“When I was playing football I never enjoyed it that much, I was never happy… if I scored two goals, I wanted a third, I always wanted more. Now it’s all over I can look back with satisfaction, but I never felt that way when I was playing.”
(Gabriel Batistuta)
Hijrah diartikan sebagai kepindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Mengapa hijrah? Tentu ada asal muasal dan penyebabnya. Bisa jadi karena tempat asal sudah tidak nyaman atau layak lagi untuk ditempati bagi si penghuninya. Hal ini berarti bahwa tempat yang dituju memiliki beberapa kelebihan dibanding tempat yang lama. Tapi perkara hijrah pun bukan hanya terkait soal dimensi, lokasi. Melainkan juga perihal emosi, melibatkan perasaan dan banyak aspek lainnya. Yuk kita tengok satu persatu, hijrah-nya mereka yang cukup bikin keki para supporter.
Gabriel Omar Batistuta
Batistuta adalah pemain yang membuat saya menjadi fans La Viola di kurun waktu 1997-1999. Setidaknya itu yang saya tulis di personal page Friendster di masa-masa jayanya, interested : Football match either Barcelona or Fiorentina. Selama 9 (Sembilan) tahun ia membela klub kota Firenze tersebut. Apa yang ia peroleh disana? Satu piala Coppa Italia dan satu piala Super Copa Italiana. Jangan ditanya soal perolehan individualnya. 207 gol ia lesakkan dalam 332 penampilan di semua kompetisi. Namanya pun masuk dalam Fiorentina Hall of Fame dan Fiorentina All Time XI. Terakhir AS Roma pun memasukkan nama Batistuta ke dalam Hall of Fame klub mereka di tahun 2015.
Sembilan tahun di Fiorentina namun tak satupun ia mengangkat trophy Scudetto. Maka banyak orang merasa wajar dan maklum saat ia memutuskan untuk hijrah, hengkang dari Artemio Franchi menuju ke Olimpico Roma. Berlimpah gol dan prestasi pribadi namun tak sekalipun juara Serie A tentu sudah cukup memberikan ketidaknyamanan bagi seorang Batistuta. Mungkin hal ini hampir mirip dengan juniornya di timnas Argentina, Messi ; bergelimang prestasi pribadi namun belum sekalipun juara Piala Dunia. Tapi ternyata tidak semua orang mau maklum dengan kegalauan sang ikon hidup klub mereka tersebut. Patung Batistuta yang telah berdiri selama 4 tahun pun dirobohkan oleh mereka yang kecewa dengan kepindahannya ke AS Roma.
Musim pertamanya di AS Roma sudah cukup untuk memberi bukti kepada para perusak patung perunggu itu, bahwa memang scudetto-lah yang diinginkan. Dengan dibantu Francesco Totti dan Vincenzo Montella didepan, Batigol meraih scudetto pertamanya yang notabene scudetto AS Roma sejak tahun 1983.
See? Ada yang salah dengan hijrah-nya Batistuta? Toh ia pun memilih untuk tidak merayakan gol-nya pada saat dia berhasil menjebol gawang Fiorentina dengan tendangan volinya.
Cesc Fabregas
Fabregas adalah contoh lain dari pemain bola yang berhijrah. Motivasi klasik yang hampir sama dengan Batistuta; perolehan juara liga bersama klub. Delapan tahun bersama Arsenal tanpa sekalipun merengkuh juara Premiere League menjadi alasan utama untuk menerima pinangan Barcelona. Dengan malu-malu kucing, Fabregas pun tak menolak saat Puyol & Pique memaksanya mengenakan jersey Barca saat perayaan juara Piala Dunia tahun 2010.