Mohon tunggu...
Rugaya Ppkn
Rugaya Ppkn Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsepsi Elit Bagi Etnis Mbojo

8 April 2016   17:13 Diperbarui: 8 April 2016   17:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untuk dapat memahami konsepsi elit bagi etnis di mbojo dan untuk memahami perilaku masyarakat mbojo dan nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan, pribahasa dan seni masyarakat mbojo yaitu terciptanya seni dan ungkapan atau pribahasa dalam masyarakat tentunya merupakan hasil cipta, rasa dan karsa yang benar-benar mencerminkan identitas diri dan karakter masyarakat. dalam bahasa Mbojo disebut sebagai Patu, Berdasarkan atas prilaku dan kepribadian masyarakat yang berbasiskan pada kesenian tersebut konsepsi tentang elit bagi masing-masing etnis mbojo.

Etnis Mbojo adalah masyarakat yang menghuni pulau Sumbawa bagian timur yaitu kabupaten Bima dan Kodya Bima. Dialektika sejarah dan asimilasi budaya yang membentuk kesatuan. Egalitarianisme dan keterbukaan serta toleran juga begitu kental terlihat pada identitas etnis Mbojo.

Budaya Maja Labo Dahu (Malu dan takut) Malu kepada manusia (karena selalu membuat pekerjaan tercela) dan takut kepada Tuhan. Ungkapan ini memperlihatkan eksistensi etnis Mbojo yang selalu memandang kediriannya dalam dua aspek yaitu horizontal sesama umat manusia dan vertikal, bahwa semua tindakan memiliki sinergitas dengan pengabdian kepada Allah SWT. Budaya Maja Labo Dahu inilah yang dipegang kuat oleh etis Mbojo dalam berbagai ruang maupun pembagian struktur masyarakat baik elit maupun massa. Dalam ungkapan tersebut juga terlihat nilai etos kerja yang tinggi, mereka akan sangat malu jika tugas dan pekerjaan yang dilakukan tidak sukses dan berhasil dan juga takut kepada Tuhan jika cara dan metode dalam mencapai kesuksesan melanggar nilai ke Islaman.

Sehingga dalam pembagian struktur masyarakat antara elit dan massa tidak menjadi hal yang begitu penting bagi masyarakat, karena hal yang paling penting adalah mampu melakukan tugas dan mencapai keberhasilan dalam struktur pembagian kelas masing-masing, sehingga kesempatan bagi darah biru untuk menempati posisi penguasa pada era modern ini merupakan hal yang lumrah dan dapat diterima oleh masyarakat Mbojo. Dan konsepsi tentang elit adalah mereka yang mampu melaksanakan perannya sebagaimana yang terkandung dalam ungkapan Maja Daho labu.

Dou Mbojo sebutan bagi etnis Mbojo yang berarti orang Mbojo (Bima) memiliki hubungan kekerabatan yang begitu kuat dan mengikat sesama etnis. Budaya merantau yang dimiliki oleh etnis Mbojo dengan memegang Patu (pribahasa) Maja Labo Dahu yang ungkapan ini juga memiliki kandungan makna malu melihat saudara yang tidak berhasil, mampu menjadi pelekat antara etnis Mbojo dimanapun berada. Ederu nahu sura dou labo dana, merupakan ungkapan yang menggambarkan identitas dan bentuk kepribadian pemimpin terhadap masyarakat dan daerahnya. Gaya kepemimpinan pada etnis mbojo digambarkan dalam Patu (ungkapan pribahasa Bima) yang berbentuk nasehat massa bagi elit, sebagai berikut:

“Ai Na Kani Ilmu Mbia Oo (Jangan Pakai Ilmu Belah Bambu)Ma Ese Di Hanta (Yang Diatas Diangkat)Ma Awa Di Tonda (Yang Dibawah Diinjak-Injak)”

Patu (ungkapan) ini mempunyai nilai bahasa yang sangat keras pada masyarakat di kabupaten Bima yang ditujukan pada pemimpin pembuat kebijakan. Berbagai ungkapan (Patu)  memperlihatkan begitu kuatnya sistim kontrol dan partisipasi masyarakat atas pemimpin (elit). Sebagaimana yang tergambar dalam Patu sebagai berikut:”NGGAHI RAWI PAHU yaitu  SATU KATA DENGAN PERBUATAN”.

Kelekatan hubungan antar masyarakat yang diikat oleh kesatuan sistim adat, budaya dan bahasa (bahasa Mbojo) serta hubungan yang begitu dekat dengan elit menjadi faktor yang memperkuat politik identitas pada etnis Mbojo (Bima). Hal ini akan bermakna positif dalam upaya pelestarian kekayaan khasanah kearifan lokal, namun juga akan bermakna negatif jika konsolidasi massa politik dilakukan dengan sentimen politik identitas. Kelompok elit dalam masyarakat Kabupaten Bima dan Dompu terbentuk berdasarkan sistim modern, yaitu masyarakat yang mendapatkan akses pendidikan dan memiliki jabatan pada pemerintahan.

Di samping ruang sturuktural dan fungsional yang memberikan batasan identitas antara elit dan massa, memori kolektif masyarakat akan kesatuan identitas dan sistim adat tidak mengaburkan penghormatan massa atas kelompok darah biru. Kemanunggalan antara pemangku adat dengan pemangku agama pada massa kerajaan menjadikan dedikasi para keturunan bangsawan tidak dilupakan. Bupati yang memerintah kabupaten Bima merupakan istri dari bupati sebelunya yang merupakan  ketrunan dari raja Bima, yang kalau bisa dikatakan kemampuannya dalam mengkonsolidasi massa untuk memenangkan Pilkada tidak terlepas dari kepercayaan dan penghormatan masyarakat atas dedikasi para bangsawan Bima.

 

OLEH : RUGAYA

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun