Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Bandung Pilihan

Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Bandung, Hapus "Luka Lama" Perang Bubat

2 Juli 2021   10:05 Diperbarui: 2 Juli 2021   16:58 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Ahmad Heryawan meresmikan nama Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Bandung (kumparan.com)


Peresmian nama Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Bandung, Jawa Barat pada tahun 2018 lalu cukup menarik perhatian dan mendapatkan pemberitaan yang khusus.

Konon sebelumnya, nama kerajaan dan raja Hayam Wuruk itu belum pernah ada di Bandung, ibukota propinsi Jawa Barat.

Kedua nama jalan itu diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, yaitu Ahmad Heryawan.

Apa anehnya dan mengapa mendapat pemberitaan khusus?

Setelah mencari tahu, alasan tidak adanya nama kedua jalan itu adalah berawal dari sakit hatinya orang Sunda kepada orang Jawa, karena latar belakang meletusnya Perang Bubat antara Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Majapahit.

Mengapa demikian?

Dalam sejarahnya, pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, yang adalah raja keempat Majapahit (1350-1389). Konon, Hayam Wuruk saat itu jatuh cinta kepada Citra Resmi, yaitu putri dari Raja Sunda, Linggabuana yang cantik jelita.

Hayam Wuruk mengutus Perdana Menteri nya Gajah Mada ke Sunda untuk melamar Citra Resmi kepada Linggabuana.

Disepakati, pernikahan akan dilakukan di Trowulan, ibukota Majapahit, bukan di Sunda. Linggabuana menyetujui apa yang disampaikan Gajah Mada itu.

Dengan diiringi rakyat Sunda, maka berangkatlah Linggabuana dan rombongan yang terdiri dari Permaisuri, Citra Resmi, para pejabat Sunda dan sejumlah prajurit pengawal melakukan perjalanan jauh menuju Trowulan.

Entah secara kebetulan atau mendapatkan petunjuk dari Yang Maha Kuasa, ketika rombongan Linggabuana sampai di sisi laut utara Jawa maka terlihat lautan berwarna merah darah.

Apakah ini pertanda buruk? Namun Linggabuana memerintahkan untuk tetap melanjutkan perjalanan.

Sesampai di Bubat, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku utusan dari Gajah Mada yang menyampaikan kepada rombongan Linggabuana agar menyerahkan saja Citra Resmi sebagai tanda takluk.

Seketika Linggabuana terkesiap dan naik darah. Mereka datang jauh-jauh dari Sunda, bukan untuk menyerahkan begitu saja Citra Resmi sebagai tanda takluk. Tapi untuk melangsungkan pernikahan secara baik-baik.

Linggabuana masih dapat menahan emosinya, akan tetapi seorang pengawalnya sudah tidak tahan lagi. Lantas melepaskan anak panah dan menembus utusan Gajah Mada itu sampai terguling-guling di tanah.

Gajah Mada ternyata sudah mempersiapkan banyak tentaranya di sekitar lapangan Bubat.

Tak pelak dengan demikian maka terjadilah perang terbuka. Inilah yang dikenal dalam sejarah sebagai Perang Bubat.

Prajurit Sunda yang membawa peralatan seadanya, di antaranya pedang, akhirnya dapat dikalahkan pasukan Gajah Mada yang lengkap.

Linggabuana, para pejabat, dan para prajurit Sunda pun tewas.

Melihat keadaan itu, tak tahan menanggung kesedihan, permaisuri dan putri Citra Resmi melakukan bela pati (bunuh diri) di depan jenazah Linggabuana.

Apakah ini juga sebagai siasat dari Hayam Wuruk?

Nampaknya itu hanyalah siasat dari Gajah Mada yang ingin menaklukkan seluruh Nusantara ini kedalam kekuasaannya.

Seperti diketahui, Gajah Mada berikrar Palapa. Yaitu tidak akan bersenang-senang dengan makan buah palapa sebelum seluruh Nusantara jatuh ke dalam kekuasaannya.

Pada saat itu, nyaris hampir semua daerah yang disebut dengan Indonesia sekarang ini sudah ditaklukkan oleh Gajah Mada, terkecuali satu daerah, yaitu Kerajaan Sunda.

Hal tersebut terlihat dari sikap Hayam Wuruk yang sangat menyesali apa yang terjadi. Bahkan sebagai penghormatan, rombongan Linggabuana yang tewas dikebumikan secara militer.

Hayam Wuruk lantas mengirimkan utusan dari Bali berkunjung ke Sunda untuk berdukacita dan meminta maaf kepada plt Raja Sunda.

Setelah kejadian itu, hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah menjadi tegang.

Niskala Wastu Kencana, adik dari Citra Resmi, yang pada saat itu masih kecil lantas diangkat menjadi Raja Sunda menggantikan ayahnya.

Karena belum cukup dewasa, dalam menjalankan tugasnya, Wastu Kencana didampingi oleh pamannya.

Setelah dewasa, Wastu Kencana ini dikenal sebagai Prabu Siliwangi yang legendaris. Prabu Siliwangi lalu mengeluarkan peraturan, rakyat Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa.

Konon jika larangan itu dilanggar, akan berakibat buruk. Mitos itu masih terasa dan berlangsung turun temurun.

Dengan maksud rekonsiliasi hubungan antara Sunda dan Jawa, maka kini dapat dimengerti mengapa peresmian nama Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk itu mendapatkan perhatian khusus.

Tapi tidak ada nama Jalan Gajah Mada...

Timbal balik dari itu, sebelumnya di kota pelajar Yogyakarta sudah ada nama Jalan Siliwangi dan Jalan Pajajaran.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun