Fenomena Pamali di Masyarakat Sunda pada dasarnya tidak pernah dibahas secara khusus, secara bahasa pamali adalah larangan, jadi pamali merupakan larangan tak tertulis dari orang tua zaman dulu yang tidak boleh dilakukan oleh orang Sunda sekarang secara turun temurun, apabila melanggar akan mendapat hukuman atau balasan dari sesuatu yang dilanggar, tetapi hal tersebut hanya dilakukan untuk menakut-nakuti supaya pamali tersebut dilaksanakan.
Pamali sifatnya regional atau kedaerahan dan tidak mengikat, tapi sudah menjadi pegangan atau bisa dibilang sudah menjadi ideologi karena sudah tertanam dalam diri masyarakat Sunda. Apabila sudah mendengar kata pamali akan langsung menghindari dan menjauhi dari apa yang dilakukan.
Pamali tujuannya adalah mendidik, selain itu juga memiliki tujuan lain tapi hanya diketahui oleh leluhur masyarakat Sunda. Biasanya di Kampung Adat yang masih sangat kental budaya Sunda dapat dipastikan pasti ada pamali, seperti hutan larangan yang tidak boleh dimasuki, tetapi hikmahnya adalah memelihara alam. Pamali ada beberapa yang masuk logika, tapi banyak juga yang tidak masuk logika.
Dari semua hal yang dilarang atau pamali oleh orang Sunda zaman dahulu, ada beberapa pamali yang hingga sampai saat ini masih dilakukan atau dipercayai oleh masyarakat Sunda. Akan tetapi, kebenaran terkait kepercayaan tersebut bisa dikembalikan lagi kepada kepercayaan individu masing-masing karena ada beberapa hal yang dianggap hanya mitos. Meskipun demikian, di luar konteks mitos bisa dikatakan bahwa larangan melakukan sesuatu hal yang pamali sebenarnya memiliki tujuan untuk kebaikan atau bernilai positif.
Ada banyak sekali contoh pamali, seperti tidak boleh duduk di depan pintu dan laki-laki atau suami tidak boleh mengambil beras ke tempat penyimpanannya. Secara logika saan seseorang duduk di depan pintu sebenarnya karena akan menghalangi orang lain untuk lewat. Biasanya pamali atau larangan berdampingan dengan akibatnya apabila dilakukan, seperti kalau duduk didepan pintu akan sulit jodohnya dan apabila laki-laki mengambil beras malah justru akan dijual bukan dimasak.
Dari sudut pandang lain, ada pula yang mendefinisikan pamali sebagai sebuah larangan yang ditujukan untuk menakut-nakuti anak kecil pada zaman dahulu agar tidak berani membantah atau melawan perkataan dan perintah dari orang tua. Seperti yang sudah dijelaskan di bagian awal, apa yang dianggap dan dipercaya sebagai pamali oleh masyarakat Sunda apabila dikaji dengan logika terkadang terdapat unsur kebenaran dari pamali tersebut dan bukan hanya mitos.
Sebagai contoh, besar kemungkinan apabila dikatakan pamali jika berlama-lama di kamar mandi dapat menyebabkan cepat tua. Maksud dari ungkapan tersebut adalah, seandainya seseorang menyukai berlama-lama mandi dapat membuat kulit berkerut dan tampak mengalami penuaan dini.
Banyak yang percaya hingga orang tua masyarakat Sunda kemudian melarang anak-anaknya berlama-lama di kamar mandi karena bisa mengakibatkan kulit menjadi keriput dan terlihat seperti orang lanjut usia. Tentu saja kalau terlalu lama di dalam kamar mandi juga bisa terlambat pergi ke sekolah, universitas, atau kantor atau mengganggu pekerjaan lainnya. Akibatnya akan dimarahi guru, dosen, atau atasan. Tidak cukup sampai disitu saja, apabila terlalu lama di kamar mandi dapat mengganggu orang lain yang ingin menggunakan kamar mandi.
Keadaan seperti itu sangat mengganggu bagi yang tinggal di asrama atau kontrakan dengan banyak penghuni, sementara jumlah kamar mandi yang terbatas.
Apabila diperhatikan beberapa pamali yang terdapat di masyarakat Sunda berkemungkinan memiliki pembenaran logika dan pesan moral yang terkandung di dalamnya, misalnya;
Ulah Neukteukan Kuku Peuting-Peuting
Artinya adalah jangan memotong kuku malam hari, karena ada mitos yang mengiringinya yaitu dapat membuat orang yang melakukannya bisa sakit parah atau malah meninggal dunia. Apabila diperhatikan bahwa pamali ini muncul ketika fasilitas penerangan di daerah-daerah tempat tinggal orang Sunda belum begitu baik dan situasi malam hari sangat gelap karena hanya menggunakan obor. Logikanya, pamali ini terkait dengan kekhawatiran akan terpotongnya bagian kuku atau bagian tubuh yang lain. Jadi, memotong kuku dalam situasi seperti itu lebih baik dilakukan siang hari saat penerangan memadai. Di masa sekarang, tentu tidak masalah memotong kuku malam hari karena cahaya cukup menerangi untuk memotong kuku.
Ulah Kaluar Imah Sareupna
Memiliki makna jangan keluar rumah saat menjelang malam. Mitosnya adalah akan diculik oleh setan atau jin. Perlu diketahui bahwa pamali yang satu ini sebetulnya berasal dari salah satu anjuran dalam agama Islam untuk menahan anak-anak di waktu magrib hingga isya agar tidak berkeliaran di luar rumah karena saat itu adalah waktunya setan-setan beraksi menggoda manusia. Anak-anak dalam hal ini dianggap yang paling rentan terhadap setan.
Bukan tidak masyarakat Sunda zaman dahulu berlaku keras memaknai anjuran Agama Islam itu sehingga mitos yang muncul adalah bisa “diculik” setan atau jin. Anjuran agama tentu saja merupakan suatu keyakinan yang mutlak serta tidak perlu dipertanyakan lagi bagi penganutnya. Namun, secara logika, akan lebih lebih baik bagi anak-anak yang belum wajib salat agar beraktivitas di rumah dan bergegas istirahat sehingga kondisi fisiknya lebih bugar. Sementara itu, bagi yang sudah wajib salat bisa berjamaah magrib dan isya di masjid dan diantara selang waktu keduanya bisa diisi dengan belajar Al-Qu’ran.
Ulah Cicing Di Lawang Panto
Artinya adalah orang Sunda jangan diam di depan pintu. Mitos yang sering diungkapkan oleh masyarakat Sunda terkait pamali ini adalah dapat membuat jatuh sakit jika terdapat makhluk halus yang melewati pintu tersebut. Tentu saja bertentangan dengan logika sebetulnya secara logika, apabila seseorang susuk di depan pintu akan menghalangi sirkulasi orang lain keluarmasuk rumah.
Pamali dalam masyarakat Sunda memiliki tujuan agar agar senantiasa berhati-hati dalam kehidupan, waspada, saling menghormati, dan melakukan sesuatu sesuai dengan waktu dan tempatnya, tidak boleh sembarangan dalam berbuat sesuatu. Terlepas dari mitos-mitos yang ada, sebagian besar pamali sebenarnya bisa dijelaskan dengan logika dan bermaksud baik, sehingga bisa diambil pelajarannya bahwa hukum sebab-akibat itu ada, dan bukan hanya sekadar mitos belaka.
Nama : Ruhimat
NPM : 24071118151
Kelas : L
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H