Mohon tunggu...
Rufidz Maulina
Rufidz Maulina Mohon Tunggu... -

pelajar yang menjadikan tulisan sebagai pencerahan ^_^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Second Choice, Pantaskah?

28 Maret 2012   09:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:22 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“izin bimbingan, ustadz..” serempak teman-teman kelas gokillerz menjawab dengan santai. Pak guru yang bertampang agak ganteng dan agak besar hanya mangut-mangut, mengekspresikan sesuatu yang tidak pernah aku ketahui maksudnya.

“mbak cahaya…..” lantang bertanya

“bimbingan pak…” lantang menjawab.

Aku yang duduk di barisan terdepan, garda terdepan, sendirian pula hanya tersenyum ketika ustadz itu melirikku, mungkin pikiran kita sama. Semenjak akan diselenggarakannya pesta olimpiade sains terbesar se Indonesia itu, banyak siswa-siswi sekolah semanggi yang izin meninggalkan pelajaran untuk bimbingan belajar. Kurang lebih satu minggu lagi lomba itu akan diselenggarakan. Aku hanya terus menatap ustadz itu, tanpa mencoba untuk menutup diriku, aku kemukan apa yang aku rasakan dan aku pikirkan lewat tatapan mataku. Mungkin saja ustadz bisa membaca sorat mata manusia. Haha.

Atau mungkin saja tidak, segala kemungkinan memang sekedar fatamorgana. Karena dunia penuh kemungkinan, jadilah dunia ini hanyalah fatamorgana. Di pikiranku melintas, terbayang tiba-tiba, melintas secepat kecepatan cahaya, yang mampu membiaskan pindar-pindar pikiranku menuju satu titik pencerahan. #stop melownya# .Kenapa banyak orang yang melalaikan pelajaran agama ya? Bukan maksudku untuk menyinggung beberapa orang dan sekumpulan orang yang terbentuk dalam suatu komonitas, namun., begitulah pengamatan yang terjadi di sekelilingku, di sebuah sekolah berlandaskan islam dan berasrama. Yang aku tempati bersama kawan-kawan sebaya, banyak yang menyepelekan pelajaran keagamaan. Bukan tanpa fakta aku mengatakannya. Tapi kenyataan yang terjadi, banyak sekali murid yang tidur di saat pelajaran agama. Entah itu tafsir, BTA, faktor gurunya, atau agama. Entah itu factor guru yang suaranya begitu syahdu sehingga membuat orang berngantug-ngantug ria, atau factor motivasi dalam ribadi orang. Yang jelas, factor pribadi inilah yang dapat menjadi indicator, apakah kita termasuk orang yang menyepelekan ayat Allah, berusaha menutup telinga, atau memang tidur karena tidak sengaja. Ironis bila banyak yang tidak tidur di pelajaran eksak yang rata-rata punya materi yang killer, ditambah pula bila gurunya juga killer. Dengan dalih bahwa pelajaran eksak itu lebih penting dan sering membuat remidi, sedangkan pelajaran agama itu lebih terkesan santai, mengasyikkan, dan tidak sepaneng istilah jawanya. Dari keseluruhanmemang tidak salah, namun hanya sedikit ironis yang hiperbola.. #loh? Memang, pelajaran agama itu menyajikan suasana yang lebih tenang, nyaman, dengan dalil-dalil dan petuah yang banyak, sehingan sangat teramat kondusif untuk tidur, bahkan terlelap hingga mimpi #kebangeten banget# tapi itulah fakta. Fakta yang banyak dimaklumi karena memang manusiawi. Namun, apakah pelajaran agama itu tidak penting? Apakah dengan tidur itu tidak menandakan kalau kita kurang memperhatikan, atau lebih kasarnya menyepelekan? Bagaimana kalau tiba-tiba Allah memberikan kesempatan untuk remidi dan tiba-tiba kita dituntut untuk remidi berulang kali karena tidak lulus-lulus? Malu sama Allah donkk……

Itulah ironi yang dihiperbolisasi..kondisi yang menjadi hal yang biasa. Sangat biasa. Dan sangat dimaklumi. Dimaklumi manusia. Kalau Allah…hmm.,.,entahlah.,.,tepatnya Allah lebih tahu tentang tabiat manusia.. iya kan?

Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak menomorduakan urusan agama. Amiiinnn… J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun