Hendarso))

Pami kenging usul, langkung sae salahsawios aranjeunna nu didamelkeun janten nami taman, tinimbang Dilan.
(Kalau boleh usul, alangkah baiknya mereka itulah yang dijadikan nama taman, dibanding Dilan)

Kang Emil,Simkuring kirang patos uninga, tinimbangan naon nu nyababkeun akang toh-tohan pisan kana tokoh Dilan, dugika namina dijantenkeun nami taman, tur dugika aya 'hari Dilan' sagala.
(Kang Emil, saya kurang paham, apa pertimbangan yang jadi sebab akang sangat suka dengan tokoh Dilan, sampai namanya dijadikan nama taman, bahkan sampai ada "hari Dilan" segala)

Kang Emil, cobi sami-sami urang bayangkeun: pami tuang putra, Emmeril, niron paripolah Dilan: ngador momotoran, lebet anggota geng motor, tos ngalaman bobogohan dina yuswa SMA keneh, akang ngawidian??
(Kang Emil, coba sama-sama kita bayangkan;misal anak kesayangan, Emmeril, niru kelakukan Dilan: tukang naek motor, masuk jadi anggota geng motor, sudah pacaran di usia SMA, akang ngasih ijin??)

Kang Emil, cobi taroskeun ka tuang ibu -nu akang sok nyebat Maci ka anjeunna-, pami akang waktos anom niron paripolah Dilan, kintenna diwagel tur diseuseulan ku tuang ibu??
(Kang Emil, coba tanya ke ibu yang sering nyebut Maci ke dia, kalau akang saat muda dulu meniru kelakuan Dilan, apa kira-kira akan dilarang dan dimarahi oleh ibu akang?)

Kang Emil, atuhlah kang.
(Kang Emil, ayolah kang)

Mugi tiasa langkung dipertimbangkeun deui nu langkung paos, keur kamajengan sadayana, panerus rundayan nonoman Jabar kapayun, nu kintenna: Nyantri, Nyunda, Nyakola.
(Semoga bisa lagi dipertimbangkan, demi kemajuan dan kebaikan semuanya, pemuda penerus Jabar kedepan, yang seharusnya : Nyantri, Nyunda, dan Nyakola)

Atanapi akang hoyong panerus rundayan nonoman Jabar kapayun janten generasi Dilan?
(Atau akang mau pemuda penerus Jabar inin kedepannya jadi generasi Dilan?)

Atanapi bilih akang kirang panuju ku usulan nampilkeun tokoh jabar nu kasebat diluhur, simkuring langkung merenah keneh namina taman Emil, tinimbang taman Dilan.
(Atau kalau akang kurang cocok dengan usulan menampilkan tokoh jabar yang disebut diatas tadi, saya lebih enak namanya justru taman Emil, dibanding nama Dilan)

Kang Emil, ieu seratan mugi dugi ka akang, didasaran ku rasa nyaah tur deudeuh ka akang nu kiwari nuju manggung janten pamingpin Jabar, nu tiap rengkak tur paripolahna kedah janten tungtunan kangge sadayana.
(Kang Emil, surat ini semoga sampai ke akang, yang didasarkan karena rasa sayang dan cinta ke akang yang saat ini sedang manggung menjadi pemimpin Jabar, yang setiap gerak langkahnya jadi tuntunan bagi semua)

Hapunten anu kasuhun,Caang bulan opat welas, jalan gede sasapuan. Lugina hate, lugina pikir.
(Maaf sekali lagi sebesarnya, Caang bulan opat welas, jalan gede sasapuan. Lugina hate, lugina pikir.)

Bagja salalawasna.
(Bahagia selamanya)

Simkuring, Gilly Prayoga W. - Urang Jatiwangi, nu ngumbara ka kota Bandung "

(Saya, Gilly Prayoga W. - Orang Jatiwangi, yang mengembara ke kota Bandung)

***

Tangkapan Layar MAX Pictures
Tangkapan Layar MAX Pictures
Terlepas dari itu semua, saya sebagai WNI keturunan Jawa Barat menilai, Kang Pidi Baiq yang juga personil Utama Band :The Panas Dalam" ini sudah melakukan hal luar biasa. Akhirnya karyanya tidak lagi hanya dinikmati warga ITB, warga Jawa Barat, tapi sudah dinikmati warga Indonesia secara keseluruhan lewat novel dan akhirnya film.

Dilan, sosok anak "begajulan" namun romantis mampus ini, sudah menjadi ikon dalam "seni" kehidupan remaja saat itu, yang ,membuat kita tidak bisa menutup mata karena yang ditampilkan adalah memang "potret" remaja yang "slenge'an", motoran (biar dibilang keren) bahkan gabung ke geng motor (biar makin keren) yang masing-masing geng tadi saling bersaing bahkan suka tawuran, suka "melawan" ke gurunya (terlebih jika anak tadi dari kalangan berada atau mungkin anak pejabat), punya pacar atau saling bersaing dalam mengejar cinta primadona sekolah, dan lain-lain.

Pahami cerita/film, juga bagian dari sejarah, potret kehidupan masa lalu yang dibumbui fiksi baik tokoh maupun perjalanannya agak lebih menarik untuk dibaca/ditonton.

Kita, sebagai penikmat, pemerhati, dan pengkritisi lah yang seharusnya mampu menceritakan itu semua kepada generasi kemudian apa makna positif dan negatifnya dari apa yang tersaji dari literasi maupun karya audio visual yang ada.

Sebagai penghargaan pun, apakah bentuknya taman, nama jalan, piagam, atau piala, juga demikian. Jangan hanya melihat dari kasat mata, tapi lihat dari makna.

Dilan memang sosok negatif dalam perilaku diluar rumah, tapi jika meilik bagaimana kehidupan dengan ibunya, ayahnya, saya rasa 2 jempol tangan kurang untuk Dilan.

Bagaimana rasa, dan perjuangan cinta dan proses belajar pun bisa jadi teladan dari sisi pantang menyerah dan menjaga komitmen/ janji untuk ditepati. Nilai itulah yang bisa dijadikan pembahasan, ketika kita dan generasi selanjutnya, duduk-duduk di pojokan GOR Saparua membahas "isi" dari novel dan film tadi.

Pengharapan Bandung yang kemudian akan "menambah" poin pariwisatanya dengan wisata literasi, selain wisata kuliner dan Fashionnya tentu... toh sekarang bandara sudah dibangun dengan bagus, belum lagi nanti ketika bandara dan koneksi kereta cepat plus tol menuju bandara Kertajati selesai, Bandung juga mungkin akan menjadi layaknya Pantai Laskar Pelangi yang juga saat ini terdapat musium literasi karya-karya penulisnya, Andrea Hirata.

Arsip Merdeka.com
Arsip Merdeka.com
Namun demikian, saya juga sangat berharap kedepannya kang Emil bisa membangun Taman-taman besar yang bukan hanya sekedar "pojokan" saja, namun khusus taman yang bertemakan tokoh tokoh besar Jawa Barat, seperti yang tertulis dalam surat terbuka diatas...atau kalau mau dari segi fiksinya, saya usul ada Taman Cepot sekaligus mengenang dalang Wayang Golek besar alm. Asep Sunandar Sunarya, Taman Kabayan yang juga berisi kenangan bersama Kang Ibing sebagai tokoh yang melekat dengan kabayan, Taman Calung beserta pengenalan fungsi dan kajian bambu secara luas, dan taman-taman lainnya yang disebar di berbagai kota di Jawa Barat demi tersebarnya tujuan wisata yang saat ini selalu terpusat di Bandung.

"Bandung sudah Padat dan Lengkap kang, Biar giliran daerah lain di Jawa Barat saja..." - Fulan (bukan temennya Dilan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun