Mohon tunggu...
Ruli Mustafa
Ruli Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

THE TWINSPRIME GROUP- Founder\r\n"Jangan lihat siapa yang menyampaikan, tapi lihat apa yang disampaikannya" (Ali bin Abi Thalib ra). E-mail : hrulimustafa@gmail.com. Ph.0818172185. Cilegon Banten INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Informasi, Tangkal Hoaks

8 Desember 2017   08:31 Diperbarui: 8 Desember 2017   09:10 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hoax atau  informasi palsu di dunia maya kini tengah menjadi perbincangan hangat seiring dengan meroketnya penggunaan media sosial di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hoax bukanlah istilah baru, pemberitaan bohong untuk lucu-lucuan dahulu dikenal sebagai "April mop". Namun kini tradisi April mop tersebut seolah malah lebur kedalam ragam berita dan informasi serius namun dikemas kedalam dusta yang beragam dengan motif dan tujuan yang beragam pula. 

Robert Nares (1753--1829), pernah menyebut  bahwa kata 'Hoax' berasal dari kata "Hocus", yang berarti "menipu". Hocus juga merupakan kependekan mantra sulap yaitu "Hocus Pocus". Namun maksud penggunaan kata hoax pada pemberitaan palsu berbeda dengan pada pertunjukan sulap. Jika dalam sulap penonton sadar bahwa mereka tengah dibohongi, namun dalam pemberitaan palsu, pendengar atau penonton justru tidak sadar sedang dibohongi. 

Hoax yang sengaja dibuat menjadi pangkal dari segala kekisruhan sosial dimana-mana. Tidak saja di Indonesia, bahkan dinegara-negara majupun, mayoritas kalangan terpelajar malah sering terjebak hoax. Masalahnya makin rumit ketika hoax menimbukan fitnah serta meningkatnya potensi konflik dan kekerasan di masyarakat. 

Berita berita atau informasi yang mengandung kebohongan sangat berpotensi merusak hubungan kekerabatan, paradox dengan tujuan media sosial sebagai instrument penghubung diantara anggota masyakarat (connecting people). Sesungguhnya menangkal hoax bukan sesuatu yang terlalu sulit, asal kita memiliki mental intelijen dalam memillah serta memilih berita. 

Sikap-sikap kewaspadaan dalam menerima informasi atau pemberitaan yang bukan dari tangan pertama (first hand information), memiliki peluang untuk dijadikan hoax, namun bukan berarti informasi yang bersumber dari tangan pertama tidak mengandung hoax, sebelum kita mampu membuktikannya dengan kecerdasan kita sendiri, Don't trust anyone until they can prove to you that they can be trusted.

Kiat  awal untuk melawan berita-berita bohong alias hoax di jagad maya adalah dengan rajin melakukan upaya tabayyun atau klarifikasi langsung, terlebih jika pemberitaannya merupakan oplosan "3 F" yakni Fakta, Fiksi dan Fitnah. Sekali kita keliru menyikapi maka boleh jadi kita bisa terkecoh dengan penggiringan opini yang sesat dan menyesatkan, mengadu domba atau menebar fitnah. 

Kemajuan teknologi informasi marak disalahgunakan sedemikian rupa sehingga melahirkan zaman penuh fitnah ini. Karena itu diperlukan kecerdasan untuk bisa memilah dan memilih aneka berita dan informasi. Jangan percayai begitu saja berita-berita baru, apalagi kalau sumbernya tidak jelas, perhatikan sumber berita dan siapa yang menyampaikannya. 

Sejatinya Kitab suci Al-Quran sudah memberikan arahan dan bekal kehati-hatian dan selektif dalam menerima informasi, yakni pada surah Al Hujuraat ayat 6, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". (QS.Al~Hujuraat, surah ke 49 ayat 6). 

Secara spesifik disebutkan sumber berita dari golongan fasik, atau secara umum dalam aktivitas kekinian yakni mereka yang integritasnya tidak teruji. Apalagi di era digital ini, tidak sedikit orang-orang yang kurang memiliki integritaskarena terjebak dalam ragam penyakit hati dan hanya memiliki motivasi duniawi dengan menghalalkan segala cara. Ada ungkapan berbunyi "The man behind the gun" .

 Secanggih apapun kemajuan teknologi di dunia ini, ingatlah bahwa ada faktor manusia yang mengendalikannya. Manusia yangg mengontrol instrumen teknologi. Jika instrumen teknologi tersebut jatuh ke tangan orang-orang yang memang berniat  menebarkan kerusakan, maka terjadilah berbagai masalah, konflik, fitnah dan keburukan lainnya. 

Tidak heran bila di jaman sekarang ini nomor ponsel pun ada kemungkinan bisa di kloning atau digandakan, disamping adapula penyadapan ilegal, kejahatan hacker, cracker, phising atau penipuan melalui jebakan cyber lainnya, tentu untuk tujuan-tujuan yang tidak baik. Ada pula rekayasa salinan perbincangan di medsos (chating) yang dibuat seolah-olah benar, padahal boleh jadi hal itu adalah bagian dari ragam tipuan yang sangat mudah dibuat dan direkayasa. 

Karena itu terus pelajari hal ini dan makin tingkatkan kewaspadaan, jangan mudah percaya kepada siapapun dan informasi apapun sebelum terbukti kebenarannya, jadilah intelijen bagi diri sendiri dan komunitas masing masing, upayakan langkah ketahanan informasi. Lalu bekali diri kita dengan wawasan pengetahuan umum yang luas supaya tidak gampang percaya, selanjutnya bersikaplah bijak dalam memilah serta memilih berita. 

Bahaya hoax ini, jika tidak ditangkal sejak dini, akan menjadi masalah rumit di kemudian hari. Jadi makin cepat pemberitraan atau infomasi bohong terungkap kebenarannya, maka dapat mencegah kerisauan sosial atau dapat pula mengurangf potensi konflk. Bagi pihak yang memang berniat tidak baik, kemasan informasi hoax bisa dimanfaatkan untuk menghasut atau memprovokasi  pihak lain, termasuk kampanye hitam (black campaign)dalam dunia politik.

Namun ada juga yang menjadikan hoax untuk mengejar keuntungan dengan menarik sebanyak-banyaknya pembaca untuk mengunjungi situs-situs tertentu di internet, inilah kemudian yang disebut sebagai industri hoax, ada sisi komersil karena pameo lama dalam dunia media "bad news is good news" masih berlaku. Publik masih senang dengan ragam sensasi ketimbang memikirkan esensi, akhirnya malah mudah sekali menjadi korban hoaks  

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, sudah ada undang-undang yang khusus mengatur penyebaran informasi dan transaksi elektronik (UU-ITE). Secara teknis, disamping melakukan klarifikasi narasumber berita awal, kita juga bisa melakukan kroscek setiap berita atau informasi yang bertendensi provokatif. 

Dengan menggunakan perangkat mesin pencarian di internet kita bisa mengecek ulang, membandingkan informasi dengan informasi lainnya hingga memeriksa keaslian tautannya, baik berupa foto-foto hingga video pendukungnya. Kita juga dapat memeriksa alamat website yang terkait. 

Mari kita tangkal hoax, jangan sampai hal itu menjadi rantai pembenaran yang mengundang petaka, sebab  jika tidak segera ditangkal akan merusak tatanan sosial kemasyarakatan , atau meminjam istilah Paul Jozef Goebbels (1943)- "kebohongan yang diulang-ulang, akhirnya akan menjadi kebenaran yang dipercaya publik !" (*).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun