Di awal fajar ketika embun dan debu saling bertaut
aku tersentak oleh imaji jiwaku berpetualang semalaman,
imaji yang melelahkan sesungguhnya.
Imaji yang menyentakkan kesadaranku di ujung nadir.
Ya, kesadaran bahwa hatiku telah merapuh.
Di awal fajar ketika kusadari hatiku telah merapuh,
telah kuinsyafi ketulusan telah mengabur darinya.
Aku sedang mengejawantah dalam harapan.
Aku sedang membandingkan diriku
dengan keranuman-keranuman serupa hembusan surgawi.
Aku sedang memaksa hatiku menyerupainya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!