Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta Berulang Tahun Ke-494: Asal-usul Suku Betawi

24 Juni 2021   09:04 Diperbarui: 24 Juni 2021   10:01 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suku-dunia.blogspot.com

Selamat ulangtahun Jakarta. Selamat untuk Gubernurnya, Anies Baswedan. Ya, pada tanggal 22 Juni 2021 kemarin kota Jakarta bersolek dan berpesta karena merayakan ulangtahunnya yang ke 494.

Yang disebut dengan Suku Betawi saat ini adalah campuran antar etnis. Mereka berkelompok dan memiliki kesamaan dalam hal mereka berdatangan ke wilayah yang kini menjadi ibukota Indonesia ini ingin memiliki ciri identitas sendiri.

Oleh karenanya, ditambah dengan penduduk asli yang mendiami wilayah Sunda Kelapa itu, orang-orang dari luar seumpama dari Sunda, Cina, Arab, India, Jawa, Ambon, Makassar, Melayu, atau Bali dan Bugis.

Nah kesamaan itulah lama-lama membuat mereka membentuk menjadi Suku Betawi. Juga terbentuknya akulturasi kawin campur di antara mereka.

Kata Betawi ini jelas berasal dari kata Batavia yang mana orang-orang Belanda menyebutkan Jakarta kini.

Mohammad Husni Thamrin, tokoh populer Betawi, mengatakan sebutan "kaum Betawi" ini sudah populer sejak tahun 1918. Mohammad Husni Thamrin inilah yang pertama-tama membentuk "Suku Betawi".

Litbang MNC Portal Indonesia (MPI) bahkan menyebutkan jika Suku Betawi ini sudah terbentuk pada abad ke 17. Mereka adalah buah dari akulturasi orang-orang Bali, Sumatera, Cina, Arab, dan Portugis.

Jika kini kita sering mendengar kata-kata dalam bahasa Betawi seperti engkong (kakek), encim (nyonya), seceng (seribu rupiah), goceng (lima ribu rupiah), atau sincia (tahun baru). Maka itu adalah sebagian kata-kata yang berasal dari Cina.

Atau pun kata ane (saya), ente (kamu). Itu berasal dari Arab. Dan sebagainya. Keturunan yang berdarah Portugis juga cukup banyak ditemui saat ini di Jakarta.

Sedangkan yang berasal dari bahasa Sunda antara lain congor (mulut), ngejoglog (diam saja), lantaran (karena), nyai (nona), songong (sombong), ngejeplak (asal ngomong), dan sebagainya.

Tradisi dan adat istiadat juga terbentuk dari antara mereka. Misalnya kebaya encim, kebaya yang menyerupai pakaian wanita Cina, atau tarian.

Bahasa Betawi juga mirip Bahasa Indonesia. Ini dapat dimengerti.

Dalam sejarahnya, sebelum Bahasa Indonesia ini dijadikan sebagai bahasa persatuan dalam ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. 

Lantas kemudian menjadi bahasa nasional di UUD 45. Sebelumnya bahasa Melayu ini digunakan sebagai bahasa persatuan yang menjadi bahasa pergaulan yang mempersatukan Nusantara.

Situs Setu Babakan menyebutkan jika suku Betawi ini semula hanya mendiami kawasan pesisir saja (Ancol). Namun lama-kelamaan mereka mulai bergerak ke arah wilayah tengah dan pinggiran.

Oleh karenanya, setelah itu muncul sejumlah istilah, seperti "Betawi Ora" yang merujuk kepada mereka yang bermukim di pinggiran.

Sedangkan orang-orang "Betawi Kota" (di Jatinegara atau Tanah Abang) menyebutkan mereka dengan "Betawi Udik". Sedangkan mereka yang tinggal di kota disebut dengan "Betawi Tengah".

Sedangkan sejumlah budayawan Betawi, termasuk Ridwan Saidi, menyebutkan kata Betawi ini konon berasal dari Pitawi.

Pitawi ini adalah bahasa Melayu Polinesia Purba. Pitawi dalam bahasa itu artinya larangan.

Kata Betawi juga berasal dari bunyi yang sama Betawi (Bahasa Melayu Brunei) untuk menyebutkan giwang.

Kata Betawi juga bisa berasal dari nama sejenis tanaman perdu yaitu Guling Betawi.

Para ahli sejarah juga mengatakan penduduk asli Jakarta mulai terpinggirkan sejak datangnya orang-orang luar seperti disebutkan di atas (dari Nusantara dan luar negeri). Sehingga mereka mulai mendiami wilayah-wilayah luar Jakarta (pinggiran) yaitu di wilayah Jawa Barat (Bogor, Karawang, Bekasi) dan Banten (Tangerang).

Sebagai catatan, hari jadi ibukota tahun 2021 ini adalah kali kedua diperingati dalam kondisi Pandemi Covid-19. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan sudah menghabiskan uang Rp 40 triliun untuk biaya pencegahan dan penanggulangan terkait virus mematikan ini.

Dalam soal kemiskinan, Biro Pusat Statistik merilis ada 4,69 persen dari populasi Jakarta yang tergolong miskin (496.000 jiwa) per Pebruari 2021. Hal tersebut berarti ada peningkatan 15.000 jiwa ketimbang Maret 2020 lalu.

Mengaca pada data-data tersebut, maka hal itu harus dijadikan tantangan Gubernur Anies Baswedan dan jajarannya untuk bangkit menuju perbaikan.

Selamat ulang tahun Jakarta!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun