Mohon tunggu...
Mangunsong Rully
Mangunsong Rully Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati SosPolEkBud

Pemerhati dan Penggiat Sosial Politik Ekonomi Budaya (SosPolEkBud)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misteri Candra Naya: Rumah Tua yang Menyimpan Jejak Sejarah dan Legenda Tionghoa di Jakarta

25 Juli 2024   14:23 Diperbarui: 25 Juli 2024   14:28 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Rumah Candra Naya, Cagar Budaya Tionghoa di Tengah Bangunan Modern Halaman 1 (kompas.com) 

Misteri Candra Naya: Rumah Tua yang Menyimpan Jejak Sejarah dan Legenda Tionghoa di Jakarta

Keajaiban yang Tersembunyi di Tengah Gemerlap Kota

Di tengah kemegahan gedung-gedung modern di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, berdiri sebuah rumah tua yang seolah tak terpengaruh oleh pergantian zaman. Candra Naya, dengan arsitektur orientalnya yang memikat, merupakan saksi bisu dari sejarah panjang komunitas Tionghoa di Indonesia. Dibangun sebagai kediaman terakhir Mayor Khouw Kim An, seorang tokoh penting di Batavia pada masa kolonial Belanda, rumah ini kini menjadi simbol percampuran budaya dan sejarah yang kaya.

Dari Markas Sosial hingga Tempat Pertarungan Bulu Tangkis Internasional

Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal keluarga Khouw; ia juga pernah menjadi markas Sing Ming Hui, sebuah perkumpulan sosial yang akhirnya mendirikan Universitas Tarumanagara. Tak hanya itu, Candra Naya juga pernah menjadi tempat perkuliahan bagi mahasiswa universitas tersebut. Bahkan, gedung ini pernah menjadi arena pertandingan bulu tangkis tingkat internasional pertama di Indonesia, yang dikenal sebagai Indonesia Open. Nama-nama besar seperti Ferry Sonneville, Eddy Yusuf, Tan King Gwan, dan Tan Joe Hok pernah mengukir prestasi di sini.

Tragisnya Akhir Seorang Mayor dan Legenda yang Abadi

Kisah Candra Naya tak lepas dari tragedi. Saat Jepang menduduki Indonesia, Mayor Khouw Kim An ditahan di kamp konsentrasi dan meninggal di sana pada 13 Februari 1945. Makamnya, yang terletak di komplek makam Petamburan, dikenal sebagai salah satu mausoleum termegah di Asia Tenggara, sebuah penghormatan terakhir yang megah bagi seorang tokoh yang berjasa besar.

Dari Sing Ming Hui ke Candra Naya: Perubahan Nama dan Warisan Budaya

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan peraturan nasionalisasi nama yang membuat Sing Ming Hui berubah nama menjadi Candra Naya. Nama ini kemudian melekat pada rumah Khouw Kim An, menjadikannya Gedung Candra Naya. Kini, gedung ini dilindungi sebagai salah satu cagar budaya milik Provinsi DKI Jakarta, sebuah pengingat akan sejarah panjang dan kompleks komunitas Tionghoa di Indonesia.

Candra Naya bukan sekadar bangunan tua; ia adalah penjaga kisah dan legenda yang tak ternilai harganya, menawarkan sekilas pandang ke dalam sejarah dan budaya yang membentuk identitas Jakarta dan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun