Ada ungkapan Arab yang terkenal di kalangan pesantren yaitu “Man Jadda WaJada” yang artinya “Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil, ”-where there is a will there is a way !” , juga terkenal di masyarakat kita pepatah “Dimana ada kemauan, pasti disitu ada Jalan “.
Tidak ada hal yang sulit jika kita mau berusaha dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas, yang penting ada kemauan dan ada kesungguhan serta gunakan logika serta ilmu pengetahuan sesuai kapasitas kita masing masing yang telah Allah Ta'ala karuniakan.
Setiap manusia punya potensi untuk tumbuh dan berkembang, jadi bukan hanya sekedar tumbuh semata, melainkan harus berkembang. Allah sudah berikan modal dasar berupa otak dan akal yang lebih baik dibandingkan dengan mahluk lainnya di muka bumi ini. Jadi sangatlah keliru jika kita beranggapan bahwa nasib tidak bisa diubah.
Nasib kita itu kita sendirilah yang menentukan, sebagaimana yang telah di firmankan oleh Allah dalam kitab suci Al-Quran bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubah nasib atau keadaan yang ada pada dirinya (QS Ar-Ra'd 11).
Kalau sekarang kita menyaksikan arus globalisasi yang menggunakan cara-cara kapitalis-liberal dalam menggapai rezeki Illahi, maka akibatnya bisa kita rasakan sangatlah buruk.
Memang disatu sisi tampaknya kondisi sosial ekonomi masyarakat tenang saja, akan tetapi jangan salah, selama bertahun-tahun kita telah dibuai oleh nilai-nilai yang ternyata jauh dari ayat-ayat Allah.
Tengok saja dewasa ini terjadi penumpukan modal di segelintir anggota masyarakat. Uang terkonsentrasi di kelompok mereka yang menggunakan cara-cara tidak terpuji: korupsi, kolusi, manipulasi, kongkalikong, jalan pintas membeli jabatan dengan suap atau serangan fajar dalam Pemilu atau Pilkada serta beragam kelicikan lainnya.
Sementara semakin banyak kelompok miskin yang terseok-seok mencari kehidupan akibat sistem yang salah kaprah, seperti pameo “Yang kaya semakin kaya yang miskin bertambah miskin “.
Kapitalisme liberalistik mengajarkan rangkaian kompetisi yang tidak sehat, tidak fair dan tidak transparan !
Sementara konsep yang dielaborasi dari nilai-nilai islam merupakan konsep ideal yang bisa diterapkan secara mudah, tidak berliku-liku dan sangat faktual berlaku dalam kehidupan masyarakat di masa kini maupun di masa-masa mendatang. Islam memberikan kiat berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabiqul khairat - common virtues).
Terminologinya jelas “Berlomba-lomba”artinya saling bahu-membahu (hand in hand, bersinergi). Dalam berupaya menggapai rezeki dan atau mencapai sesuatu tujuan yang baik, yakin bahwa pencapaian harus dilakukan melalui sebuah jaringan, sebuah network atau Jam’iyah, bukan dengan jalan sendiri-sendiri alias individualistik.
Keberhasilan pencapaian juga diarahkan kepada pemerataan kapital berdasarkan asas keadilan, bukan penimbunan yang mengundang keserakahan (seperti yang diterapkan ekonomi kapitalis) bukan pula asas “sama rata sama rasa” yang ditawarkan oleh konsep ekonomi komunis.
Kita lihat saja dalam ekonomi kapitalis justru hal yang sebaliknya sangat jauh dari nilai-nilai Islam malah dilegalkan seperti : bersaing secara tidak wajar-menciptakan aneka penghambat (barrier to entry) dalam mekanisme dagang, tujuan menang-menangan, berkompetisi secara tidak sehat, yang akhirnya akan melahirkan mental-mental manusia serakah (greedy), saling menjegal, saling meniadakan bahkan saling membunuh dalam ranah persaingan menggapai rezeki, parahnya hal tersebut kini malah dianggap lumrah, wajar karena telah diterima oleh banyak kalangan masyarakat.