RASUL MUHAMMAD dan ZAID baru saja meninggalkan rumah tempat pertemuan dengan Abdi Yalel, Kbubaib dan Mas'ud - ketiganya tokoh masyarakat Bani Tsaqif di kota Thaif - ketika tak lama kemudian penduduk kota yang berjarak sekitar 50 mil dari Mekkah itu, seperti air bah berhamburan keluar dari rumah mereka, menyoraki mencaci maki, dan berteriak teriak menghina Rasul. Semua tumpah ruah. Kaum dewasa dan bahkan juga anak-anak mereka, mulai melempari keduanya dengan batu-batu dan apa saja. Zaid berusaha melindungi Rasul. Lemparan batu terus beterbangan dan akibatnya, darah pun bercururan dari tubuh keduanya. Rasulullah dan Zaid terus berlari menjauhi , dikejar dan diusir amarah keberingasan penduduk Thaif. Akhirnya mereka tiba di suatu tempat bernama Qarnis-Tsa'alib.
Di angkasa, sekumpulan awan seperti meneduhi keduanya yang sudah letih berlari menyelamatkan nyawa dan risalah. Saat itulah Rasulullah mendengar ucapan salam seseorang dari atas sana. Seketika ia menengadahkan kepalanya - nun di atas sana, Jibril 'Alaihis Salam' bertitah : "Wahai Muhammad. Sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang dikatakan kaum Tsaqif serta jawaban mereka atas ajakan engkau. Bersamaku ini adalah malaikat penjaga bukit yang diutus Allah untuk engkau. Maka perintahkanlah apa saja yang Engkau kehendaki. Seandainya Engkau ingin dia menghimpitkan bukit Abu Qubais dan bukit Ahmar ke tubuh dan seluruh perkampungan mereka, niscaya dia akan melakukannya!".
Sesaat kemudian, Malaikat penjaga bukit muncul dan memberikan salam kepada Rasul. Malaikat bukit ini meyakinkan apa yang telah dikatakan oleh Malaikat Jibril AS tadi. "Perintahkanlah aku. Seandainya engkau menghendaki kedua bukit ini dihimpitkan kepada mereka, niscaya akan aku lakukan dengan segera!", ujarnya.
Apa jawaban Rasul ? Lelah yang luar biasa dan sakit dari luka akibat lemparan batu masih perih beliau rasakan. Namun Rasul menolak tawaran malaikat penjaga bukit untuk membalas menghancurkan musuhnya. Beliau bahkan memanjatkan doa kepada Allah agar penduduk Thaif diberi hidayah: "Allahummahdii qawmii fainnahum laa ya'lamuun" (Ya Allah berilah hidayah kepada kaumku ini, karena mereka masih juga belum faham tentang arti Islam . Rasulullah bahkan tak lupa mendoakan agar keturunan mereka nanti menyembah Allah semata. Tidak akan mempersekutukanNya dengan apa pun. Subhanallah !
*Â Â Â Â Â Â Â Â Â *Â Â Â Â Â Â Â Â Â *
Saat itu kondisi di Mekah memang sudah sangat luar biasa kerasnya menolak dakwah Rasulullah. Dua orang yang sangat dicintai oleh Rasul, yang sekaligus merupakan duo 'benteng' perjuangan, telah berpulang. Abu Thalib, sang paman - putera petinggi urusan politik,hukum dan keamanan penguasa Quraisy Abdul Muthalib yang selama ini selalu mampu menjadi 'tameng' Rasul dari kebengisan kaum musyrikin Quraisy, baru saja meninggal dunia. Disusul pula dengan wafatnya isteri beliau tercinta, Khadijah RA, belahan hati dan tambatan jiwa dalam suka duka perjuangan menegakan risalah Ilahi. Selalu dikala Rasul menghadapi berbagai kesulitan, wanita mulia inilah yang memberikan semua dukungan, baik moral maupun materil. Kini keduanya telah tiada.
Dengan ketiadaan sang istri dan paman tercinta, hari demi hari makin terasa intensitas kekejaman orang-orang musyrikin Makkah, semakin naik memuncak. Tekanan dan penyiksaan terhadap pengikut Muhammad makin meningkat. Kondisi dakwah di Mekah sudah sangat jauh dari kondusif sehingga basis baru harus dicari. Dan kota Thaif yang memang taklah jauh dari Makah itu adalah salah satu calon basis tersebut.
Ke sanalah, dengan berusaha tak terdeteksi oleh intelijen penguasa Makkah - ditemani Zaid, Rasulullah berangkat dalam suatu missi rahasia. Beliau ingin menemui tiga pemuka Thaif, sembari berharap bahwa Abdi Yalel, Kbubaib dan Mas'ud akan berbaik hati. Kepada ketiga pemimpin kota ini, Rasul menjelaskan tentang visi dan missi serta wawasan keselamatan bangsa, menjelaskan kondisi kaum Muslimin yang terkubur dalam kemungkaran di seluruh pelosok negeri. Beliau sekaligus menanyakan kemungkinan Thaif untuk dijadikan sebagai basis dakwah serta berharap kaum Tsaqif akan memberikan perlindungan kepada dakwah Rasullullah.
Dan Rasulpun tak lupa memohon, seandainya para pembesar Tsaqif tersebut menolak permintaannya, ia berharap mereka untuk tidak menceritakan kepada siapapun tentang pertemuan rahasia itu. Namun apa mau dikata, harapan taklah selalu berbuah keindahan. Reaksi para pemuka kota Thaif sungguh sangat diluar keinginan Rasul. Ketiga tokoh itu mengumumkan pertemuan rahasia tersebut ke masyarakat luas di seantero kota. Mereka bahkan tak sekedar menolak dakwah Rasul. Tak hanya itu. Mereka kemudian berteriak teriak melecehkan Rasul dengan mencaci maki umpatan kata kata kotor. Konon, dengan nada sinis, seorang dari mereka berteriak bertanya mengapa Allah kok sudah begitu lemah sehingga harus mengutus seorang seperti Muhammad, meminta-meminta perlindungan kepada kaum Tsaqif !
*Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â *Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â *
Belajar dari peristiwa Thaif, kita melihat bagaimana sebuah akhlaq sempurna telah ditunjukkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kezaliman disaat beliau belum punya kekuatan fisik, kendatipun Rasul mendapat tawaran dari 'atas' untuk melakukan perhitungan dengan penduduk kota Thaif. Rasul telah membuat monumen percontohan untuk kita semua dalam menghadapi perlakuan orang-orang yang bengis dan zhalim.
Coba kita refleksikan sekiranya kita berada dalam posisi Rasul, disiksa, dihina, dicaci maki, disoraki, difitnah, bahkan disumpahin sebagai sesat. Siksaan badan dan terlebih-lebih hati yang terluka sangat dalam. Kemudian ada seseorang yang sangat kuat menawarkan jasa untuk membuat perhitungan dengan kaum zhalim tersebut. Mungkin kita akan langsung menerima tawaran tersebut. Namun tidak demikian dengan Rasulullah !
Pandangan beliau senantiasa tertuju kepada masa depan. Itulah pemimpin visioner. Melihat asas kemanfaatan ke masa depan didasarkan atas rasa kasih sayang yang sangat besar kepada kaum dan bangsa. Kepada kemanusiaan. Muhammad  berharap dari kota Thaif suatu masa kelak akan lahir generasi Ilahiyah, generasi yang akan membela perjalanan menuju masa hadapan kelak. Seandainya kota Thaif dihancurleburkan - sebagaimana negeri kaum Luth - tentu harapan doa tersebut taklah akan bisa jadi kenyataan.
Ada kisah lain pada masa awal dakwah beliau di ibukota Makkah, tentang dua orang pejabat tinggi pemimpin koalisi Quraisy. Umar bin Khattab dan Abul Hakam bin Hisyam alias Abu Jahal, yang sedang naik daun dengan kekuasaannya. Keduanya begitu benci terhadap Muhammad dan pengikutnya. Keduanya punya karakteristik yang hampir mirip, yaitu kharisma yang besar dan kedudukan politik dan militer yang sangat kuat, bahkan ditakuti oleh banyak orang. Kabarnya, yang takut kepada Umar saat itu tak hanya manusia saja. Syetan juga akan lari menepi manakala Umar berjalan ke arahnya.
Melihat potensi tersebut Rasulullah SAW mendoakan agar minimal salah satu dari mereka menjadi pengikut. Do'a Rasulullah terkabul. Sejarah kemudian - bahkan sampai saat ini, mencatat nama Umar dengan goresan tinta emas peradaban. Karena itu marilah kita membangun peradaban dengan semangat Tuhan ketika mengatakan : "Siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari (kekuatan) kuda-kuda yang ditambat untuk berjuang, yang dengan persiapan itu kamu menggentarkan musuh , musuhmu dan orang selain mereka yang tidak mengetahui sedang Allah mengetahui. Apa saja yang kamu programkan pada jalanNya, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan tidak akan dianiayakan". ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H