Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Termasuk Nol Persen Kasus Korona, Ini Fakta Menarik Lainnya Suku Baduy

19 Juli 2021   10:05 Diperbarui: 19 Juli 2021   10:49 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Baduy (news.detik.com)


Menarik memperhatikan pendapat dari orang di luar Sunda tentang bahasa Sunda.

Pendapat diungkapkan oleh Fadhil Dwiki Nugroho, seorang sarjana Bahasa dan Kebudayaan Jepang & Linguistik dari Universitas Diponegoro Semarang.

Dwiki Nugroho yang bukan seorang penutur bahasa Sunda, namun dia penutur Jawa, mengatakan aksara Sunda itu sangat berbeda dengan aksara Sasak, Bali, dan Jawa.

Kalau dalam bahasa Sunda ada fonem "eu" maka hal itu tidak ada dalam bahasa Jawa atau Bali.

Ada bahasa Sunda yang egaliter, atau bahasa kasar, atau bahasa Sunda Banten.

Entah apakah mereka yang penutur bahasa Sunda merasa ada keunikan dalam bahasa mereka sendiri?

Bahasa Sunda dan bahasa Jawa pada masa sekarang dikenal sama-sama memiliki tingkatan (bahasa kasar dan halus).

Saya yang dilahirkan di daerah Jawa Barat sendiri menduga memang sudah "dari sananya" bahasa Sunda itu memiliki tingkatan.

Ketika di SMP, saya pun mendapatkan mata pelajaran bahasa Sunda, kasar dan halus.

Namun menurut beberapa sumber, dulunya bahasa Sunda ini tidak mengenal tingkatan seperti bahasa Jawa.

Di propinsi Banten, sekarang dapat ditemukan warganya yang hanya menggunakan bahasa Sunda kasar (Suku Baduy).

Ketika Kerajaan Islam Mataram menjadi penguasa di Jawa, maka itulah yang menyebabkan bahasa Sunda mulai mengenal tingkatan seperti bahasa Jawa.

Saya pernah mendengar orang-orang Baduy yang hanya menggunakan bahasa Sunda kasar. Seperti silaing (kalian), yang dalam bahasa halusnya adalah anjeun.

Atau aing (saya), mantog (pergi), dan sebagainya.

Propinsi Banten dulunya memang bagian dari propinsi Jawa Barat. Namun berdasarkan keputusan undang-undang Nomor 23 Tahun 2000, Banten menjadi propinsi tersendiri yang terpisah dari Jawa Barat.

Ketika Islam Mataram menjadi penguasa di Pulau Jawa pada abad ke 16, maka setidaknya bahasa Sunda terpengaruhi oleh bahasa Jawa, namun orang-orang Baduy di Banten ternyata tidak tersentuh oleh pengaruh dari luar.

Suku Baduy yang bermukim di Lebak, Banten memang cukup menarik perhatian. Mereka dikenal enggan beradaptasi dengan teknologi.

Mereka pun masih banyak yang menganut kepercayaan animisme, atau yang dikenal sebagai Sunda Wiwitan.

Jika hendak bepergian, mereka tidak diperbolehkan naik kendaraan. Mereka akan berjalan kaki, secara beriringan (tidak boleh menyamping).

Mereka benar-benar sangat memegang teguh adat istiadat dan tradisi leluhur mereka. Itulah sebabnya, atau mungkin juga penguasa Mataram pada masanya menghormati adat mereka, maka mereka hingga kini masih mempertahankan bahasa kasar (bahasa Sunda kuno).

Mereka sampai kini tidak mengenal tingkatan bahasa, seperti saudara-saudara mereka yang tinggal di propinsi Jawa Barat.

Orang Baduy memang tetap teguh memegang prinsip menutup diri dari dunia luar seperti yang dipesankan oleh leluhur mereka.

Bukan tanpa alasan, prinsip itu ternyata bisa menyelamatkan mereka pada masa sekarang ini di masa Pandemi Covid-19.

"Kami mengapresiasi mereka yang dapat mengendalikan Corona," kata Iton Rustandi, petugas medis Puskesmas Cisimeut, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Memang kasus nol persen Covid-19 warga Baduy menjadi pemberitaan ramai di media massa hingga kini.

Mereka mengikuti arahan tetua adat mereka agar tidak bepergian ke luar kota seperti Bogor, Tangerang, atau Jakarta yang berpotensi menjadi klasterisasi penularan virus Covid-19.

Warga Baduy juga mematuhi aturan protokol kesehatan seperti yang didengung-dengungkan yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun.

Bagi Anda yang berkeinginan untuk mengunjungi pemukiman Suku Baduy di Desa Kanekes, sebaiknya Anda mengikuti arahan dari pemandu wisata.

Di sana Anda akan terpana pada keindahan wilayah sekitar pemukiman Baduy, juga perilaku warganya yang ramah tamah.

Warga Baduy memiliki konsep menjauhi segala sesuatu yang duniawi. Perhatikan dengan barang-barang bawaan Anda, mulai dari kamera, gadget, atau mobil. Orang-orang Baduy dikenal tak suka difoto.

Khusus Desa Kanekes, tempat ini sampai sekarang terlarang dikunjungi orang-orang asing untuk mencoba masuk mengenal lebih dekat orang-orang Baduy. Wartawan asing yang coba datang ke sana, selalu ditolak.

Sejalan dengan kepercayaan yang dianut, warga Baduy sangat menjaga kelestarian lingkungan sebagai upaya menjaga keseimbangan alam semesta.

Tidak ada ekploitasi tanah dan air yang berlebih-lebihan. Semua itu ada batasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun