Mohon tunggu...
RUH Saputra
RUH Saputra Mohon Tunggu... Insinyur - Bisnis

Sama dengan di atas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlunya Dibuat Undang-Undang untuk Food Estate

7 November 2024   16:51 Diperbarui: 7 November 2024   17:13 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah melihat dengar pendapat antara Komisi IV DPR dengan Menteri Pertanian baru-baru ini, yang salah satunya tentang food estate untuk pemenuhan pangan, membuat saya tergelitik untuk menulis artikel ini.

Mengapa demikian? Karena rasanya saya sedikit tahu tentang food estate di negara ini, mulai dari era Presiden Soeharto sampai saat ini.

Komponen utama pembentuk negara

Seluruh negara di dunia memiliki komponen utama pembentuk negara yang sama.  Dalam buku ADAKAH YANG LEBIH BAIK DARI PANCASILA dan buku MEMBUKA TABIR PENATAAN ALAM RAYA, saya telah membahas tentang ini, dimana komponen utama pembentuk negara ada 3, yakni guru, petani dan tentara; dimana untuk Negara Bangsa Indonesia, komponen tentara terdiri dari TNI dan POLRI.

Guru dan petani adalah tiangnya negara, tanpa adanya guru dan petani tidak akan ada yang namanya kehidupan dan penghidupan, sedangkan tentara adalah payungnya negara, tanpa ada tentara, tidak akan ada yang namanya negara.

Guru adalah wakil Tuhan di bumi untuk menyebarkan dan mengajarkan ilmu (QS. 96:4-5), petani adalah wakil Tuhan di bumi untuk memberi makan manusia (QS. 106:4), dan tentara adalah wakil Tuhan di bumi untuk menjaga keamanan dan kedamaian (QS. 106:4). 

Oleh karena itu, tempatkanlah mereka pada tempat yang layak dan selayak-layaknya, sehingga diri kita merasa tidak layak untuk hidup ketika tidak membuat mereka semua layak dalam hidup.

Kebutuhan dasar manusia yang paling penting adalah pangan. Ketiga komponen di atas punya kepentingan dan peran dalam masalah pangan. Petani adalah pelaksana utama produksi pangan, sedangkan guru mengajarkan dan menyebarkan ilmu bagaimana produksi pangan dilakukan?

Selanjutnya bagaimana dengan tentara atau TNI-POLRI? Saya yakin, sebentar lagi dunia akan masuk ke dalam situasi atau kondisi dimana pangan adalah senjata. Oleh karena itu dia harus dikelola oleh yang punya senjata, dan program food estate adalah maket atau pembelajaran untuk melaksanakan itu.

Visi dan bentuk kecintaan seorang pemimpin

Bangsa ini harus bersyukur karena sampai saat ini Tuhan tetap memberikan presiden atau pemimpin yang visioner dan sangat cinta kepada negara.

Apa buktinya? Mereka berjasa sangat besar karena membuat negara ini tetap ada. Selain itu mereka semua pun menjadikan produksi pangan sebagai program utama, dimana salah satunya adalah program food estate.

Proyek atau program "food estate" pertama kali dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1995 dengan proyek penanaman 1,45 juta hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah. Sayangnya proyek ini dinyatakan gagal dan diputuskan berhenti oleh Presiden BJ Habibie melalui Keppres Nomor 33 Tahun 1998. Tepatnya, setelah 3 tahun proyek ini dicanangkan.

Hampir seluruh proyek food estate yang dicanangkan presiden pelanjut, sampai era Presiden Jokowi banyak yang menganggapnya gagal. Masalahnya, tidak sedikit kalangan yang mempersalahkan kegagalan tersebut kepada sang presiden. Dan ini saya katakan, salah alamat!

Food estate adalah bukti visi besar seorang presiden agar pangan rakyatnya dapat dipenuhi secara mandiri. Jadi posisi keputusannya sudah keputusan strategis, dan bukan lagi taktis apalagi teknis. Justru yang bisa dianggap salah adalah ketika presiden tidak mencanangkan atau melaksananakan proyek food estate tersebut.

Mengingat posisinya adalah keputusan strategis, maka ketika terjadi kegagalan, dimana harus dicari siapa yang salah, maka posisi kesalahannya bukan pada sang presiden sebagai pembuat keputusan atau kebijakan strategis, tetapi pada pelaksana dari proyek tersebut.

Selanjutnya ketika harus dicari siapa yang salah dari pelaksana tersebut, maka harus diketahui dulu posisi mereka. 

Posisi pertanian terdiri dari 2, yakni pertanian sebagai sistem produksi dan pertanian sebagai fungsi produksi.

Dalam buku MEMBUKA TABIR PENATAAN ALAM RAYA, Bab IV tentang Penataan Pertanian, telah saya jelaskan cukup detail bagaimana kedua posisi ini bersatu padu untuk menjadikan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia (buku diterbitkan pertama kali tahun 2013).

Dalam buku tersebut telah dijelaskan bahwa sebagai sistem produksi, pertanian harus dikelola oleh tentara (TNI-POLRI). Mengapa demikian? Karena komponen atau masalah yang harus ditangani pertanian sebagai sistem produksi sangat komplek, diantaranya  penyediaan sarana dan prasarana produksi, distribusi, pemasaran dan harga, termasuk di dalamnya penanganan masalah mafia atau kartel dalam bidang pangan.

Yang pasti, pengelolaan pertanian sebagai sistem produksi harus dilakukan oleh institusi yang memiliki garis komando yang tegas dan jelas. Di negara bangsa ini, pastilah kita sepakat bahwa institusi dimaksud adalah TNI-POLRI. Oleh karena itulah dalam buku tersebut saya menyatakan sebagai sistem produksi, pertanian harus dikelola oleh tentara, atau TNI-POLRI.

Bagaimana dengan pertanian sebagai suatu fungsi? Inilah yang harus dikelola oleh para ahli-ahli pertanian termasuk para peneliti, dan para petani yang mau dan mampu. Produksi pertanian (P) adalah fungsi dari benih (B) terhadap pupuk (nutrisi)-Pu(N) dan lingkungan (L), yang biasanya dinotasikan P = f(B|Pu(N), L).  

Dari fungsi di atas sangat jelas bahwa ahli-ahli pertanian atau para peneliti lah yang bertanggungjawab mengelola ini. Mereka harus mengembangkan dan menerapkan teknologi agar ketiga variabel dalam fungsi tersebut dapat berada pada posisi optimal sehingga produksi pertanian dapat terjadi secara optimal dan berkelanjutan.

Jadi jangan salah, bukan kewajiban anggota TNI-POLRI untuk nyangkul di sawah. Kewajiban mereka adalah bagaimana pertanian sebagai suatu sistem dapat berjalan dengan baik dan lancar; dimana bagi mereka ini pun merupakan bagian dari program pembinaan territorial sebagai salah satu tugas pokok mereka.

Semua butuh waktu

Tidak ada keberhasilan besar diperoleh dalam waktu singkat dan cepat. Apalagi dalam bidang pertanian, dimana di dalamnya ada proses menanam dan memelihara. Walaupun sudah fokus, konsisten dan persisten, namun tetap saja kita semua butuh waktu untuk mengembangkan pertanian agar sukses. Apalagi program besar seperti food estate.

Sayangnya, berdasarkan pengalaman saya pribadi, waktu yang dibutuhkan pun tidak sebentar. Pandanglah ini sebagai suatu contoh, dalam bidang pertanian saya telah menemukan 2 teknologi ber"paten" yang keduanya merupakan satu-satunya teknologi di dunia saat ini, dimana salah satunya, patennya pun diberikan oleh Pemerintah USA.

Teknologi pertama adalah teknologi pembentukan nutrisi esensial berdasarkan proses pembentukan nutrisi esensial di dalam laut (Paten ID No. P0031990). Untuk teknologi ini saya membutuhkan waktu 13 tahun (1993-2006) untuk meneliti sampai menemukannya.

Teknologi kedua adalah teknologi produksi pupuk dari batubara, dimana nama teknologinya sendiri adalah teknologi aktivasi unsur hara (Paten ID No. P000055772, Paten USA No. US 10,683,243 -- tahun 2020 dan Reg. China Gov.  No. 55031310 as CARBONTILIZER). Untuk teknologi ini saya membutuhkan waktu 7 tahun (2009-2016), dimana pembuktiannya sendiri dilakukan pada berbagai iklim (benua) yang berbeda, tidak hanya di Indonesia, tetapi di USA sendiri, di Zimbabwe dan di Nigeria.

Contoh lain bahwa pengembangan pertanian yang sukses butuh waktu lama adalah pada proyek penanaman gurun di Tiongkok, dimana melalui Three-North Shelterbelt Forest Program (TSFP) pada akhir tahun 2020 mereka telah berhasil menghijaukan 31,74 juta hektar gurun.

Saat ini kita melihat mereka telah berhasil, namun mari kita lihat dari kapan mereka mulai? Walaupun pencanangan program besarnya dilakukan pada tahun 1979, namun rakyat Tiongkok telah memulai penanaman gurun sekira tahun 1950-an. Jadi sudah lebih dari 70 tahun, baru kita melihat mereka berhasil.

Dari 2 contoh di atas, kita semua dapat belajar bahwa untuk mencapai produksi pertanian yang sukses dibutuhkan waktu yang tidak sebentar; disamping tentunya harus fokus, konsisten dan persisten.

Selanjutnya, bagaimana dengan food estate? Pertama, ukuran keberhasilan food estate jangan dibatasi waktu yang singkat, apalagi periode kepemimpinan seorang presiden, namun program ini harus merupakan program berkelanjutan. Kedua, keberadaan food estate dalam skala luas harus dibuat dalam satu Undang-Undang, tidak cukup hanya keputusan presiden atau penetapannya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal ini dimaksudkan agar ketika terjadi pergantian kepemimpinan, food estate tetap berlanjut.

Selain itu, dengan Undang-Undang ini tidak boleh lagi ada presiden yang dipersalahkan tentang food estate, karena proyek ini sudah merupakan keputusan negara, bukan hanya keputusan suatu pemerintahan.

Ketika kita menganggap IKN sebagai sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga dibuat Undang-Undang, bagaimana dengan food estate seperti di Merauke? Bukankah ini pun sangat penting untuk memenuhi pangan rakyat? Jadi, mengapa tidak dijamin keberlangsungannya melalui Undang-Undang?

Akhirnya ketika kedua hal di atas telah dilakukan, tinggal dilihat apakah masalah di dalamnya ada pada sistem atau pada fungsi, atau pada kedua. Disinilah semuanya harus bersatu padu. Para ahli pertanian atau peneliti bekerja keras mengembangkan teknologi yang mumpuni. Sementara yang lain bekerja menjamin pertanian sebagai suatu sistem dapat berjalan dengan baik dan lancar.   

Saran untuk Pak Menteri Amran Sulaiman

Dalam dengar pendapat dengan Komisi IV di atas, saya kaget ketika Pak Menteri Amran menyatakan akan mundur sebagai menteri ketika gagal memberantas mafia impor pangan. Kalau boleh saya saran, sebaiknya pernyataan ini ditarik.

Mengapa demikian? Berdasarkan penjelasan di atas tentang sistem dan fungsi pertanian, masalah mafia berada di wilayah pertanian sebagai sistem dimana penanggungjawabnya adalah TNI-POLRI atau mungkin dalam hal ini adalah POLRI. Kewajiban Mentan hanyalah memberikan informasi saja tentang mafia ini. Mentan tidak punya kuasa penuh untuk memberantasnya.

Rasanya tidak pas kalau seorang pimpinan (Menteri) harus mundur karena tidak mampu menyelesaikan sesuatu, dimana dia sendiri tidak punya kuasa penuh dalam menyelesaikan sesuatu tersebut.

Hal lain yang lebih penting adalah, saat ini Pak Menteri Amran sedang dipercaya Presiden Prabowo untuk menangani proyek swasembada pangan; dan food estate di Merauke. Ini yang jauh lebih penting dari hanya sekedar memberantas mafia impor pangan. Karena kalau Bapak berhasil dalam proyek ini, atau mampu memberikan landasan yang kokoh dan benar untuk mencapai tujuan proyek ini bagi pelanjut Bapak, sejarah akan menulis nama Bapak dan Presiden Prabowo dalam tinta emas.

Saya sadar dan yakin, kepercayaan atau pekerjaan ini pasti sangat berat, sangat sukar dan sangat melelahkan.

Ingatlah, kesukaran dalam menata sejarah akan terus berulang selama sejarah itu tetap diperlukan keberadaannya. Dan tak selamanya sejarah menuliskan tinta emas dan membenarkan apa kebenarannya. Namun ingatlah, takkan pernah tertulis dalam sejarah, apabila sejarah tidak mengenal apa yang hendak dituliskannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun