"Iya bapak"
Dengan hati geram anggun melangkah ke dapur. Masih teringat jelas orang yang tidak menyenangkan sikapnya itu kemarin datang kerumah dengan tiada sopan dimiiliki. Kalau bukan perintah bapaknya, mungkin anggun enggan membuatkan minum apalagi menerimanya sebagai tamu di rumahnya.
"ini tuan, silahkan" dengan menyodorkan minuman ke orang yang tak dikenalnya tersebut.
Anggun pun bergegas masuk kedalam dengan niatan tidak mencampuri urusan orangtuanya dengan orang tak dikenalnya tersebut. Anggun duduk tak jauh dari ruang tamu. Sepertinya ia dibuat penasaran apa yang dibaha oleh orang yang tak dikenalnya itu dengan bapaknya.
Setelah didengarkan dengan baik. Ternyata mereka membicarakan perihal tanah perkebunan. Orang yang tak dikenal itu mempunyai proyek besar membuat pabrik diatas tanah perkebunan milik bapaknya dan tanah yang lainnya milik orang lain. Dalam hati anggun tertegun. Disaaat perkebunan sedang terpuruknya, disaat kondisi kekonomian keluarga sedang lemahnya, disat kondisi bapak tak lagi sehat.Â
Datang orang tak dikenal menawarkan penawaran akan membeli tanah perkebunan dengan harga yang lumayan untuk dijadikan lahan pabrik. Apakah ini semua sudah terencana?Â
Apakah ini semua adalah siasat orang-orang yang mempunyai kepentingan individu? Sungguh licik akal mereka, datang disaat kami susah. Membawa angin segar namun aku yakin tak akan lama. Membawa kotak bahagia, namun aku yakin setelah itu bakal sengsara. Geram sudah hati ini. Ibu tak tau menau perihal ini. Ia sedang melakukan pekerjaannya di kebun, sedangkan bapak sedang berjuang melawan keadaan yang harus menuntunnya untuk mempertahankan atau melepaskan.
......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H