Ketikung Demit Stadion
Â
Melongo..! Ya, aku hanya terdiam membisu. Tidak percaya menyaksikan apa yang telah terjadi.
Sekian hari, tepatnya dua minggu menyiapkan anak-anak untuk menghadapi pertandingan popda cabang sepak bola SD di tingkat kabupaten, mewakili tim kecamatan. Hasilnya tak sesuai ekspektasi. Kandas !!. Aku tidak percaya dengan hasil yang telah didapat oleh tim. Pertandingan yang telah kami tunggu akan berjalan dengan seru, ketat dan ngotot dengan tim lawan sama sekali tak muncul, tidak nampak, bahkan tak ada perlawanan. Anak-anak hanya menjadi bulan-bulanan tim lawan.
Tim kami bertanding dibawah perform. Pergerakan bola dari lini ke lini, tak ada, seperti yang diperagakan dalam latihan dan beberapa kali uji coba. Begitu lemahnya membangun serangan dari belakang, terobosan, overlap dan shooting pun beberapa kali membentur tiang gawang. Ketika striker kami bisa melewati beberapa lawan sehingga gawang lawan menjadi kosong, tinggal cocor bola saja, lho! 99,99 persen bola masuk ke gawang tapi bola malah menyamping. Sesuatu yg mustahil!! Sedangkan lawan begitu enjoy, pede bermain menguasai pertandingan. Setiap peluang terjadi gol. Yang pada akhir pertandingan selama empat puluh menit itu, kami harus  pulang dengan membawa sekarung gol (7 gol). Lumayan!!
Tak apa, mengingat tim besar seperti Manchester United, Barcelona, Madrid dan yang lainnya juga pernah kebobolan sebanyak itu. Apalagi kami yang hanya tim kecil, masih dalam belajar. Memang ada sedikit sesal, tapi tak malu, sebab kalah dalam suatu pertandingan bukan suatu yang nista dan hina. Juga tak harus marah ataupun mencari-cari siapa yang salah. Cuma aku bertanya-tanya.
Why? Kenapa bisa begitu? Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak-anak?
Sejak awal memasuki stadion Krida, aku telah merasakan sesuatu yang tak nyaman. Sebut saja aneh dan  janggal. Tapi aku abai dengan itu. Sesuatu itu banyak aku rasakan, tapi aku belum menyadari sepenuhnya.
"Pak, perutku mules?" kata Irfan, pemain gelandang, sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai.
" Kalau bisa ditahan, tahanlah, Nak!" kataku sambil menyuruhnya minum air secukupnya.
Kulihat wajah anak-anak yang tak seperti biasanya. Candaan renyah dari si Wildan yang bertubuh gempal dari tadi tidak juga mengalir di tengah-tengah suasana yang menurutku kurang rilek. Rudin yang suka jahil tidak juga beraksi. Wajah-wajah mereka begitu lesu, tak ada pancaran bara semangat ketika mereka sudah di tepi arena pertandingan, .