Dua drama suporter sepak bola di akhir bulan Januari 2023 menjadi catatan kelam.
Sabtu (28/1/2023), bus yang ditumpangi pemain dan offical Persis Solo sepulang dari laga tandang dari Tangerang dilempari batu oleh suporter Persita Tangerang. Kejadian ini menyebabkan kaca bus pecah. Satu orang dari offical Persis dilaporkan luka.
Minggu (29/1/2023), Puluhan Aremania demo di Kandang Singa. Massa menuntut permintaan maaf manajemen Arema FC serta pertanggungjawaban atas tragedi Kanjuruhan yang merenggut 132 nyawa. Aremania dan petugas keamanan terlibat bentrok. Terjadi aksi bakar dan lempar batu. Meski tak berlangsung lama, bentrok mengakibatkan kaca kantor Arema FC pecah dan rusak.
Beginilah halaman muka sepak bola kita. Bagaimana bisa mendulang prestasi? Pesimis, sedih rasanya melihat sepakbola kita yang belum  kunjung menampakkan prestasi yang membuat kita berdecak kagum. Terkait prestasi sepak bola Indonesia ini, saya mencoba mengulik sebab musababnya.
Berikut 5 alasan penghambat sepak bola Indonesia  tidak kunjung mencapai prestasi puncaknya;
1. Pembinaan Pemain Muda yang Kurang Memenuhi Standard
Teringat pesan dari seorang penulis novel, " ...hidup dan matinya novel thriller itu ada di halaman pertama. Sekali anda gagal pada halaman pertama, maka akan gagal di halaman berikutnya...".Â
Bisa-bisanya menulis dikaitkan dengan sepak bola. Iyo dong..! Because, menulis itu sebuah karya seni yang hasilnya bisa dinikmati oleh khalayak. Begitu pula sepak bola adalah seni, para pemainnya adalah seorang aktor yang nantinya akan mengisi panggung teater  lapangan hijau. Ia (pemain sepak bola) harus dibentuk dan dipoles agar pertunjukan menghibur.Â
Maka pembinaan kepada pemain sepak bola jangan dianggap remeh, jangan asal-asalan. Pembinaan harus dilakukan dengan terstruktur dan terprogram dengan baik. Pembinaan dimulai dari usia yang paling awal. Dalam hal ini anak-anak yang memulai latihan sepak bola, active start, diberi porsi latihan tehnik dasar dan penguatan berbagai unsur karakter (attitude) seperti kerjasama, saling menghargai, kemandirian, dan tentunya respect.
Kemudian diperiode fundamental anak-anak akan mengalami masa kegembiraan yang dipadukan dengan bermain sepak bola. Tanpa ada tekanan dan beban. Begitu juga periode-periode berikutnya sampai pada level akhir training to win. Ini semua dibutuhkan keseriusan oleh semua pihak. Utamanya adalah pelatih itu sendiri.Â
Pelatih sepak bola diusia dini haruslah paham dan menguasai dasar-dasar kepelatihan serta paham akan karakter anak usia dini. Pelatih harus mampu membentuk karakter pemain, tidak melulu memberikan tehnik-tehnik dasar sepak bola tingkat tinggi.
Tapi kenyataan di lapangan, yang ada bukan pembinaan usia dini secara berjenjang, yang ada pembina/pengurus club/pelatih yang anggotanya adalah anak-anak yang diberi porsi latihan pemain dewasa. Gile tuh...! Ini kan jelas kesalahan fatal. Kalau pola ini berlangsung berkesinambungan bagaimana mungkin kita akan menggapai bintang di langit.
Â
2. Seleksi Pemain yang Instan
Pemain-pemain yang terpilih tidak melalui kompetisi yang ketat. Meskipun liga 1, liga 2, liga 3 berjalan namun belum sepenuhnya membuahkan talenta-talenta yang performnya teruji. Sebenarnya kompetisi adalah ajang untuk menempa para calon pemain Timnas menambah jam terbang, mengasah kemampuan menjadi pemain pilih tanding.Â
Kini yang kita saksikan sederet nama naturalisasi (yang terbaru Shayne Pattynama) telah mengisi starting XI. Dan ada juga 'mungkin' pemain titipan. Padahal ada banyak pemain di Nusantara yang kualitasnya mungkin lebih bagus dari pemain titipan. Â Kedua hal ini yang bikin kita geleng-geleng kepala. Para Petinggi kita suka yang instan.
3. Suporter Kita yang Narsistik
Suporter merupakan elemen penting dalam sepak bola. Mereka adalah pemain keduabelas yang bisa memompa kondisi tim menjadi berlipat energinya. Coba cermati nyanyian 'syahdu' suporter di tribun stadion dari penggalan lirik lagu "Iwak Peyek"
...kita jago,, kita Jago,,Lawannya bego,,kita jago,, kita jago,,lawannya bego...
Satu lagi pada penggalan lirik "...dib*n*h saja!", kedua lirik ini sering dinyanyikan  suporter sepak bola di Indonesia,  Chant tersebut biasanya ditujukan kepada suporter rival.
"lawannya bego..dan...dib*n*h saja!"menjadi kata yang sangat populer dalam pertandingan sepak bola di Indonesia. Para suporter atau fans sepak bola menyanyikannya, bahkan acapkali di sepanjang laga, ketika klub yang mereka dukung bertemu dengan klub yang mereka anggap sebagai rival. Bahkan kata-kata itu dinyanyikan meski klub yang sedang bermain di lapangan hijau bukanlah klub rival mereka.Â
Rangkaian kata tersebut jelas berada pada aura negatif dari agresifitas karena berisi ajakan untuk menenggelamkan jiwa. Bahkan ajakan menihilkan nyawa. Tak ayal, pada sekian kurun waktu kita menerima kabar duka, pilu. Nyawa terenggut begitu mudahnya. Dan liga-liga pun terhenti.
Suporter berpengaruh besar pada perjalanan Timnas menggapai prestasi yang lebih baik.
4. Postur Tubuh Pemain Indonesia yang Tidak Ideal
Berdasarkan banyak referensi dunia, Indonesia termasuk rangking 115 dunia dengan rata-rata tinggi badan pria nya 166,6 cm dan wanita 154,4 cm," Â CNNIndonesia.com, Selasa (27/9/2022).Â
Data ini menempatkan Indonesia di urutan ke-11 negara dengan penduduk terpendek setelah Kamboja. Bila dibandingke dengan para pemain sepak bola dunia yang rata-rata tinggi badannya di atas 170 cm, Â Pemain kita akan sulit bersaing di level dunia. Ingatlah pepatah Jawa, " asu gede menang kerahe" ( anjing besar akan menang bertarung). Fisik besar dan kuat akan dominan menang dalam pertandingan olahraga.
5. Untuk Mencapai Hasil Lebih Percaya Kepada Dukun Daripada Kemampuan Pemain yang Sebenarnya.
Demi meraih kemenangan, sebuah tim sepak bola rela menggunakan berbagai cara. Diantaranya dengan cara halus, sihir atau dukun ilmu hitam. Praktek perdukunan sudah sangatlah lazim kita lihat di tengah masyarakat. Begitu membudaya dan masif. Apapun urusannya, seseorang akan datang minta tolong kepada wong tuwo artinya datang kepada orang pintar yang mempunyai ilmu linuwih (lebih).
Saya pernah melihat praktik sihir pada pertandingan sepak bola di Indonesia. Sihir itu dijalankan dengan menggunakan berbagai media. Misalnya; air, garam, beras kuning, boneka, asap rokok yang sudah diisi mantra, dll.Â
Seorang dukun akan bekerja secara langsung di TKP atau jarak jauh, LDR an gitu lho.., dari rumahnya sendiri. Sihir ibarat doping halus bagi pemain yang menjadi target. Pemain dalam tim itu energinya akan berlipat-lipat, tidak kenal lelah, sedangkan pemain lawan akan merasa minder, takut, pandangan mata gelap dan perasaan negatif lainnya. Dengan demikian tim akan mudah menuai kemenangan.
Di faktor kelima inilah yang paling menghambat prestasi Timnas Indonesia tidak segera merengkuh prestasi gemilangnya bila bertanding di level internasional. Oleh sebab itu kita sering mendengar,"di level remaja para pemain kita prestasinya moncer, menginjak dewasa kok jeblok ya!". Monggo.., dianalisa sendiri.
Itulah beberapa alasan terkait prestasi  sepakbola kita. Semoga bisa menjadi renungan kita bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H